citizen reporter
PSSI Tak Becus, KLB Harga Mati
Rapat Akbar Sepakbola Nasional (RASN) digelar di Hotel Pullman, Jakarta, Minggu (18/12).
Penulis: Randy P.F Hutagaol |
TRIBUN-MEDAN.com MEDAN - Rapat Akbar Sepakbola Nasional (RASN) digelar di Hotel Pullman, Jakarta, Minggu (18/12). Rapat berlangsung selama dua jam, (pukul 19:30-21:30 WIB) yang dipimpin empat anggota Exco PSSI; La Nyalla Mattaliti, Erwin Dwi Budiman, Toni Apriliani dan Roberto Rouw. Keempatnya merupakan anggota PSSI yang kritis.
Rapat dihadiri lebih dari 2/3 anggota PSSI. 452 perwakilan yang terdiri dari 28 utusan pengprov se-Indonesia, 18 klub ISL, selebihnya klub-klub yang berasal dari divisi utama, I, II dan III. Saya bersama Benny Tomasoa mewakili PSMS Medan. Sedangkan Pengprov Sumut diwakili Kamaluddin Harahap dan Azam Nasution. Mereka juga membawa serta 24 klub dari Sumatera Utara.
Ada dua hasil fundamental dari RASN. Pertama; pengajuan mosi tidak percaya kepada Ketum Djohar Arifin Husin, Wakil Ketua Farid Rahman, dan jajaran anggota Excecutive Committe (EXCO) Sihar Sitorus, Tuti Dau, Mawardi Nurdin dan Widodo. Kedua, mendesak digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) selambat-lambatnya 30 Maret 2012.
Surat tersebut harus dibalas paling lambat 23 Desember 2011. Jika tidak ada balasan atas permintaan tersebut. Maka 452 klub/pengprov akan membentuk Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia. Komite ini nantinya yang bakal menggelar KLB.
Komite ini diketuai Toni Aprilian dan dibantu tiga anggota PSSI La Nyalla Mattaliti, Roberto Rouw dan Erwin Dwi Budiman. Publik sepakbola Tanah Air tidak perlu menguatirkan perihal legalitas. Sebab Komite ini dibentuk lebih dari 2/3 anggota PSSI. FIFA atau AFC tidak akan dapat berkelit dan kami yakini bahwa selama ini federasi sepakbola dunia dan Asia tersebut mengetahui polemik sepakbola nasional.
Rapat berjalan sesuai prosedur organisasional. Setiap klub/ pengprov diminta menyampaikan aspirasi secara tertulis. Selanjutnya pematangan dilakukan. Pimpinan sidang mempertanyakan siapa yang setuju KLB diadakan?. Semua secara serentak tanpa komando berdiri dan menyatakan sepakat KLB digelar.
Kegelisahan atas anomali kebijakan PSSI memang sudah melewati ambang batas. Ada beberapa alasan atas urgensi KLB digelar. Pertama, pemaksaan penggelembungan kontestan kompetisi kasta tertinggi dari 18 menjadi 24. Kedua, pencabutan mandat PT LI ke PT LPIS sebagai pengelola kompetisi tidak melalui mekanisme kongres. Bahkan komposisi kepemilikan saham 70 persen dimiliki Djohar dan 30 persen dimiliki Farid Rahman. Seyogianya, klub-klub perserta yang memiliki persentase saham yang lebih besar.
Ketiga, pemutihan hukuman dua klub yang telah dikenai sanksi pada Kongres di Bali. Persema dan Persibo yang sempat menyeberang ke Liga Primer Indonesia (LPI) musim lalu diloloskan. Keempat, PSSI menciptakan klub-klub jelmaan untuk memuluskan rencananya. PSMS IPL yang berasal dari Bintang Medan, Arema Indonesia, Persebaya dari Persebaya 1927, Persija dari Batavia Union. Klub-klub lainnya atas nama konsorsium juga dikelabui semisal Persiraja dan Persiba Bantul.
Yang paling menarik, Toni Apriliani membeberkan yang selama ini publik tidak ketahui. Bahwa FIFA tidak meresponi layangan permintaan PSSI soal 24 klub kontestan IPL. Beliau menyebutkan bahwa PSSI yang digawangi Arifin Panigoro sedang berupaya menyelamatkan dana yang telah dikucurkan ke kompetisi LPI musim lalu. Bahkan ada bukti adanya utang PSSI di Bank Saudara.
Banyak lagi kebijakan-kebijakan PSSI era Djohar Arifin yang menabrak statuta FIFA. Karena itu 452 klub tidak menginginkan arogansi PSSI yang berbuntut kisruhnya sepakbola nasional berlanjut terus. Kami ingin melakukan perubahan di tubuh sepakbola nasional, jadi jangan pernah anggap kami memprovokasi KLB. Memang, sekiranya PSSI ngotot mempertahankan eksistensi dan kepentingan finansial maka KLB adalah sebuah keharusan yang tak bisa ditawar lagi.(raf/tribun-medan.com)