Berita Viral
AWAL Mula Nurhasan Dipecat Setahun Jelang Pensiun Gegara Seragam, Dulu Kepala SMPN 1 Ponrang Luwu
Bak jatuh tertimpa tangga, pasca menjalani hukuman penjara, Nurhasan langsung pula diberhentikan dari status ASN pada 8 September 2020.
TRIBUN-MEDAN.com - Beginilah awal mula Nurhasan (62) dicopot dari jabatannya sebagai kepala SMPN 1 Ponrang Luwu gegara masalah seragam.
Tak hanya itu, ia juga dipecat sebagai ASN setahun jelang pensiun.
Hal itu bak pil pahit mengingat dirinya sudah puluhan tahun mengajar.
Diketahui, Nurhasan menjadi guru sejak 1998.
Baca juga: TRAGEDI Kematian Ibu Muda Irene Sokoy dan Bayinya Akibat Penolakan Empat Rumah Sakit
Tak pernah dibayangkannya masa tugasnya berakhir dengan PTDH.
Selama mengajar, Nurhasan pun menorehkan prestasi diantaranya pernah menjadi Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan Ketua PGRI Kabupaten Luwu selama beberapa periode.
“Saya kira semua amanah itu saya jalankan dengan kerja sama teman-teman. Tidak ada yang saya curangi,” katanya.
Kini, di teras rumahnya, Nurhasan menjalani hari-hari sebagai petani sambil merawat sisa-sisa harapan.
Ia tak menuntut jabatannya kembali. Ia hanya ingin nama baik dipulihkan dan hak pensiun dikembalikan sebagai penghargaan atas dua dekade pengabdian.
“Ini hanya persoalan harga baju. Bukan kerugian negara. Saya hanya ingin keadilan,” katanya lirih.
Awal Mula Dipecat
Kasus ini bermula pada tahun 2018.
Baca juga: Honda Bikers Day 2025 Gaungkan Semangat Sosial Lewat Dukungan untuk Yayasan Darul Azkia
Nama Nurhasan terseret dalam kasus pengadaan seragam (batik dan olahraga) siswa.
Ia ditangkap saat sedang menghadiri rapat di Kantor Dinas Pendidikan Luwu, Kota Belopa.
Nurhasan saat itu mendapat panggilan mendesak untuk kembali ke sekolah.
Sesampainya di sana, suasana sekolah sudah dikuasai oleh petugas kepolisian.
“Saya kira hanya ada anak-anak berkelahi di sekolah, karena di sana memang rawan perkelahian,” kenang Nurhasan, Senin (24/11/2025).
Baca juga: Manajemen PSMS Medan Berduka, Ronny Pasla Sang Legenda Meninggal Dunia
Saat itu terjadi penggerebekan di sekolah, yang disebut Nurhasan sebagai Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh pihak berwenang, meskipun ia bersikukuh saat itu dirinya tidak berada di lokasi.
“Waktu saya tiba, sekolah sudah digerebek polisi. Uang Rp91 juta disita, katanya operasi tangkap tangan (OTT). Padahal, saya tidak ada di sekolah, saya ada di Dinas,” sambungnya.
Menurut Nurhasan, penangkapan dirinya tak berdasar.
Uang itu merupakan pembayaran pakaian sekolah—baju batik, baju olahraga, atribut, hingga iuran koperasi.
Seluruh pembayaran disebutnya telah disepakati orangtua melalui komite sekolah.
Ia mengklaim hanya memfasilitasi tempat rapat dan proses transaksi, sementara keputusan sepenuhnya berada di tangan Komite Sekolah dan orang tua.
“Saya hanya memfasilitasi tempat rapat. Semua keputusan ada pada komite,” ujarnya.
Menurut Nurhasan, total biaya yang dibebankan kepada siswa untuk mendapatkan dua pasang seragam, atribut, dan iuran koperasi tersebut adalah sekitar Rp 300.000.
Namun, proses hukum berjalan cepat. Nurhasan divonis bersalah dan dipenjara dua tahun.
"Itu pun telah dibentuk sistem kepanitiaan. Untuk membentuk mulai bendahara, sekretaris, sampai ketua komite. Dan itu disetujui orang tua siswa, untuk dua baju lengkap dengan atribut ditambah uang koperasi jadi total keseluruhan Rp300 ribu," tambah Nurhasan menjelaskan asal muasal pengadaan baju seragam di sekolahnya.
Baca juga: Ayah Tiri Alvaro Ditemukan Tewas dalam Sel, Terduga Pembunuh Diduga Akhiri Hidup Usai Diinterogasi
Nurhasan mempertanyakan dasar hukum yang memprosesnya secara pidana karena uang tersebut berasal dari kesepakatan swadaya orang tua/wali, bukan dari Anggaran negara.
Pasalnya, di sejumlah sekolah di Kabupaten Luwu pun juga melakukan inisiasi komite seragam sekolah.
“Di sekolah lain bahkan ada yang sampai Rp500 ribu untuk satu pasang baju lengkap," akunya dengan penuh keyakinan.
Namun nahas, pengabdian Nurhasan 20 tahun lebih di dunia pendidikan Bumi Sawerigading itu berakhir dibui.
Atas kasus itu, Nurhasan divonis dua tahun penjara.
Tak hanya sampai disitu, pasca menjalani hukuman penjara, Nurhasan langsung pula diberhentikan dari status ASN pada 8 September 2020.
"Sekitar satu tahun lebih sebelum masa pensiun saya," ungkap Nurhasan sambil memegang map kuning berisi surat keputusan pemberhentian Bupati Luwu tentang Pemberhentian karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang Ada Hubungan dengan Jabatan.
Setelah dipecat, Nurhasan kini bekerja sebagai petani.
Di usianya yang sudah menyentuh kepala enam, kondisi fisik Nurhasan tidak lagi sekuat masa muda.
“Saya ini sudah tua, tenaga tidak seperti dulu. Jadi hanya pasrah saja,” ungkapnya lirih.
Belakangan, Nurhasan membaca kabar bahwa dua guru di Luwu Utara mendapat rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto setelah dipidana karena pungutan dana komite.
Kisah itu membangkitkan asa dalam dirinya.
“Saya memohon kepada Bapak Presiden, semoga kasus saya disamakan dengan dua guru di Luwu Utara itu,” ujarnya.
Nurhasan berharap pemerintah dapat mengembalikan nama baiknya seperti dua guru di Kabupaten Luwu Utara.
Mantan Ketua PGRI Luwu ini meminta Presiden Prabowo menilai kembali kasus telah inkrah tersebut.
"Mudah-mudahan Bapak Presiden Prabowo bisa kembali mengulas kasus saya," pinta Nurhasan.
Ada tiga hal yang ia harapkan. Pertama, rehabilitasi dan pemulihan nama baik.
Kedua, pengembalian hak pensiun. Ketiga, pemulihan statusnya sebagai guru.
“Itu saja yang saya mohonkan kepada beliau. Semoga panjang umur dan sehat,” ungkap Nurhasan.
Artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/AWAL-Mula-Nurhasan-Dipecat-Setahun-Jelang-Pensiun-Gegara-Seragam-Dulu-Kepala-SMPN-1-Ponrang-Luwu.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.