Kedai Tok Awang

Penuntasan Rasa Penasaran 20 Tahun

Perancis dan Kroasia, barangkali ini menjadi final Piala Dunia yang paling tidak terprediksi.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
AFP PHOTO/JEWEL SAMAD
SUPORTER membentangkan bendera nasional Kroasia di kawasan Lapangan Merah, Moskow, jelang laga final Piala Dunia 2018 antara tim nasional Perancis dan Kroasia di Stadion Luzhniki, Moskow. 

Ajaibnya, bukan cuma satu. Berselang 23 menit, Thuram melesakkan golnya yang kedua. Golnya yang terakhir untuk Perancis sampai pensiun pada 2008 dengan caps 142.

"Kan, sial kali Kroasia tu. Gawang mereka dijebol pemain yang sebenarnya enggak becus nyetak gol," ujar Zainuddin.

Pak Ko yang ikut nongkrong di kedai setelah mengantarkan buah potong pesanan Ocik Nensi, menceletuk.

"Justru di situ strateginya, Guru. Jacquet sadar betul kalok Zidane, Djorkaeff, Deschamps, apalagi Si Guivarch enggak dapat ruang. Dicariknyalah alternatif," katanya.

PEMAIN tim nasional Perancis, Didier Deschamps (kanan), membayang-bayangi pemain tim nasional Kroasia Goran Vlaovic, pada pertandingan babak semifinal Piala Dunia 1998 di Stade de France, Saint-Denis, 8 Juli.
PEMAIN tim nasional Perancis, Didier Deschamps (kanan), membayang-bayangi pemain tim nasional Kroasia Goran Vlaovic, pada pertandingan babak semifinal Piala Dunia 1998 di Stade de France, Saint-Denis, 8 Juli. (FIFA.COM)

"Betul, Pak Ko," sahut Sangkot. "Yang agak-agak enggak masuk akal itu, kenapalah alternatifnya si Thuram. Kok, bukan si Henry, atau Trezeguet, atau siapa namanya itu yang kawannya Henry di Arsenal?"

"Pires, Kaka Sangkot," sebut Pace Pae. "Ini pemain kelas punya orang. Cuma kalau sa tra salah, dia orang malah jadi cadangan abis di itu pertandingan."

"Nah, ini maksudku. Intinya aku sepakat dengan Pak Guru. Pas di laga itu, Perancis memang beruntung. Apalagi, enggak lama setelah gol si Thuram itu, kan, stopper orang tu, yang sukak nyium kepala botak Barthez, kenak kartu merah."

"Blanc, Lauren Blanc, kenak usir wasit keluar lapangan," kata Zainuddin menimpali. "Kalah pemain bikin mereka terus diserang. Kroasia dapat banyak peluang tapi enggak satupun yang masuk."

Diserang kiri kanan, Pak Ko, satu-satunya suporter Perancis tulen di kedai Tok Awang, cuma bisa membisu. Dia memang bukan tipikal pendebat yang sanggup beradu argumen sampai tegang urat leher.

"Kalok aku lihatnya begini," ucap Jontra Polta menengahi serangan bertubi itu. "Kalah dua puluh tahun lalu bikin Kroasia penasaran, dan nanti malam akan jadi penuntasannya. Aku ada baca-baca, tahun 1998 itu, Zlatko Dalic, pelatih Kroasia sekarang, nonton di tipi dan enggak bisa tidur seminggu gara-gara Kroasia kalah."

"Jangan jugak kelen lupa, sepakbola bukan cumak perkara strategi dan semangat. Kondisi fisik jugak enggak kalah pentingnya. Perancis, faktanya, lebih segar dari Kroasia. Perancis enggak pernah main penalti. Kroasia dua kali penalti, ditambah satu pertandingan sampai perpanjangan waktu. Bukan tak capek kali tu," ujar Zainuddin

"Kalok menurut, Kaka Jon, bagaimana? Tuntaskah itu rasa penasaran?" tanya Pace Pae.

"Atau jangan-jangan makin penasaran, ya," ujar Pak Ko yang barangkali merasa sedikit mendapatkan angin.

Kalimat ini seyogianya potensial memperpanjang dan bahkan memperpanas debat. Namun pupus lantaran tiba-tiba, dari balik steling, Ocik Nensi melesatkan lagu dari Sang Raja Dangdut. Sungguh mati aku jadi penasaran... Sampai mati pun akan kuperjuangkan... (t agus khaidir)

Telah dimuat di Harian Tribun Medan
Minggu, 15 Juli 2018
Halaman 1

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved