citizen reporter

Ratifikasi Hak Penyandang Cacat

Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Negeri Medan (Pusham Unimed) mendukung dan mengapresiasi Pemerintah RI

TRIBUN-MEDAN.com - Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Negeri Medan (Pusham Unimed) mendukung dan mengapresiasi Pemerintah RI meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak-hak Para Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/CRPD).

DPR bersama pemerintah menyepakati untuk mengesahkan CRPD ke dalam hukum nasional Indonesia dalam bentuk undang-undang, 18 Oktober. Dengan langkah tersebut berarti Indonesia secara resmi telah menjadi negara pihak (state party) dalam CRPD sehingga ketundukan atas prosedur dan mekanisme hukum HAM internasional menjadi keniscayaan. Sikap ini patut didukung dan diapresiasi dalam upaya mendorong langkah-langkah akseleratif perlindungan dan penemuhan HAM bagi penyandang disabilitas.

Persoalan disabilitas acapkali dipahami sebagai bentuk kelemahan dan keterbelakangan. Akibatnya, penyandang disabilitas tidak mendapatkan porsi perlindungan dan pemenuhan HAM secara maksimal. Paradigma yang salah terhadap disabilitas telah sempurna melanggengkan ragam diskriminasi yang potensial dan aktual bagi penyandang disabilitas. Ketentuan Pasal 4 CRPD menyatakan dengan tegas, States Parties undertake to ensure and promote the full realization of all human rights and fundamental freedoms for all persons with disabilities without discrimination of any kind on the basis of disability (Negara pihak perlu memastikan agar para penyandang disabilitas menikmati semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun karena disabilitas).

Harus diakui bahwa regulasi Indonesia tentang penyandang disabilitas juga sangat minim. Bayangkan sampai sejauh ini Indonesia hanya memiliki UU No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan PP No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. Tentu saja, dengan pengesahan CRPD, langkah pertama dan utama yang mesti dilakukan adalah mengkaji ulang segala ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut agar penyandang disabilitas benar-benar diposisikan sebagai manusia bermartabat yang melekat pada mereka HAM. CRPD menetapkan tujuh prinsip yang mesti diperhatikan bagi para penyandang disabilitas, yakni (1) penghormatan atas martabat yang dimiliki, otonomi dan kemandirian individu; (2) non-diskriminasi; (3) partisipasi secara penuh dan efektif dan inklusi/keikutsertaan dalam masyarakat; (4) penghormatan atas perbedaan dan penerimaan terhadap penyandang disabilitas sebagai bagian dari kemanusiaan dan keragaman manusia; (5) kesempatan yang sama; (6) aksesibilitas; (7) kesetaraan antara laki-laki dan perempuan; dan (8) penghormatan atas kapasitas anak penyandang disabilitas dan hak mereka untuk mempertahankan identitasnya.

CRPD disahkan Majelis Umum PBB pada 13 Desember 2006 dan mulai berlaku sejak 3 Mei 1998. Indonesia secara resmi turut serta menandatangani CRPD pada 30 Maret 2007. Sampai saat ini 144 negara sebagai penandatangan dan 84 negara peratifikasi CRPD. Begitupun, lagi-lagi penting ditegaskan bahwa pengesahan CRPD bukanlah akhir dari segalanya. Indonesia tercatat telah meratifikasi beberapa instrumen pokok HAM internasional, seperti ICESCR 1966 melalui UU No. 11 Tahun 2005, ICCPR 1966 melalui UU No 12 Tahun 2005; CERD 1969 melalui UU No 22 Tahun 1999; CEDAW 1981 melalui UU No 7 Tahun 1984; CAT 1987 melalui UU No 5 Tahun 1998; dan CRC 1989 melalui Kepres No 36 Tahun 1990. Namun demikian dalam realitasnya kemajuan normatif ini belum juga mampu menampakkan perkembangan perlindungan dan pemenuhan HAM yang signifikan dan maksimal.

Persoalan utamanya adalah Pemerintah apalagi Pemerintahan Daerah tidak cerdas dan belum memiliki pemahaman yang utuh tentang pelaksanaan tanggung jawab dan kewajiban negara dalam perspektif HAM. Kebaikan hati dalam bentuk tindakan-tindakan parsial dan karitatif masih membayangi ragam kebijakan. Padahal, pada diri negara, terutama pemerintah, melekat tanggung jawab dan kewajiban HAM, yakni kewajiban menghormati (obligation to respect), melindungi (obligation to protect) dan memenuhi (obligation to fulfill) sebagai kewajiban konstitusional sebagaimana ditegaskan pada ketentuan Pasal 28I ayat (4) UUDNRI Tahun 1945.

Secara khusus, ini adalah tantangan nyata kepemimpinan Presiden SBY memasuki paruh kedua di akhir masa jabatannya sebagai kepala negara dan pemerintahan Indonesia untuk benar-benar merealisasikan HAM, khususnya bagi para penyandang disabilitas sebagai kelompok rentan pelanggaran HAM di Indonesia.(*)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved