Brigadir J Tewas Ditembak

ALASAN Kuat Minta Pencopotan Brigjen Pol Hendra Kurniawan dan Kombes Budhi Herdi Susianto

Keluarga Brigadir J dan Publik Minta Brigjen Pol Hendra Kurniawan dan Kombes Budhi Herdi Susianto Dicopot

Editor: AbdiTumanggor
tribunnews.com
KASUS BRIGADIR JOSUA HUTABARAT: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya pada Senin (18/7/2022). Kini keluarga Brigadir J dan publik mendesak Kapolri untuk mencopot Karopaminal Divpropam Polri Brigjen Pol Hendra Kurniawan dan Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto dari jabatannya. 

TRIBUN-MEDAN.COM - Kenapa Keluarga Brigadir J Menuntut Brigjen Pol Hendra Kurniawan dan Kombes Budhi Herdi Susianto Dicopot?

Karopaminal Divpropam Polri Brigjen Pol Hendra Kurniawan dituntut agar dicopot dari jabatannya.

Karopaminal atau Kepala Biro pengamanan, penegakan disiplin dan ketertiban internal Polri.

Ia merupakan bawahan (bertanggunjawab) langsung kepada Kadiv Propam Polri.

Sama halnya dengan Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto.

Keduanya dituntut agar dicopot dari jabatannya terkait kasus kematian Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Selanjutnya jabatan Kadiv Propam akan diemban oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.

Jenderal Listyo mempunyai alasan tersendiri hingga memutuskan untuk menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo.

"Untuk menjaga agar apa yang telah kita lakukan selama ini terkait dengan masalah komitmen untuk menjaga objektivitas transparansi dan akuntabel,"ujar Sigit di Gedung Utama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).

"Ini betul-betul bisa kita jaga agar rangkaian dari proses penyidikan yang saat ini sedang dilaksanakan betul-betul bisa berjalan dengan baik dan membuat terang peristiwa yang terjadi, mungkin itu yang bisa saya sampaikan," pungkasnya.

Jenderal Sigit memastikan bahwa semua yang berkaitan dengan kasus ini akan dikumpulkan guna memproses seluruh peristiwa yang ada dengan pertanggungjawaban secara scientific crime investigation.

"Saya kira semuanya sedang berjalan dan tentunya tim yang ada ini tentunya akan menggabungkan antara Polres, Polda dan Bareskrim jadi satu rangkaian peristiwa, yang kemudian bisa dijelaskan secara transparan dan bisa dipertanggungjawabkan," sambungnya.

Minta Brigjen Pol Hendra Kurniawan dan Kombes Budhi Herdi Susianto Dicopot

Pengusutan kasus tewasnya Brigadir J diwarnai ketidakpuasan. Bukan saja keluarga, publik pun menyoroti cara kerja polisi yang dianggap tidak transparan mengungkap kasus ini. Sudah 13 hari, polisi belum juga mengungkap siapa dalang yang menewaskan Brigadir J.  

Teranyar, keluarga Brigadir J turut meminta Karopaminal Divpropam Polri Brigjen Pol Hendra Kurniawan dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto turut dicopot dari jabatannya. Hal tersebut diungkapkan oleh koordinator tim kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak.

Salah satu menurutnya, Kombes Budhi dinilai bekerja tidak sesuai dengan prosedur dalam mengungkap perkara tersebut. "Kapolres Jakarta Selatan juga harus dinonaktifkan karena Kapolres Jaksel itu bekerja tidak sesuai prosedur untuk mengungkap perkara tindak pidana," ujar Kamarudin, Selasa (19/7/2022).

Ia menuturkan bahwa Polres Jaksel pun belum menetapkan satu pun pihak sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Sebaliknya, ada dugaan Kombes Budhi diduga merekayasa cerita terkait kematian Brigadir J.

"Sampai sekarang belum ada tersangkanya, olah TKP tidak melibatkan inafis, dan tidak memasang police line. Pembunuhan itu sudah ada kenapa itu semua dilanggar. Dan terkesan dia ikut merekayasa cerita-cerita yang berkembang itu," pungkasnya.

Kemudian, Brigjen Pol Hendra Kurniawan disebut turut serta dalam pengantaran jenazah Brigadir J ke rumah keluarganya di Jambi.

Dikutip dari Tribunnews.com, hal ini diungkapkan oleh tim kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua, Johnson Panjaitan.

Diungkapkan, Johnson Panjaitan, saat sampai di rumah duka, Karopaminal Divisi Propam Polri itu melakukan tekanan terhadap pihak keluarga yang berupaya membuka peti jenazah.

Brigjen Pol Hendra Kurniawan saat itu tak mengizinkan keluarga melihat kondisi jenazah Brigadir J .

Johnson Panjaitan menerangkan, hal ini membuat keluarga mendesak agar Hendra dicopot dari jabatannya seperti Irjen Ferdy Sambo.

"Karo Paminal itu harus diganti karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk membuka peti mayat," kata Johnson, Selasa (19/7/2022) dikutip dari Tribunnews.com.

Apresiasi Langkah Pencopotan Pejabat Terkait

Sementara, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengapresiasi langkah pencopotan jabatan Ferdy. Namun, menurutnya langkah pencopotan Irjen Ferdy Sambo itu dinilai terlambat setelah banyak desakan yang meminta hal tersebut.

"Kita apresiasi langkah yang diambil Kapolri, meski agak terlambat dan seolah menunggu desakan publik," kata Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (19/7/2022).

Menurutnya, kasus yang hingga kini masih terus bergulir ditemukan sejumlah kejanggalan. "Mulai tindakan pengambilan CCTV, olah TKP yang melanggar Perkap 8/2009, menunda pengumuman kepada publik, mengalihkan isu dari penembakan menjadi pelecehan seksual, tidak menghadirkan tersangka penembakan dan kejanggalan-kejanggalan yang tidak diterima nalar publik," ucapnya.

Lebih lanjut, Bambang mengungkapkan kejanggalan itu nantinya bermuara kepada tingkat ketidakpercayaan publik kepada Polri. "Rangkaian pernyataan maupun tindakan yang dilakukan oleh kepolisian tersebut tentu tak bisa lepas dari monitor publik," jelasnya.

Bharada E Tak Dilaporkan Keluarga Brigadir J, Tapi Minta Perlindungan LPSK

Di sisi lain, Kuasa hukum keluarga Brigadir J menduga bahwa ada pembunuhan berencana dalam kasus tewasnya Brigadir J.

Kuasa hukum bahkan menyebut bahwa Brigadir J dihabisi oleh lebih dari dua orang.

Kuasa hukum keluarga Brigadir J Kamaruddin membuat laporan ke Bareskrim Polri atas kasus tewasnya Brigadir J pada Senin (18/7/2022).

Dijelaskan oleh Kamaruddin, pihak keluarga tak hanya melaporkan Bharada E dalam kasus ini.

"Karena kami tidak mau membuat laporan dengan terlapor Bharada E. Sebab menurut perhitungan kami, berdasarkan fakta-fakta, hampir tidak mungkin hanya yang bersangkutan melakukan ini," kata Kamaruddin di Mabes Polri, Senin (18/7/2022).

Kamaruddin mengaku bahwa berdasarkan fakta yang ia dapatkan, luka di tubuh Brigadir J tak hanya karena luka tembak.

Namun ada juga luka sayatan, luka memar dan bagian bahu bergeser hingga giginya rusak.

"Di antaranya pengrusakan di bawah mata atau seperti penganiayaan, di hidung dua jahitan, juga di bibir dan leher ada sayatan lagi. Kemudian di bahu kanan luka menganga terbuka dan bergeser, kemudian memar di perut kanan dan kiri, ada juga pengrusakan jari manis dan juga pengrusakan di kaki, semacam sayatan," katanya. 

Diakui Kamaruddin, saat jenazah tiba di rumah duka kondisi luka di bagian perut masih tampak berdarah.

Menurut Kamaruddin luka menganga di bahu yang bergeser, rahang bergeser, gigi rusak serta hantaman di tulang rusak, bukanlah luka tembak.

"Luka-luka itu tidak disebutkan dalam keterangan Karo Penmas atau Polres Jakarta Selatan," katanya.

"Jadi menurut perkiraan kami, pelaku setidak-tidaknya ada beberapa orang. Bukan satu orang atau dua orang. Ada yang berperan pistol, ada yang peran memukul, ada yang berperan melukai dengan senjata tajam, bahkan mungkin dengan sangkur atau laras panjang, begitu loh," ujar Kamaruddin.

Dengan banyaknya luka tersebut, ia berkayakinan bahwa Brigadir J tewas karena ada dugaan pembunuhan berencana.

"Dengan banyaknya luka, kami sangat yakin ini pembunuhan berencana," kata Kamaruddin.

Kamaruddin melaporkan dugaan tindak pembunuhan berencana tersebut terjadi sekira pukul 10.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB.

Ia menduga bahwa ada dua kemungkinan Brigadir J dihabisi di Magelang, atau di Jakarta, dan dugaan kedua adalah di kediaman Irjen Ferdy Sambo.

"Locus delictinya (tempat kejadian-Red) kemungkinan besar antara Magelang dan Jakarta, itu alternatif pertama. Alternatif kedua, locus delictinya terjadi di rumah Kadiv Propam Polri atau rumah dinas di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan," kata Kamaruddin di Mabes Polri, Senin (18/7/2022).

Menanggapi laporan tersebut, Mabes Polri mengaku akan mendalami laporan dari kuasa hukum keluarga Brigadir J.

Hal ini dijelaskan oleh Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo dalam keterangannya. "Seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law)," kata Dedi saat dihubungi, Senin (18/7/2022).

"Setiap laporan akan ditindak lanjut oleh penyidik,"pungkasnya.

Baca juga: SUDAH Memasuki Hari ke-13 Istri Ferdy Sambo Masih Mengalami Trauma dan Ketakutan?

Bharada E Minta Perlindungan LPSK dan Sudah Dimintai Keterangan Awal

Sementara, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebutkan telah mendapatkan sejumlah informasi dari Bharada E. 

Juru Bicara LPSK, Rully Novian, mengatkan, informasi tersebut diperoleh oleh LPSK setelah melakukan wawancara dengan Bharada E.

Wawancara awal tersebut berkaitan dengan permohonan perlindungan yang diajukan Bharada E.

“Untuk hasil wawancara awal, tentu kami memperoleh beberapa informasi yang berhubungan dengan rangkaian peristiwa. Itu memang kami peroleh dari Bharada E," tuturnya dalam dialog Sapa Indonesia Malam, Kompas TV, Selasa (19/7/2022).

Rully menegaskan bahwa Bharada E dan perempuan berinisial P, yang merupakan istri dari Irjen Ferdy Sambo, telah mengajukan permohonan perlindungan pada LPSK. Namun, berbeda dengan hasil wawancara awal dengan Bharada E.

Pihaknya (LPSK) belum mendapatkan informasi yang cukup banyak dari istri Ferdy Sambo. “Tapi untuk wawancara dengan pemohon P tadi, atau istri dari Bapak Ferdy Sambo, LPSK memang belum begitu mendapatkan informasi yang begitu banyak. Karena memang kondisi yang bersangkutan saat kita melakukan wawancara, belum begitu siap untuk dilakukan wawancara,” pungkasnya.

Meski demikian, ia mengaku tidak bisa memastikan bahwa istri Ferdy Sambo mengalami trauma. “Dan memang agak sulit untuk menyampaikan peristiwa itu secara lebih terbuka. Sehingga LPSK belum bisa mendapatkan informasi yang utuh, apakah memiliki kesesuaian misalnya dari keterangan yang kita peroleh dari Bharada E,” urainya.

Langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh LPSK untuk memutuskan menerima atau menolak permohonan keduanya, adalah melakukan penelaahan lanjutan. Menurutnya, LPSK telah merencanakan agenda pertemuan berikutnya, untuk melihat apakah dimungkinkan melakukan pendalaman, khususnya wawancara yang belum terselesaikan.

“Kemudian kita juga menyiapkan ahli, dalam hal ini psikolog, untuk dapat memberikan informasi tentang kondisi psikologi. Karena memang itu salah satu syarat yang diatur dalam ketentuan undang-undang,” tuturnya.

Dalam dialog itu, Rully juga menyampaikan bahwa LPSK akan melihat terlebih dahulu posisi pemohon perlindungan dalam proses hukum, apakah sebagai saksi, korban, atau tersangka.

“Pertama, kita lihat dulu proses hukumnya. Proses hukum ini menempatkan mereka berposisi sebagai apa, saksi, korban, tersangka atau apa. Nah itu harus kita lihat terlebih dahulu,” ujarnya menjelaskan.

Menurut Rully, setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi secara materiil untuk mendapatkan perlindungan dari LPSK. Pertama, penting atau tidak keterangan mereka dalam proses penegakan hukum. Kemudian adakah ancaman yang nyata atau secara isik mengancam keselamatan jiwa.

“Kemudian ada juga rekam jejak, dan terakhir, adanya hasil analisis tentang kondisi medis dan psikologis dari yang bersangkutan,” kata dia memberikan keterangan. Segala data yang yang diperoleh dari penelaahan tim LPSK, nantinya akan disampaikan pada pimpinan LPSK.

Baca juga: SOSOK Ferdy Sambo, Jenderal Bintang Dua Termuda, Dulu Dikenal Intel Berambut Gondrong Pemburu Bandit

Status Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E

Sementara, Anggota Kompolnas, Albertus Wahyurudanto mengonfirmasi bahwa nama lengkap Bharada E adalah Richard Eliezer Pudihang Lumiu. 

"Ya, dalam catatan yang kami peroleh begitu (Bharada E adalah Richard Eliezer)," ungkap Wahyu ketika diwawancarai oleh Kompas TV pada Minggu (17/7/2022) lalu.  Namun, ia mengakui belum pernah ada pernyataan resmi yang menyatakan identitas personel berpangkat Bharada tersebut.

Sebelumnya, Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto, mengatakan Bharada E menembak Brigadir J menggunakan senapan tangan semi otomatis buatan Austria, Glock-17. Sedangkan, Brigadir J menggunakan senjata semi otomatis buatan Kroasia HS-9.

Meski nama Bharada E kerap disebut oleh pihak kepolisian, tetapi sosoknya tak pernah dimunculkan ke publik. Sudah 13 hari berlalu, status Bharada E masih dinyatakan sebagai saksi. Padahal, peluru yang dimuntahkan disebut bagian dari aksi pembelaan diri. 

Kapolres Budhi mengatakan bahwa Bharada E merupakan penembak nomor satu di Resimen Pelopor Korps Brimob. Ia juga adalah pelatih vertical rescue.  "Kami juga melakukan interogasi terhadap komandan Bharada RE bahwa Bharada RE ini sebagai pelatih vertical rescue dan di resimen pelopornya dia sebagai tim penembak nomor satu kelas satu," ungkap Kombes Budhi ketika memberikan keterangan pers pada 12 Juli 2022 lalu.

Kombes Budhi menyebut status Bharada E hingga saat ini masih sebagai saksi. Belum ada satupun alat bukti sebagai dasar untuk menjadikan Bharada E sebagai tersangka.

Halnya dengan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, menyampaikan bahwa Brigpol J ditembak mati karena diduga melakukan pelecehan dan menodongkan pistol kepada istri Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo.

"Yang jelas gininya, itu benar melakukan pelecehan dan menodongkan senjata dengan pistol ke kepala istri Kadiv Propam itu benar," ujar Ramadhan, Senin (11/7/2022) lalu.

Ramadhan menuturkan bahwa fakta itu diketahui berdasarkan hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan memeriksa sejumlah saksi. Dua saksi yang diperiksa di antaranya adalah Istri Kadiv Propam dan Bharada E.

"Berdasarkan keterangan dan barang bukti di lapangan bahwa Brigadir J memasuki kamar pribadi Kadiv Propam dan melecehkan istri KadivPropam dengan todongan senjata,” ungkap Ramadhan.

Ia menuturkan bahwa Istri Kadiv Propam disebut berteriak akibat pelecehan yang diduga dilakukan Brigadir J. Teriakan permintaan tolong tersebut pun didengar oleh Bharada E yang berada di lantai atas rumah. 

Menurutnya, kehadiran Bharada E pun Brigadir J menjadi panik. Saat ditanya insiden itu, Brigadir J malah melepaskan tembakan kepada Bharasa yang berdiri di depan kamar. “Pertanyaan Bharada E direspon oleh Brigjen J dengan melepaskan tembakan pertama kali kearah Bharada E,” tukas Ramadhan.

Diketahui, Bharada E merupakan Anggota Brimob yang bertugas sebagai pengawal Kadivpropam. Sedangkan Brigadir J adalah Anggota Bareskrim yang ditugaskan sebagai sopir dinas istri Kadiv Propam.

Baca juga: Adik Brigadir J Dimutasi ke Polda Jambi, Permintaan Keluarga kepada Kapolda Irjen Pol Rachmad Wibowo

(*/tribun-medan.com/tribunnews.com/kompas.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved