Berita Foto: Berburu Makanan Tradisional Pakat Khas Suku Mandailing untuk Berbuka Puasa
Makanan ini termasuk favorit bagi masyarakat selama bulan suci Ramadan.
Penulis: Abdan Syakuro | Editor: Abdan Syakuro
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Masyarakat Kota Medan dan sekitarnya gemar memburu kuliner tradisional maupun kekinian mulai dari kaki lima sampai bintang lima pada saat bulan suci Ramadan 1443 Hijriah ini. Seperti makanan tradisional pakat khas suku Mandailing yang dijual didekat persimpangan Jalan Letda Sujono, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, Senin (04/04/2022).
Makanan atau lalapan tradisional khas suku Mandailing ini merupakan kuliner yang diwariskan secara turun-temurun dan masih dilestarikan sampai dengan sekarang.
Pedagang pakat Nur Asiyah Siregar menuturkan sehari-hari menjual pakat, pada bulan suci Ramadan ini penjualan pakat mengalami peningkatan.
"Lancar, ya sama aja sebetulnya, cuma ini ada peningkatan selama bulan suci Ramadan," kata Nur.
Nur mengaku sudah hampir 30 tahun menjual makanan tradisional pakat ini.
"Pakat itukan makanan tradisional khas suku Mandailing, nah setiap bulan puasa kan banyak peminatnya," ucap Nur.
Nur mengatakan ada berbagai macam manfaat yang didapat dari makanan tradisional pakat ini.
"Manfaat makanan tradisional pakat ini bikin selera makan, kalo kata orang macam-macam, ada katanya untuk obat gula, ada yang ini, awak kan bingung juga," kata Nur.
Ia mengatakan harga pakat masih sama seperti hari biasa belum ada kenaikan.
"Harganya tidak naik, tetap Rp 2500 per batang pakat, kalo 4 batang pakat berarti harganya Rp 10 ribu, kalo hari biasa harganya juga sama, kalo dulu harganya Rp 1500 naik jadi Rp 2500 per batang pakat sekarang," ucap Nur.
Nur mengaku biasanya laku 1000 batang pakat, namun sekarang 1200-1300 batang pakat laku setiap harinya.
"Kalo selama bulan suci Ramadan ini menyediakan 1200-1300 batang pakat setiap harinya, kalo hari biasa 500 batang pakat, ada memasok untuk rumah makan Mandailing juga," kata Nur.
Nur mengatakan berbagai macam cara untuk mengolahnya dengan cara dibakar atau direbus.
"Banyak, ada disambal asam, ada untuk holat, ada dibuat tauco, tergantung selera oranglah yang makan ya kan, kalo kami biasa makan dibuat sambal asam aja sama holat gitu," ucap Nur.
Nur mengaku mengambil rotannya dari Laggapayung, Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
"Kalo bahasa orang Medan itu katanya pucuk rotan tapi kalo kami bilang pakat, tapi harus pucuk muda rotan," tutup Nur.
(cr15/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/04042022_PEDAGANG-PAKAT_ABDAN-SYAKURO.jpg)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/04042022_PEDAGANG-PAKAT_ABDAN-SYAKURO-1.jpg)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/04042022_PEDAGANG-PAKAT_ABDAN-SYAKURO-2.jpg)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/04042022_PEDAGANG-PAKAT_ABDAN-SYAKURO-3.jpg)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/04042022_PEDAGANG-PAKAT_ABDAN-SYAKURO-4.jpg)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/04042022_PEDAGANG-PAKAT_ABDAN-SYAKURO-5.jpg)