Berita Viral

ANGGA Siswa SMP yang Tewas Dianiaya di Sekolah Sempat Pesan Kaos dan Sepatu Bola, 2 Orang Tersangka

ngga siswa SMP yang tewas dipukuli teman sekelas sempat menyampaikan pesam terakhir ke ayahnya. 

KOMPAS.COM/PUTHUT DWI PUTRANTO NUGROHO - TRIBUN JATENG/FAIZAL AFFAN
PERMINTAAN TERAKHIR - Sawindra, ayah Angga Bagus Perwira siswa SMPN 1 Geyer yang meninggal dunia di sekolah saat ditemui tim Tribun Jateng, Rabu (15/10/2025). Orangtua Angga, Sawendra (38) dan Ike Purwitasari (34) mengantar jenazah anak sulungnya ke peristirahatan terakhir di TPU Dusun Muneng, Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, Minggu (12/10/2025) pagi. Angga merupakan siswa SMP Negeri 1 Geyer korban perundungan oleh teman-temannya. Korban tewas di kelas pada Sabtu (11/10/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com - Angga siswa SMP yang tewas dipukuli teman sekelas sempat menyampaikan pesam terakhir ke ayahnya. 

Polisi telah menetapkan dua orang sebagai tersangka kematian Angga

Jasad Angga telah disemayamkan di Dusun Muneng Ledokdewan, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobongan. 

Angga merupakan siswa Kelas VII SMPN 1 Geyer. 

Sawindra, ayah dari Angga Bagus Perwira mengungkapkan percakapan terkahir dengan anaknya.

Ketika tim Tribun Jateng datang berkunjung pada Rabu (15/10/2025), Sawindra baru saja pulang mengantar anak keduanya membeli jajan di warung depan rumah. 

Wajahnya terlihat letih, namun begitu tim menyapanya dan menanyakan tentang Angga, matanya langsung berkaca-kaca.

“Saya sangat kehilangan. Dia anak baik,” ucapnya lirih, seperti dikutip TribunJatim.com dari TribunJateng.com, Kamis (16/10/2025).

“Angga itu nggak pernah maksa kalau minta sesuatu. Selalu tahu kondisi bapaknya. Kalau mau minta dibelikan apa-apa, selalu tanya dulu, ‘Ayah punya uang nggak? Kalau ada aku pengen dibelikan ini,’” lanjutnya dengan suara bergetar.

Baca juga: Brimob Sumut Gencarkan Patroli Dialogis di Kota Medan, Jaga Malam Aman dari Aksi Kriminal

Baca juga: Bangunan Ilegal RS Malahayati di Jalan Diponegoro Disegel Satpol PP Medan

Sawindra mengenang, beberapa hari sebelum kepergian Angga, sang anak sempat meminta dibelikan baju dan sepatu bola.

“Dia ikut klub sepak bola di kampung. Minta dibelikan kaos bola sama sepatu. Barangnya baru sampai hari Jumat. Rencananya Sabtu, habis pulang sekolah, mau dipakai. Tapi takdir berkata lain,” kenangnya.

Kaos dan sepatu yang baru dibeli itu kini tak pernah sempat digunakan.

Keduanya justru ikut mengiringi Angga ke tempat peristirahatan terakhir.

"Baju dan sepatunya saya minta dimasukkan sekalian ke liang lahat,” tutur Sawindra pelan.

Kesedihannya terungkap ketika ia menceritakan momen saat menerima kabar duka.

Saat kejadian, Sawindra sedang bekerja di sebuah pabrik di Cianjur.

“Sekitar jam dua belas siang saya dikabari kalau Angga pingsan di sekolah. Saya langsung disuruh pulang. Saat itu juga saya beli tiket bus. Tapi di perjalanan saya lihat berita di media sosial, kok Angga meninggal,” ujarnya dengan napas berat.

Ia mengaku tak berani langsung memberitahu istrinya yang ikut dalam perjalanannya ke Grobogan. 

“Takut kenapa-napa di jalan,” katanya.

Sesampainya di rumah, yang tersisa hanyalah tubuh anaknya yang sudah terbungkus kain kafan.

“Sudah nggak bisa lihat kondisi fisiknya. Sudah dibalut kain kafan. Saya cuma bisa lihat wajahnya saja,” kata Sawindra, menunduk.

Bagi Sawindra, sulit mempercayai bahwa anaknya harus meregang nyawa karena ulah teman sebayanya di sekolah.

“Namanya anak sekolah saling ejek itu biasa. Tapi saya nggak nyangka sampai seperti ini,” ucapnya lirih.

Kini, Sawindra dan keluarganya hanya berharap keadilan ditegakkan.

“Saya dan keluarga seminggu di sini, sekalian selesaikan kasus ini di polisi. Saya juga mau minta tanggung jawab dari pihak sekolah,” ujarnya.

Harapannya sederhana, agar tidak ada lagi anak lain yang menjadi korban kekerasan di sekolah, dan agar pelaku menerima hukuman setimpal.

“Intinya, saya ingin pelaku dihukum seadil-adilnya, meskipun masih di bawah umur. Semoga tidak ada lagi kejadian seperti ini,” tutupnya.

Sementara itu, kabar terbaru menyebutkan bahwa teman-teman Angga sudah ada yang dijadikan tersangka.

Dua teman Angga Bagus Perwira korban perundungan di SMP Negeri 1 Geyer ditetapkan menjadi tersangka.

Kedua siswa tersebut disebut-sebut terlibat dalam perkelahian sebelum Angga meninggal di kelas.

Meskipun sudah berstatus tersangka, keduanya dipastikan tidak akan ditahan, sekadar wajib lapor.

Saat ini polisi pun masih mendalami kasus perundungan berujung pada kematian di sekolah itu.

Bahkan tidak menutup kemungkinan dari pihak sekolah juga ada yang bakal ditetapkan sebagai tersangka.

Faktor penguatnya karena ada unsur kelalaian, kurangnya pengawasan dari pihak sekolah seperti yang sempat disampaikan Mendikdasmen Abdul Mu'ti.

Unit PPA Satreskrim Polres Grobogan telah menetapkan dua siswa SMP Negeri 1 Geyer sebagai tersangka dalam kasus dugaan perundungan yang menewaskan teman sekelasnya, Angga Bagus Perwira (12).

Kedua anak yang berkonflik dengan hukum tersebut masing-masing berinisial L (12) dan A (12).

Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Rizky Ari Budianto mengatakan, penetapan kedua tersangka dilakukan setelah penyidik mengantongi alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP.

“Kami tetapkan dua tersangka, anak berhadapan hukum sesuai serangkaian penyelidikan, pemeriksaan saksi, dan gelar perkara,” kata AKP Rizky seperti dilansir dari Kompas.com, Rabu (15/10/2025).

Menurut AKP Rizky, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kedua anak di bawah umur tersebut telah memenuhi unsur pidana untuk ditetapkan sebagai tersangka.

Meskipun berstatus tersangka, AKP Rizky menegaskan bahwa keduanya tidak ditahan karena usia mereka masih di bawah 14 tahun.

“Karena pelaku anak di bawah 14 tahun, maka tidak bisa ditahan merujuk pada UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Tapi proses hukum tetap berjalan,” ungkap AKP Rizky.

Dia menambahkan, dalam menangani kasus di lingkungan pendidikan, penyidik tetap berpedoman pada prinsip Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang menjamin hak-hak anak, termasuk hak memperoleh pendidikan.

Sebelum melangkah lebih jauh, Unit PPA Polres Grobogan telah bersurat ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Anak Pati, lembaga yang bertugas melindungi hak-hak anak selama proses hukum berlangsung.

“Nanti pelaku anak selama proses penyidikan akan didampingi dari pihak Bapas Anak. Jadi tetap memperhatikan hak-hak anak seperti hak memperoleh pendidikan,” kata AKP Rizky.

Bapas Anak juga akan melakukan penelitian terkait kelayakan perkara ini untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya.

(*/tribun-medan.com)

Artikel sudah tayang di tribun-jatim

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved