Perubahan Nama Siantar
Pro-Kontra Perubahan Penulisan Kota Siantar, Sejarawan Sarankan Pemko Lakukan Kajian Ilmiah
Sejarawan menyarankan Pemko Medan melakukan kajian ilmiah dan yuridis terkait rencana pengubahan lafal Pematangsiantar menjadi Pematang Siantar
Penulis: Alija Magribi | Editor: Array A Argus
TRIBUN-MEDAN.COM,SIANTAR- Sejarawan dari Universitas Simalungun (USI), Jalatua Hasugian MA menyampaikan, perubahan penulisan nama kota yang semula Pematangsiantar (digabung) menjadi Pematang Siantar (dipisah), sebaiknya tidak dilakukan mendadak.
Karena selayaknya, perubahan bisa dilakukan setelah pemerintah kota melakukan kajian secara ilmiah, serta memperhatikan budaya.
Jalatua menuturkan, perubahan penulisan harus jelas dulu landasan hukumnya.
Mengapa sekarang dipisah, dan sejak kapan disatukan.
“Bukan mendadak begini. Memang, jika mengacu pada dokumen-dokumen kolonial Belanda, mereka memang menuliskan Pematang Siantar, bukan Pematangsiantar," ungkapnya.
Namun demikian, Dosen Fakultas FKIP Sejarah USI ini menyarankan agar Pemko Pematang Siantar memiliki kemampuan untuk menjelaskan perubahan penulisan nama Kota Pematang Siantar secara logis dan yuridis.
Dalam hal ini, pemerintah harus memiliki alasan yang kuat, sehingga perubahan baru dilakukan saat ini.
Ia juga heran mengapa baru sekarang dirubah dan setelah dilakukan perubahan, Pemko apakah bisa menjelaskan apa untung ruginya jika dipisah maupun disatukan.
"Berarti selama ini Pemko Siantar membiarkan kesalahan terjadi berpuluh tahun?" tutur Jalatua seraya menjelaskan bahwa perubahan penulisan yang diinisiasi Pemko Siantar tidak cukup landasannya hanya mengacu kepada UU Darurat Nomor 8 Tahun 1956 dan PP Nomor 15 Tahun 1986.
Pro-kontra penulisan kota ini diketahui setelah, Plt Walikota Siantar menerbitkan Surat Edaran Nomor 180/4335/VII/2022 tentang penulisan kata (nama kota) Pematang Siantar. Surat diterbitkan 21 Juli 2022, dan ditujukan kepada pimpinan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) di lingkungan Pemko Pematang Siantar dan BUMD.
Pada surat edaran itu ditegaskan, agar penulisan nama kota berhawa sejuk ini, tidak lagi digabung seperti Pematangsiantar, melainkan menjadi Pematang Siantar.
Adapun landasan Perubahan Penulisan Kota Pematangsiantar menjadi Pematang Siantar yaitu berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 2 Undang-undang Darurat Nomor 8 Tahun 1956. Tentang Pembentukan Daerah Otonom kota-kota besar dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatera Utara,
Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1986 Tentang Perubahan Batas Wilayah Daerah Tingkat II Pematang Siantar dan Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun dan menindaklanjuti hasil fasilitasi produk hukum Daerah dari biro organisasi dan biro hukum Provinsi Sumatera Utara
Sementara itu, Kabag Hukum Heri Okstarizal mengatakan, secara yuridis Pemko Pematang Siantar mengikuti UU Darurat Nomor 8 Tahun 1956 dan PP Nomor 15 Tahun 1986. Sebab di kedua peraturan perundang-undangan tersebut, penulisannya dipisah, yakni Pematang Siantar.
Perubahan penulisan, sebut Heri Okstarizal, tidak terlepas dari pertanyaan dari Biro Organisasi Pemprov Sumatera Utara. Yang menyebut, penulisan nama kota Pematang Siantar harus dipisah.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/melintas.jpg)