Polres Sergai

Polri dan Mahasiswa UNIVA Bersihkan Makam Kerajaan Bedagai, Napas Sejarah Dihidupkan Kembali

Wakapolsek Tanjung Beringin Ipda Brimen bersama mahasiswa KKN UNIVA Medan, perangkat desa, dan tokoh masyarakat

Editor: Arjuna Bakkara
IST
Wakapolsek Tanjung Beringin Ipda Brimen Sihotang bersama mahasiswa KKN UNIVA Medan, perangkat desa, dan tokoh masyarakat membersihkan kompleks makam Kerajaan Bedagai di Desa Pekan Tanjung Beringin, Serdang Bedagai, Jumat (22/8/2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari ziarah budaya untuk melestarikan sejarah lokal. 

TRIBUN-MEDAN.COM, SERDANG BEDAGAI-Jumat pagi (22/8/2025), udara di Desa Pekan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai, terasa berbeda. Di bawah rindangnya pepohonan yang mengelilingi kompleks Masjid Jamik Ismailiyah, puluhan mahasiswa dan aparat Polri tampak sibuk membersihkan area makam tua—tempat bersemayamnya para raja dari masa silam.

Bukan sekadar gotong royong biasa. Kegiatan itu adalah bagian dari ziarah sejarah—sebuah napas kearifan lokal yang coba dihidupkan kembali. Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Al Washliyah (UNIVA) Medan, bersama Polsek Tanjung Beringin dan unsur masyarakat, turun langsung membersihkan tempat pemakaman umum (TPU) sekaligus makam Kerajaan Bedagai.

Di bawah bayang-bayang Masjid Jamik Ismailiyah—yang sejak 1880 menjadi penanda jejak peradaban Islam di kawasan ini kegiatan berlangsung penuh khidmat. Sejarah terasa hidup kembali.

Wakapolsek Tanjung Beringin, Ipda Brimen Sihotang SH MH, menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari komitmen Polri dalam membangun kedekatan sosial dan merawat sejarah lokal.

“Kami ingin menunjukkan bahwa Polri bukan hanya menjaga keamanan, tapi juga hadir dalam upaya pelestarian budaya dan mempererat silaturahmi masyarakat. Di momentum HUT RI ke-80 ini, ziarah dan gotong royong menjadi bentuk penghormatan kami pada para leluhur,” ujarnya.

Turut hadir dalam kegiatan ini, Kepala Desa Pekan Tanjung Beringin Ir. Indra Syahputra, Ketua LVRI Sergai Adnan Abi, anggota Komisi D DPRD Sergai Siti Aisah, serta perangkat desa, tokoh masyarakat, dan para kader perempuan.

Indra Syahputra menjelaskan, lokasi ini bukan sekadar makam. Di sinilah sejarah Negeri Bedagai bermula.

“Raja Ismail Sulung Laut yang dimakamkan di sini adalah simbol persatuan dua kerajaan besar. Ibunya, Raja Siti, adalah putri Kerajaan Tanjung Balai Asahan, dan ayahnya, Tengku Osman, berasal dari Kerajaan Deli. Saat pernikahan keduanya, Negeri Bedagai dijadikan hantaran pinangan—sebuah sejarah yang harus dikenang, bukan dilupakan,” ungkapnya.

Bagi mahasiswa UNIVA yang terlibat, kegiatan ini bukan hanya pengabdian kepada masyarakat, melainkan pelajaran langsung tentang nilai, akar budaya, dan identitas lokal.

Sementara itu, Siti Aisah dari DPRD Sergai menyebut kegiatan ini sebagai contoh sinergi ideal antara generasi muda, aparat, dan masyarakat.

“Gotong royong yang melibatkan mahasiswa, Polri, dan masyarakat ini adalah simbol kebersamaan yang patut ditiru. Ini menanamkan rasa memiliki terhadap sejarah dan lingkungan kepada generasi muda,” kata Aisah.

Kehadiran lintas elemen mulai dari Polri, pemerintah desa, lembaga legislatif, veteran hingga para pemuda menjadi potret harmoni dalam pelestarian nilai-nilai kebangsaan. Sebuah kerja kolaboratif yang tak hanya membersihkan fisik makam, tetapi juga membangunkan kembali kesadaran akan pentingnya merawat akar sejarah dan identitas budaya lokal.(Jun-tribun-medan.com).

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved