Aksi Aktivis Perempuan
SPANDUK RAKSASA Dibentang di Danau Toba saat W20, Aktivis Perempuan Kritisi Deforestasi Hutan
Aktivis perempuan perdesaan membentangkan spanduk raksasa di tengah Danau Toba saat W20 berlangsung
Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Array A Argus
"Selain perampasan tanah adat, kerusakan hutan dan lingkungan juga tidak serius ditangani. Perampasan tanah yang dilakukan akibat kehadiran PT TPL merupakan pemiskinan struktural yang telah terjadi lebih dari tiga dekade, dan berkontribusi besar memperburuk kualitas hidup perempuan” sambungnya.
Ia menegaskan, kehadiran dua perusahaan besar seperti PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan PT Dairi Prima Mineral (DPM) telah lama merenggut hak-hak perempuan perdesaan di wilayah Toba dan menghancurkan hutan kemenyan.
"Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi menyebabkan krisis iklim yang menyulitkan para petani untuk menentukan musim tanam. Para petani juga seringkali mengalami gagal panen akibat buruknya cuaca yang tidak dapat diprediksi," tuturnya.
Baca juga: Dosa-dosa Besar PT TPL akan Dijabarkan Togu Simorangkir di Hadapan Presiden Jokowi
"Pada pertengahan 2020, datang ancaman baru seiring lahirnya proyek pangan skala besar atau Food Estate,"
"Proyek yang digadang-gadang sebagai program ketahanan pangan untuk menangani krisis pangan di masa yang akan datang, nyatanya malah menghilangkan budaya, pengalaman, dan pengetahuan perempuan dalam corak pertanian lokal," ungkapnya.
Ia menyampaikan, mereka harus berpatokan pada sistem pasar yang ditentukan oleh pemerintah dan korporasi besar.
"Proyek ini sama halnya dengan proyek pertanian sebelumnya, hanya akan melahirkan konflik baru, industrialisasi pangan yang mengenyampingkan masyarakat, serta monopolisasi lahan-lahan pertanian dengan skema yang tampak baik di permukaan saja," tuturnya.
Baca juga: BREAKING NEWS: 4 Karyawan PT Aquafarm Nusantara Positif Covid-19, 121 Orang Reaktif
Ia mengutarakan, negara anggota G20 yang merupakan forum ekonomi utama dunia dimana secara kolektif mewakili dua per tiga atau sekitar 65 persen penduduk dunia, 79 persen perdagangan global, dan setidaknya 85 persen perekonomian dunia memiliki posisi strategis bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan penanganan krisis iklim.
"Indonesia sebagai pemegang Presidency G20 harus memastikan bahwa ada kesepakatan yang lebih ambisius yang harus dicapai untuk mengedepankan model pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dengan beralih ke energi terbarukan yang berkeadilan, dan menghentikan kebijakan ekonomi dan pembangunan yang berbasis lahan yang mendorong deforestasi, merampas hak- hak masyarakat adat dan petani, serta hanya menguntungkan segelintir elit," pungkasnya. (cr3/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/aktivis-perempuan-demo-di-tengah-Danau-Toba-saat-G20-berlangsung.jpg)