Cawir Bulung, Tradisi Suku Karo untuk Hindarkan Anak dari Malapetaka
Biasanya, keluarga yang melaksanakan Cawir Bulung, sebelumnya mendapat mimpi buruk yang dipercaya sebagai pertanda akan terjadi hal buruk
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Masyarakat suku Karo memiliki berbagai macam tradisi yang tetap eksis hingga saat ini.
Satu diantaranya yakni Tradisi Cawir Bulung. Cawir Bulung merupakan upacara yang dilakukan masyarakat suku karo untuk menghindari malapetaka ataupun hal buruk yang akan mengincar seorang anak.
Biasanya, keluarga yang melaksanakan Cawir Bulung, sebelumnya mendapat mimpi buruk yang dipercaya sebagai pertanda akan terjadi hal buruk terhadap seorang anak.
Maka untuk menangkal atau menggagalkan hal buruk tersebut dikakukanlah tradisi Cawir Bulung.
Dalam pelaksanaannya, Cawir Bulung layaknya upacara pernikahan sederhana, namun bukan upacara pernikahan yang sebagaimana mestinya.
Seorang warga Karo Rosmawati br Ginting mengatakan bahwa anak lelakinya pernah dicawir bulung dengan anak perempuan dari abang kandungnya.
Baca juga: Dituding Pamer Hingga Dihujat, Ini Alasan Ustaz Solmed Belikan Motor Rp700 Juta Untuk April Jasmine
Hal itu dilakukan sebab Ros mengaku bermimpi buruk tentang anaknya, yang jika diartikan menurutnya dapat berdampak fatal bagi hidup sang anak.
"Awalnya mimpi buruk kain anak saya hanyut. Kalau di kami masyarakat Karo mimpi seperti itu pantang (buruk) jadi dibuatlah cawir bulung untuk anakku,"katanya.
Ia menjelaskan bahwa upacara Cawir Bulung tersebut, memiliki beberapa tahapan pertama mencocokkan nama dan hari lahir anak hingga terpilih lah impalnya (pasangan cawir bulung), memilih hari yang tepat, dan selanjutnya Nenggeti Tendi (mengejutkan jiwa).
"Nenggeti Tendi ini bisa dibilang salah satu inti dari tradisi Cawir Bulung. Nanti anak akan dibawa diam-diam ke rumah impalnya tanpa sepengetahuan orangtua. Tujuannya agar jiwanya kaget dan hal buruk tersebut terpental dari jiwa sang anak," katanya.
Selanjutnya, kata Ros setelah berhasil membawa anak, pihak keluarga akan langsung dikabari untuk dilanjutkan ke acara selanjutnya.
"Nanti anaknya akan dipakaikan uis nipis lengkap dengan perhiasan ala kadarnya. Anak lelakinya juga nanti dipakaikan beka buluh seperi pasangan menikah suku Karo, tapi lebih sederhana," katanya.
Ros mengatakan biasanya Cawir Bulung dilakukan secara sederhana di rumah kalimbubu.
Baca juga: Kecelakaan Sepeda Motor Vs Truk di Simpang Kampung Lalang Medan, Seorang Pengendara Tewas
Ia menjelaskan bahwa meski pasangan anak lelaki dan perempuan tersebut sudah dicawir bulungi bukan berarti mereka harus terus menjadi pasangan suami istri saat sudah dewasa.
"Jadi ini tujuannya memang untuk menolak bala, bukan perjodohan. Setelah acara itu selesai ya kehidupan normal kembali seperti biasa. Enggak diharuskan mereka menikah kalau udah dewasa nanti, dan cukup jarang pasangan cawir bulung itu berpasangan saat dewasa," bebernya.
Ia mengatakan hingga saat ini masih banyak masyarakat Karo yang melaksanakan cawir bulung jika mendapat mimpi buruk tentang anaknya yang biasanya masih balita.
(cr21/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/pengunjung-saat-berfoto-di-depan-garista-situs-rumah-adat-karo-di-medan-beberapa-waktu-lalu.jpg)