Smart Woman
Qintari Ayu Aninditha, Korban Bullying yang Sukses Jadi Mentor
Saya mengajari public speaking, personal branding, karisma building, membangun karisma, mengajari kepribadian.
Laporan Wartawan Tribun Medan/Natalin
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN-Namanya Qintari Ayu Aninditha, bergelar sarjana psikologi dan kini ia masih aktif sebagai mahasiswa pasca sarjana di Fakultas Psikologi Klinis Anak, Universitas Sumatera Utara.
Ayu juga seorang trainer dan mentor yang mengajar pengusaha, dokter hingga pekerja.
"Saya mengajari public speaking, personal branding, karisma building, membangun karisma, mengajari kepribadian. Lebih ke mentoring, saya membantu seseorang untuk lebih kenalan sama dirinya. Bagi pengusaha, saya membantu memahami psikologi manusia seperti apa sehingga ketika ia paham psikologis lawan bicaranya, karena ia memahami itu jadi project yang dia inginkan bisa dapat diraih,"ujarnya.
Qintari juga sebagai pendamping anak-anak penderita kanker di Yayasan Onkologi Anak (YOAM). Ia memberikan dorongan dan motivasi kepada anak-anak penderita kanker.
"Saya membantu anak-anak penderita kanker dengan memberikan konseling, agar mereka tetap memiliki semangat hidup dan orangtua dapat memahami anak tersebut,"katanya.
Di sisi lain ia mengaku sejak kecil ia bercita-cita menjadi dokter anak. Namun setelah ia berpikir, enggak mungkin baginya untuk meraih hal itu, mengingat nilai studinya yang kurang baik.
"Saya enggak pintar, istilahnya dari SD sampai SMA saya mengalami kesulitan belajar. Nilai saya merah, orangtua saya juga harus ke sekolah buat ambil rapot dan saya berpikir saya enggak mungkin jadi dokter. Ya sudah saya pilih psikologi,"ujarnya.
Kini Qintari sangat menyukai psikologi, dimulai sejak menjadi Duta Mahasiswa Sumatera Utara di tahun 2012. Ia memberikan penyuluhan tentang HIV/AIDS, life skill, pengembangan diri kepada siswa siswi SMA dan Mahasiswa di Univesitas.
Pada tahun 2013 ia terpilih sebagai wakil Indonesia dalam International Youth Leadership Conference di Dubai, Uni Arab Emirates.
Anak kedua dari dua bersaudara ini menyadari subjek psikologi itu memang banyak dibutuhkan.
Pada tahun 2014 ia mewakili Indonesia dalam Human Rights and Education Accessibility Committee, G20 youth Summit 2014 di Jerman.
Di Jerman, ia bersama kepala negara yang tergabung di dalamnya, membahas komite akses pendidik dan HAM. Di sana banyak menyinggung tentang psikologi, dan ia memutuskan ingin menjadi psikolog.
"Tapi kalau ditanya jalan hidup saya, tidak semudah yang dibayangkan karena sejak SD hingga SMA saya mengalami bullying. Sempat ditindas teman-teman sekolah, saya enggak punya teman, terus nilai saya jelek,"ujarnya.
Untung saja ia memiliki orangtua yang selalu mendukungnya. "Kamu tamat saja, enggak usah kejar-kejar rangking,"orangtua saya menerima saya apa adanya,"ujarnya, menirukan perkataan mamanya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/qintari-ayu-aninditha_20180415_112527.jpg)