Berita Kota Medan

Ngerinya Film ‘Before You Eat’ Sisi Kelam Perbudakan Para ABK Indonesia di Kapal-kapal Asing

Zaman sudah secanggih sekarang ini ternyata masih saja perbudakan modern terjadi. Setidaknya, film dokukmenter berjudul ‘Before You Eat’

Penulis: Muhammad Tazli |

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Zaman sudah secanggih sekarang ini ternyata masih saja perbudakan modern terjadi. Setidaknya, film dokukmenter berjudul ‘Before You Eat’ menggambarkan betapa ngerinya penyiksaan, ekploitasi, pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap para anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal-kapal asing.

Ini menjadi bukti bahwa pemerintah Republik Indonesia, belum serius menangani persoalan perbudakan modern buruh migran Indonesia, khususnya yang bekerja di laut sebagai anak buah kapal pencari ikan.

Fakta-fakta ini terungkap dalam film berdurasi 90 menit yang diputar oleh Ikatan Wartawan Online Kota Medan (IWO) Medan yang menggandeng Universitas Medan Area dalam kegiatan Nonton Bareng dan Diskusi Film 'Before You Eat', Rabu (8/6/2022) di Gedung Perpustakaan UMA.

Mereka dipaksa kerja nyaris tanpa henti dengan 18 hingga 20 jam kerja per hari, mengonsumsi makanan yang tak layak makan karena dilarang memakan ikan hasil tangkapan, meminum air dari penyulingan dan aksi kekerasan perbudakan lainnya dialami oleh para ABK asal Indonesia. Tak hanya itu, meski telah bekerja mati-matian, hak mereka berupa gaji pun tak diberikan.

Tenaga mereka dimanfaatkan oleh orang-orang licik yang mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain.

Bahkan, sudah tak bernyawa pun, mereka tidak diperlakukan sebagai mana mestinya. Jasad mereka dilarung, tidak dipulangkan ke kampung halaman.

Aksi-aksi tak terpuji dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) ini terungkap dalam pemutaran film dokumenter 'Before You Eat'.

Film yang di Sutradarai oleh Kasan Kurdi, diproduksi oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan didukung oleh Greenpeace Indonesia, terlihat dengan gamblang bagaimana kekejaman yang dialami oleh para ABK di kapal-kapal asing.

Sekitar seratusan penonton yang dihadiri mahasiswa, UMA, USU, Unimed, Unpri, HNSI Sumut dan HNSI Medan, praktisi hukum, juga komunitas lainnya yang ada di Kota Medan, meneteskan air mata menyaksikan kekejaman yang terjadi. Apalagi di saat ada ABK yang sakit dan akhirnya meninggal dunia.

Jasadnya pun harus dibekukan hingga kapal sandar ke daratan. Butuh waktu dua bulan lebih agar jasad ABK yang meninggal dikembalikan ke keluarganya. Bahkan, ada jasad yang dimakamkan di laut dengan cara dilarung.

Selain perbudakan, juga terjadi pengrusakan lingkungan karena kapal-kapal itu mengambil ikan dengan jumlah yang sangat banyak tanpa dibatasi.
Usai acara nonton bareng, muncul sejumlah gagasan dalam diskusi dengan tema

“Perbudakan Modern di Laut dan Perikanan Ilegal, Apa yang Bisa Publik Lakukan?”
Anggota DPD RI Deddy Iskandar Batubara menjelaskan, pemerintah harus benar-benar menerapkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017, tentang pekerja migran Indonesia.

"Pemerintah belum maksimal dalam menuntaskan masalah pekerja migran ABK kapal ini. Dalam sisi ini, pemerintah seperti tidak memberikan perhatian kepada warga negaranya. Harus ada perhatian sosial, dan perlawanan sosial untuk mengentaskan masalah ini," ungkapnya.

Ditambahkannya, regulasi yang ada sudah memenuhi hak seluruh pekerja migran kita. Namun faktanya, negara tidak bisa hadir sepenuhnya pada semua posisi untuk membela rakyatnya.

"Selain itu harus dilakukan pemahaman kepada masyarakat agar mengetahui detail tentang apa yang mereka terima dan lakukan saat memutuskan diri untuk menjadi pekerja migran,” tambahnya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved