citizen reporter

Lobi 12 Kepala Negara

SAYA berada di Cannes, Perancis untuk mendampingi serikat buruh dunia (ITUC) yang menghadiri rapat negara-negara kelompok 20 (G20).

TRIBUN-MEDAN.com - SAYA berada di Cannes, Perancis untuk mendampingi serikat buruh dunia (ITUC) yang menghadiri rapat negara-negara kelompok 20 (G20). Pertemuan tahunan ini sesungguhnya hanya untuk kepala negara, tetapi ITUC memanfaatkan pertemuan itu untuk ajang lobi. Kami hanya mendapat status undangan.

Cannes (dibaca kans), terletak di bagian Selatan Perancis, sangat terkenal di dunia karena menjadi tempat penyelenggaraan festival film dunia setiap  tahun. Kotanya kecil, tapi lokasinya  menarik, karena terletak di pinggir pantai yang berbentuk bulan sabit, dikelilingi gunung, garis pantai panjang dan cuaca yang selalu hangat karena pengaruh Laut Mediterania. Tentu saja ada beberapa fasilitas hotel hebat, yang biasanya dihuni artis Hollywood.

Saya tiba Senin (1/11) dan menginap di Hotel Palace Cannes, hotel bintang empat, agak tua tetapi tetap mahal. Masih ada beberapa jam sebelum pertemuan koordinasi, saya memanfaatkan waktu dengan berjalan kaki ke pusat kota. Polisi ada di setiap sudut untuk mengamankan jalannya sidang G20. Pusat kota ditutup untuk umum, bahkan pemilik rumah dan toko harus menggunakan tanda (badge) untuk bisa keluar masuk kota. Saat makan malam, saya terkejut karena kota seterkenal ini tidak membuatnya jadi kota mahal. Di pusat Kota Paris, Brussel, London, biaya makan malam sederhana minimum Rp 300 ribu, tetapi di Cannes masih bisa Rp 200 ribu. Mereka bilang, bahwa kota ini sengaja tidak dibuat mahal, supaya para turis tidak takut berkunjung.

Esoknya, kami mulai bekerja dengan mendatangi pada pemimpin G20 dan pemimpin PBB. Tujuan utama kami adalah meyakinkan pemimpin dunia agar lebih fokus terhadap penciptaan lapangan kerja, mengurangi pengangguran kaum muda, jaminan sosial minimum untuk rakyat. Krisis dunia tidak akan bisa diatasi, sepanjang pekerjaan tidak tersedia. Selama dua hari di Cannes, kami bisa bertemu 12 kepala negara, mulai dari Presiden Perancis, Nicholas Sarkozy, Presiden Argentina,  Cristina Fernandez de Kirchner, Presiden Brazil, Dilma Rousseff, PM Australia, Julia Gillard, Presiden AS, Obama, Kanselir Jerman, Angela Merkel (German), Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, Sekjen PBB, Ban Ki Moon, dan lainnya.

Kecuali Presiden Indonesia, SBY. Saya malu pada teman ITUC, karena SBY menjadi satu-satunya presiden yang tidak pernah mau ditemui ITUC, sekalipun sejak G20 di London, Pitsburg, Washington, Korea, terus disurati.

Yang lucu, beberapa pertemuan kami dilakukan di Hotel Marriott tempat SBY menginap. Saya melihat rombongan Indonesia dengan perasaan sedih, karena jarak saya dengan kamar SBY mungkin hanya beberapa meter. Agak aneh juga saya tidak membaca satupun pernyataan Presiden SBY di koran internasional selama berlangsungnya G20. Bahkan pada G20 sebelumnya.

Rombongan kami puas mendapat respons positif dari kepala negara di atas. Mereka sepakat dengan argumentasi yang kami sampaikan. Mereka berjanji akan memasukkannya dalam komunike akhir G20.

Hal menarik lainnya adalah, saat jogging pagi, saya berpapasan dengan Presiden Sarkozy. Kami berlari di jalan yang sama. Dia hanya dikawal tiga orang. Itu sebabnya saya tidak menyadari saat pengawalnya dengan cara ramah meminta saya meminggir. Awalnya saya tidak mengerti, apalagi karena perawakan Sarkozy kecil dan lebih pendek dari saya. Pasti dia memiliki banyak kehebatan, karena bisa jadi Presiden Perancis dan kawin dengan model dan penyanyi cantik Carlo Bruni.

Hanya dua hari, saya bersiap pulang. Tapi mumpung kota ini dekat dengan Montecarlo (Monaco) dan Nice, saya memutuskan singgah dua hari lagi melihat kota yang terkenal itu.(*)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved