Kedai Tok Awang
Desing Peluru dan Banteng yang Malu-malu
Kroasia tidak akan pernah takut menghadapi siapa pun. Hanya saja, dalam sepak bola, keberanian bukan satu-satunya modal.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
- Euro 2020
- Kroasia vs Spanyol
MENJELANG laga tarakhir di babak grup, tidak sedikit yang memperkirakan Kroasia dan Spanyol akan bernasib malang. Apa boleh buat, sampai laga kedua, desing peluru Kroasia masih tersendat. Mereka kalah dari Inggris dan hanya mampu meraih satu poin kala berhadapan dengan Republik Ceko.
Pun Spanyol. Tim Matador masih jauh dari kata meyakinkan. Banteng-banteng mereka, entah kenapa, masih "malu-malu". Apakah lantaran kurang percaya diri? Spanyol dua kali ditahan seri: 0-0 oleh Swedia dan 1-1 oleh Polandia. Jika ingin lolos ke fase selanjutnya, Kroasia dan Spanyol harus menang dari lawan-lawan mereka –Skotlandia dan Slovakia.
Bagaimana akhirnya sudah jelas. Kroasia menang 3-1 dan Spanyol meluluhlantakkan Slovakia lima gol tanpa balas. Namun, kemenangan-kemenangan ini, tidak lantas –setidaknya belum– membuat keyakinan para peramal bola terhadap keduanya pulih. Kroasia dinilai belum kembali ke level yang mereka tunjukkan di Piala Dunia 2018. Adapun Spanyol seperti masih terus mencari-cari bentuk. Dan kini, keduanya akan saling berhadapan.
"Pas lawan Slovakia Enrique pasang Sergio Busquets yang baru sembuh dari Covid. Resiko sebenarnya. Tapi dia enggak ada pilihan lain. Beberapa pemain sudah dicobanya untuk menstabilkan lini tengah. Nggak ada yang berhasil," kata Zainuddin seraya membolak-balik halaman koran. Berita soal perkembangan penerimaan siswa baru sistem online yang kacau balau menarik perhatiannya.
"Ya, kayak ini juga, lah," kata Zainuddin melanjutkan. "Coba pakai sistem baru, rupa-rupanya kacau balau. Ada satu dua yang gak beres jadi rusak semua."
Sudung yang sedang memetik gitar mengulik-ulik komposisi lagu 'Hotel California menirukan Alif Ba Ta, menyela Zainuddin.
"Tapi, Pak Guru, aku kira Luis Enrique belum bisa, lah, dibilang berhasil. Lawannya cumak Slovakia. Gak ada pemain-pemain gelandang Slovakia yang bisa ngimbangi Busquets. Selo kali main dia. Belum sampe bikin dia pura-pura jatuh dan guling-guling. Ibarat kata, belum teruji kali strategi Enrique itu."
Zainuddin mengangguk. "Yang bilang Enrique berhasil siapa, Dung? Saya hanya bilang, di laga lawan Swedia dan Polandia, lini tengah Spanyol enggak efektif. Enggak berhasil. Oper sana oper sini, enggak gol-gol juga. Artinya, ada aliran yang macet ke depan. Ada hal-hal yang bikin penyerang-penyerang Spanyol tumpul. Nah, pas lawan Slovakia mulai beres, tapi bukan berarti sudah beres sepenuhnya," katanya.
Wak Razoki yang sedang bermain catur dengan Leman Dogol ikut nimbrung. "Kalau saya melihatnya lain pula, Guru. Spanyol memang bisa menang besar sama Slovakia. Tapi cobak Guru perhatikan lagi, bisa dicek di YouTube, enggak ada yang betul-betul mantap. Apalagi gol pertama."
Jek Buntal yang menonton laga Wak Razoki dan Leman Dogol, sembari sesekali memberi usulan langkah kepada keduanya, tergelak panjang. "Iya, iya, macam main voli kiper Slovakia itu kutengok," ucapnya kemudian di sela tawa. "Niat mau mukul bola ke luar, eh, malah masuk gawang. Sayang kali, padahal sebelumnya dia bisa blok tendangan penalti Morata. From hero to zero, lah, istilahnya."
Kroasia memang bukan lawan sembarang. Bukan kaleng-kaleng. Walau tentu saja belum sampai di titik yang pernah dicapai Spanyol, setidaknya negara ini pernah beberapa kali menggebrak panggung sepak bola dunia. Pada keikutsertaannya yang pertama di Piala Dunia, tahun 1998, mereka menjejak di semi final. Teranyar, pada piala dunia lalu, mereka menembus final.
Sempat porak-poranda akibat perang, dalam tempo singkat Kroasia melesat sangat cepat. Bagai desing peluru. Bukan saja lantaran bakat-bakat teknis bola yang menakjubkan, tetapi juga mental. Tempaan perang membuat mental pemain-pemain Kroasia sekuat baja. Apalah arti 90 menit tekanan pertandingan dibanding hujaman peluru yang menembus dinding-dinding rumah, ledakan bom dan granat, dan kelaparan, bukan?
Kroasia tidak akan pernah takut menghadapi siapa pun. Ini sahih dan tak terbantahkan. Hanya saja, dalam sepak bola, keberanian bukan satu-satunya modal. Ada faktor-faktor teknis lain yang menentukan. Juga pengalaman. Dan bicara pengalaman, tentu, Spanyol lebih unggul.
"Kalok aku, soal pengalaman ini enggak terlalu menentukan. Setidaknya di pertandingan ini. Lawannya Kroasia, kok. Sudah pernah masuk final Piala Dunia. Di Euro ini pun, tahun 1996, pernah masuk perempat final. Kecuali kalok lawannya Indonesia," kata Leman Dogol.
Tok Awang, yang sedang membantu Ocik Nensi memotong cabai dan mengupas bawang untuk dibikin acar, menimpali Leman.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/kroasia-vs-spanyol-1.jpg)