Opini
Pembangunan Kawasan Wisata Toba yang Berkelanjutan
Kunjungan presiden di beberapa wilayah Sumatera Utara minggu lalu, menunjukkan betapa permerintah menaruh perhatian besar bagi kawasan ini.
Oleh: Manahan Sihotang
Pada awal periode pemerintahnnya, Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Parawisata mencanangkan kawasan Danau Toba menjadi salah satu tujuan wisata prioritas bersama 9 kawasan wisata lainnya di Indonesia.
Kunjungan presiden di beberapa wilayah Sumatera Utara minggu lalu, menunjukkan betapa permerintah menaruh perhatian besar bagi kawasan ini agar pembangunan wisata Danau Toba yang sudah dicanangkan sebelumnya segera dilakukan dengan cepat, terpadu, dan terintegrasi di kawasan sekitarnya.
Tentu yang menjadi tujuan utama permerintah adalah industri wisata menjadi salah satu sumber penting bagi pendapatan devisa negara yang kemudian berdampak pada pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional.
Kawasan ini berpotensi besar menjadi kawasan wisata berkelas dunia dengan keanekaragaman jenis wisata seperti keindahan alam, suku dan budaya, wisata pendidikan, wisata rohani, dan lainnya. Namun, dibandingkan dengan kawasan wisata lain di Indonesia, kunjungan wisatawan domestik maupun manca negara ke Danau Toba masih relatif rendah dibandingkan tujuan wisata lainnya, seperti Bali dan Yogyakarta.
Menyadari itu, sudah sepatutnya di tengah kondisi melemahnya pendapatan negara dari sektor energi dan perdagangan, upaya pemerintah mendorong industri parawisata di kawasan Danau Toba menjadi salah satu tujuan wisata yang berkelas dunia, yang patut diapresisasi dan didukung sepenuhnya.
Kemauan untuk membangun wisata secara massif tidak hanya memperhatikan dampak ekonomi saja, akan tetapi bagaimana dampaknya terhadap lingkungan, sosial, dan budaya masyarakat sangat penting untuk diperhatikan. Beberapa aspek tersebut penting dipikirkan dan dipertimbangkan dalam tahap perencanan pembangunan sebuah kawasan.
Perencanaan yang didukung oleh kajian multi aspek dan multi disiplin akan dapat menghindari dan meminimalisasikan efek kerusakan lingkungan, sosial dan budaya setempat, bahkan potensi konflik vertikal dan horizontal khususnya dalam hal konflik penggunan lahan pemerintah, pengusaha, dan masyrakat setempat.
Dalam konteks pengembangan kawasan wisata Danau Toba, saya bermaksud memberikan masukan konsep/model bentuk wisata yang dapat dikembangkan dan langkah-langkah strategis yang bisa dilakukan agar pembangunan wisata ini dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan yang berkepintangan dan menghindari konflik kepetingan yang mungkin akan terjadi.
Potensi Terbaik di Kawasan Danau Toba
Semua pembangunan wilayah membutuhkan ruang, untuk itu kegiatan pembangunan dilakukan pada arahan ruang yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung. Demikian halnya pembangunan kawasan wisata Danau Toba, rencana induk pembangunannya mengacu pada penggunaan dan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan peruntukkannya dan disepakati oleh para pihak yang berkepentingan.
Untuk itu konsep pembangunan wisata kawasan Danau Toba dirancang mengacu pada konsep wisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang menghargai masyarakat setempat bersamaan dengan para pelancong, warisan budaya, dan lingkungan.
Berkaitan dengan itu, isu-isu yang strategis, hal-hal yang unik penting untuk ditonjolkan menjadi nilai pasar (market value). Beberapa keunikan wisata yang teridentifikasi di kawasan ini dan dapat di pasarkan sebagai objek wisata adalah antar lain; keindahan alam, ekologi, pendidikan,rohani, dan budaya.
Beberapa contoh yang terdapat di kawasan ini di antaranya:
1. Wisata berbasis keindahanan alam (nature based tourism). Panorama yang indah Danau Toba secara merata dapat dinikmati dari segala penjuru. Keindahan danau dengan udara yang sejuk pada dataran tinggi, pegunungan di sekelilingnya, warna air yang biru pada cuaca matahari yang cerah, sebuah pulau (Pulau Samosir) yang dikelilinginya, mungkin hanya beberapa terdapat di dunia. Hal ini merupakan daya tarik yang paling menonjol bagi para wisatawan di kawasan ini.
2. Wisata berbasis ekologi (ecotourism). Ekowisata sebuah konsep perjalan wisata ke sebuah tempat yang masih terjaga kealamiannya dengan tujuan konservasi lingkungan, melestarikan kehidupan dan juga meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. Terdapat beberapa kawasan penting di wilayah ini untuk ekowisata-Taman Nasional dan Hutan konservasi- seperti TN Gunung Leuser (TNGL) di utara Danau Toba dengan yang nilai keaneka ragaman hayati yang sangat tinggi.
Kawasan ekowisata Tangkahan yang juga bagian TNGL yang menonjolkan kekayaan vegetasi hutan tropis dan habitat gajah liar yang tersisa di Pulau Sumatera. Ekowisata Bukit Lawang sebagai pusat rehabilitasi orangutan untuk dikembalikan ke habitat aslinya di kawasan TNGL. Masih terdapat banyak potensi ekowisata yang perlu dikembangkan di sisi Barat dan Selatan Danau Toba.
3. Wisata pendidikan atau wisata edukasi (educational tourism). Kawasan Danau Toba dapat dijadikan menjadi laboratorium alam untuk bidang keilmuan geologi, biologi, kehutanan, dll. Kawasan ini menjadi situs menarik bagi para ahli-ahli geologi domestik dan manca negara tentang sejarah terbentuknya Kaldera Danau Toba.
Para peneliti vegetasi yang tertarik pada keanekaragaman vegetasi yang terbentang pada hutan tropis dataran rendah sisi Barat, dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan sampai pantai Timur Sumatera. Para ahli biologi dapat melakukan kegiatan penelitian spesies-spesies langka seperti Orangutan Sumatera dan Harimau Sumatera di wilayah hutan di kawasan ini yang menjadi habitat pentingnya.
4. Wisata religi (religious tourism) yang terkait dengan situs-situs keagaaman. Terdapat banyak situs-situs bersejarah terkait dengan penyebaran agama di wilayah ini. Sejarah masuknya agama Kristen Protestan oleh Zending di Tapanuli yang berpusat di Tarutung meninggalkan banyak situs yang saat ini menjadi tempat peziarahan umat Kristen.
Demikian halnya situs peninggalan penyebaran agama Katolik pertama kali di daerah Barus, agama Islam dari Sumatera Barat ke daerah Mandiling Natal, bahkan agama tradisional Parmalim yang diwariskan Sisingamangaraja merupakan potensi wisata religi yang bisa dikembangkan.
5. Wisata berbasis budaya (cultural tourism). Kawasan Danau Toba merupakan asal usul (bonapasogit) marga-marga dari beberapa sub-etnik Batak (Simalungun, Karo, Pak-Pak Dairi, Toba, dan Mandailing) yang kemudian berdiaspora di kawasan regional bahkan penjuru dunia. Tanah leluhur dari masing-masing sub-etnik dan marga tersebut masih eksis dan dapat ditemukan.
Tempat-tempat tersebut memiliki nilai historis yang unik dan dapat dijadikan sebagi pusat-pusat wisata budaya dan ditempatkan pada wilayah administrasi yang mewakilinya. Pusat budaya Simalungun di kembangkan di wilayah Kabupaten Simalungan yang merupakan representasi zona sub-etnik Simalungun. Demikian juga dengan sub-etnik lain, seperti Karo terfokus di Kabupaten Karo, dan yang lainnya.
Mencermati besarnya potensi wisata dan luasnya kawasan yang tercakup, maka pengembangan kawasan wisata Danau Toba sudah sewajarnya kegiatan ini melibatkan campur tangan Pemerintah Pusat dan kordinasi Pemda Propinsi dengan Pemda Kabupaten yang berdampak. Tidak hanya Kabupaten yang berbatasan dengan Danau Toba, namun juga di luar kawasan tersebut seperti Kabupaten Nias, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, bahkan Mandailing Natal.
Rancangan induk kawasan wisata Danau Toba berlandaskan tata ruang dan partisipasi pemangku kepentingan dalam memastikan pembangunan kawasan wisata Danau Toba yang berkelanjutan dan meminimalkan dampak negatif perlu dilakukan beberapa hal, di antaranya, Harmonisasi dan penyelarasan rancangan induk pembangunan wisata Danau Toba pada level Rencana Strategis Nasional dengan Rencana Tata Ruang Propinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Kabupaten (RTRWK). Setidaknya dua landasan hukum yang menjadi pegangan, yaitu UU Penataan Ruang No.26 Tahun 2007 dan Perda Tata Ruang Sumatera Utara No 7 Tahun 2003.
Di luar ketidaksempurnaan produk hukum ini, substansi yang ingin disampaikan jelas bahwa semua kegiatan pembangunan diselaraskan dengan UU Tata Ruang dan Perda Tata Ruang yang berlaku. Selanjutnya, karena pembangunan sifatnya sangat dinamis RTRWP dan RTRWK perlu dikaji kembali.
Kajian yang bersifat akademis perlu dilakukan agar terdapat kesesuaian terhadap kebutuhan dan kondisi saat ini. Dari sisi lingkungan hidup upaya untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan dan bencana, perlu penempatanan kegiatan pembangunan dilakukan selaras dengan arahan pola ruang. Sehingga, peruntukkan ruang dalam wilayah terdistribusi tepat pada fungsinya.
Selanjutnya, rencana induk pembangunan terintegrasi dengan kepentingan dan inisiatif pemangku kepentingan (stakeholder). Pemetaan semua pemangku kepentingan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi kepentingannya masing-masing. Dari aspek budaya, pemangku kepentingan bisa diwakili oleh tokoh-tokoh adat dan individu yang berkompeten dalam adat dan budaya.
Dari aspek keagamaan, tokoh-tokoh agama maupun rohaniwan dapat mewakili kepentingan agama. Pemangku kebijakan diwakili oleh pemda, kepentingan swasta diwakili oleh pengusaha.
Dalam rencana induk, seluruh kepentingan dan inisiatif pemangku kepentingan terakomodasi dan disajikan sebagai informasi tematik yang relevan. Sebagai contoh, pemerintah daerah mewakili pemangku kebijakan memantau keselarasan kegiatan pembangunan dengan produk hukum yang dibuatnya, yaitu RTRWP dan RTRWK. Pengusaha mengintegrasikan batas-batas wilayah perizinan yang diberikan oleh Bupati/Walikota maupun Gubernur.
Tokoh-tokoh agama mengintegrasikan objek-objek penting atau situs-situs yang memiliki nilai-nilai religius dari sudut keagaman. Tokoh-tokoh adat dan individu yang berkompeten memasukkan batas-batas penting untuk zona etnis, situs atau objek penting dalam budaya masyarakat. Kegiatan ini mendukung semangat Peraturan Mendagri No.56 Tahun 2014 dalam melibatkan peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang daerah.
Untuk itu, beberapa sarana pendukung perlu dibentuk: (1) Forum pemangku kepentingan dan (2) Instrumen yang berbasis teknologi untuk memudahkan proses pengajian konflik dan tumpang tindih kepentingan. Pembentukan forum multi pihak yang anggotanya terdiri dari perwakilan semua pemangku kepentingan menjadi sebuah lembaga penting dan strategis dalam proses pengambilan keputusan.
Semua anggota forum ini diharapkan memiliki kapasitas dan kompetensi di bidangnya. Masing-masing mampu mempromosikan kepentingan yang diwakilinya untuk tujuan bersama serta mendukung prinsip keterbukaan, sehingga keputusan yang akan diambil adalah keputusan bersama.
Untuk memudahkan proses kajian dalam upaya mengintegrasikan semua kepentingan, perlu dibangun instrumen analisis tumpang tindih kepentingan penggunan lahan (landuseoverlapped analysis) yang berbasis data spasial (georeference) online.
Instrumen ini bisa dikatakan sebuah aplikasi Sistem Informasi Geografis yang berfungsi menyajikan dan menganalisis data dan informasi spasial. Karena bersifat online, sistem ini dapat dijangkau oleh semua pemangku kepentingan, apakah mereka yang berada dalam forum pemangku kepentingan maupun yang diluar.
Instrumen ini akan memfasilitasi partisipasi semua elemen masyarakat yang ingin mendorongmasing-masing kepentingannya agar terintegrasi dengan rencana pembangunan. Sehingga seluruh proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara utuh dan transparan.
Bila langkah-langkah ini dilakuan sejak awal, tumpang tindih kepentingan dan potensi konflik yang mungkin terjadi sebagai dampak kebijakan pembangunan kawasan wisata Danau Toba sudah dapat diketahui sejak awal. Selanjutnya dalam forum pemangku kepentingan bisa diselesaikan dan menghasilkan solusi terbaik.(*)
(Penulis adalah consultan geografi, business owner Geodata Indoservices, Sustainability Tool Expert USAID Lestari, Lulusan dari UGM Yogyakarta, Jurusan Mapping & Modelling for Biodiversity Conservation di Chiba University, Japan, dan Jurusan Penginderaan Jauh di Universitas Dundee, Skotlandia)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/presiden-joko-widodo-bersama-ibu_20160821_230826.jpg)