Perang Rusia Ukraina
KENAPA Sekarang Putin Menginvasi Ukraina setelah Donald Trump Lengser? Berikut Penjelasannya
PM Inggris Boris Johnson menuding Rusia sedang merencanakan "perang terbesar di Eropa sejak 1945, meluncurkan invasi mengepung ibu kota Ukraina Kyiv.
TRIBUN-MEDAN.COM - TERJAWAB kenapa Presiden Rusia Vladimir Putin yang berambisi mengembalikan kejayaan Uni Soviet mewujudkan keinginannya setelah Donald Trump tidak lagi menjabat Presiden Amerika.
Kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat berubah drastis di era Presiden Joe Biden yang membuat Rusia berani mengepung tetangganya Ukraina dengan jumlah tentara yang diperkirakan antara 169 ribu hingga 190 ribu personel.
Bahkan PM Inggris Boris Johnson menuding Rusia sedang merencanakan "perang terbesar di Eropa sejak 1945.
''Intelijen menunjukkan Rusia bermaksud untuk meluncurkan invasi yang akan mengepung ibu kota Ukraina, Kyiv,'' kata Johnson seperti dilansir BBC.
NATO menyebut Rusia menempatkan sekitar 165 ribu hingga 190 ribu pasukannya di sepanjang dengan Ukraina.
Dilansir dari BBC Indonesia, Putin yang menjadi orang nomor satu Rusia sejak 2000, menyimpan dendam berkarat pada NATO.
Putin menganggap kejatuhan Uni Soviet pada 1991 merupakan pekerjaaan badan intelijen Barat.
"Misi Putin adalah kembali ke masa lalu. Dia ingin membalas apa yang dinamakannya sebagai "bencana geopolitik terbesar abad ke-20", jatuhnya USSR,'' ujar pengamat politik Valery Solovei.
Presiden AS, Donald Trump (kanan) dan Presiden Rusia, Vladimir Putin (kiri), mengadakan pertempuan bilateral pertamanya tak lama setelah perjumpaan informal pertama mereka di sela-sela KTT G20 di Hamburg, Jerman, Jumat (7/7/2017). ((AFP/SAUL LOEB))
Putin menyaksikan sendiri kejatuhan Jerman Timur 1989 yang diawali dengan tuntuhnya Tembok Berlin.
Putin bertugas di Dresden, Jerman Timur, sebagai pegawai rendahan KGB (berstatus agen biasa) tak berdaya menyaksikan warga setempat menghancurkan kantornya.
Putin menjelaskan sendiri bagaimana dirinya meminta bantuan ketika markas KGB di Dresden diamuk massa pada Desember 1989, namun Moskow, di bawah Mikhail Gorbachev, "terdiam".
Dia mengambil inisiatif untuk menghancurkan dokumen-dokumen yang bakal memojokkan Rusia di kemudian hari.
"Kami membakar sedemikian banyaknya sampai tungku meledak," sebut Putin dalam buku berisi kumpulan wawancara berjudul First Person.
Putin tidak bisa menerima kenyataan hampir semua negara-negara Eropa yang pernah berada di lingkungan Komunis, seperti Lituania, Latvia, Estonia, Polandia, Rumania, malah masuk NATO dan meninggalkan Rusia.
Tinggal Belarus saja yang masih setia pada Rusia. Itu pun karena petahana Presiden Alexander Lukashenko menggunakan tangan besi menggagalkan calon kelompok prodemokrasi menang Pilpres.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Rusia-pamer-rudal-hipersonik.jpg)