Berita Viral
Istana Sampai Minta Maaf, Maraknya Kasus Keracunan MBG, Miris Sehari Hampir 1.000 Korban
Pemerintah menyampaikan permintaan maaf atas maraknya kasus keracunan makanan yang diduga berasal dari program MBG
TRIBUN-MEDAN.com - Korban keracunan setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) terus berjatuhan.
Kasus terbaru terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah, Kecamatan Empang Kabupaten Sumbawa NTB dan Garut Jawa Barat pada hari yang sama, Rabu (17/9/2025).
Gejalanya hampir sama mulai dari pusing, mual, muntah, badan memerah hingga sesak napas.
Di Garut, 569 siswa keracunan seusai makan menu MBG yang dibagikan di sekolah-sekolah pada Rabu (17/9/2025).
Penyebab keracunan massal di sejumlah sekolah di Kabupaten Garut masih diselidiki.
Kasus keracunan massal pada hari yang sama terjadi di Banggai tercatat 251 siswa SD dan SMA jadi korban. Penyebabnya berasal dari menu ikan tuna goreng saus.
Dari 251 siswa yang terdampak di Banggai, 78 di antaranya harus menjalani rawat inap di rumah sakit.
Badan Gizi Nasional (BGN) telah mengirimkan sampel makanan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Palu untuk diuji.
“Sampel makanan pun sudah dipersiapkan untuk diuji di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kota Palu,” kata Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Salakan Banggai Kepulauan, Erick Alfa Handika Sangule dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta pada Jumat (19/9/2025).
Sedangkan di Kecamatan Empat, Sumbawa tercatat 125 siswa dari sejumlah sekolah.
Kepala Bappeda Sumbawa, Deddy Heriwibowo mengungkapkan, hasil pemeriksaan awal oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) menunjukkan adanya indikasi keberadaan bakteri Escherichia coli (E. Coli) dalam MBG.
"Kami telah menerima laporan dari Dinkes. Ditemukan indikasi bakteri coli, yang kemungkinan besar berasal dari kontaminasi air," kata Deddy saat dihubungi pada Jumat (19/9/2025).
Sudah Ribuan Siswa jadi Korban
Keracunan MBGProgram Makanan Bergizi Gratis (MBG) diluncurkan secara nasional pada 6 Januari 2025.
MBG adalah Program Makan Bergizi Gratis yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak-anak sekolah serta kelompok rentan lainnya.
Tujuannya adalah mendukung visi Indonesia Emas 2045 dengan membangun sumber daya manusia unggul, menurunkan angka stunting dan kemiskinan, serta menggerakkan ekonomi masyarakat.
Program ini menyediakan makanan yang padat gizi, meliputi karbohidrat, protein, sayuran, buah, dan lemak sehat.
Politisi PDI-P, Mohamad Guntur Romli, dalam akun X (Twitter) pribadinya menyebut bahwa total sudah lebih dari 4.000 siswa di seluruh Indonesia yang mengalami keracunan akibat konsumsi makanan MBG.
"Tidak meragukan niat naik Pemerintah membuat program ini, namun jumlah total siswa yang mengalami keracunan sejak peluncuran program MBG 6 Januari 2025, berdasarkan catatan Indef hingga September 2025, mencapai lebih dari 4.000 siswa" kata Romli.
“Tidak meragukan niat baik pemerintah menghadirkan program MBG. Namun fakta bahwa sudah lebih dari 4.000 siswa keracunan sejak Januari 2025 jelas menunjukkan ada masalah serius yang harus segera diperbaiki,” tulis Romli.
Romli mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh, bukan hanya menyalahkan pengelola lapangan.
Menurutnya, aspek standar keamanan pangan, distribusi bahan, serta pengawasan mutu harus diperketat.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat lebih dari 5.360 anak mengalami keracunan sejak program MBG diluncurkan.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyebut jumlah itu bisa lebih besar karena sebagian kasus diduga ditutupi.
“Kasus keracunan akibat makanan dari program MBG terus berulang. Dalam pemantauan kami, 5.360 anak mengalami keracunan. Jumlah ini bahkan bisa lebih seiring kasus yang terus terjadi dan sebagian ditutupi,” kata Ubaid dari Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (18/9/2025).
JPPI mendesak Presiden Prabowo untuk menghentikan sementara program MBG dan melakukan evaluasi menyeluruh.
“Kami tidak tega melihat anak-anak harus dilarikan ke rumah sakit, berjuang dengan selang infus di tangan mungil mereka, bahkan ada yang nyawanya hampir melayang,” ujarnya.
Pemerintah Minta Maaf
Pemerintah menyampaikan permintaan maaf atas maraknya kasus keracunan makanan yang diduga berasal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
Program ini telah digaungkan sejak kampanye Pilpres 2024, mulai diluncurkan pada 6 Januari 2025, dan ditegaskan sebagai prioritas nasional dalam RAPBN 2026.
“Pertama-tama tentunya kami atas namanya pemerintah dan mewakili Badan Gizi Nasional memohon maaf karena telah terjadi kembali beberapa kasus di beberapa daerah yang tentu saja itu bukan sesuatu yang kita harapkan dan bukan sesuatu kesengajaan,” kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Ia menegaskan bahwa pemerintah telah berkoordinasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN) dan pemerintah daerah untuk memastikan penanganan cepat bagi warga terdampak.
“Yang pertama adalah memastikan bahwa seluruh yang terdampak dan harus mendapatkan penanganan secepat mungkin dan sebaik-baiknya. Yang kedua tentu harus dilakukan upaya evaluasi termasuk mitigasi perbaikan supaya masalah-masalah seperti ini tidak terulang kembali,” katanya.
Lebih lanjut, Prasetyo menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menutup-nutupi jika ditemukan pelanggaran.
“Harus. Dan sanksi kalau memang itu adalah faktor-faktor kesengajaan atau lalai dalam melaksanakan SOP, tentunya akan ada sanksi kepada SPPG yang dimaksud,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan agar sanksi yang diberikan tidak mengganggu operasional program MBG.
“Sanksi yang akan diterapkan jangan sampai kemudian itu mengganggu dari sisi operasional sehingga mengganggu penerima manfaat untuk tidak mendapatkan MBG ini,” pungkasnya.
Anggota DPR Kritik BGN Buat Dapur Asal Jadi
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mengkritisi lemahnya pengawasan dan kontrol mutu di tingkat pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Hal ini merespons insiden penerima manfaat MBG di beberapa wilayah mengalami gejala keracunan beberapa waktu belakangan ini.
“Pertama-tama saya menyampaikan keprihatinan atas kejadian ini. Fakta adanya penerima manfaat MBG yang menunjukkan gejala keracunan menunjukkan lemahnya kontrol mutu,” kata Edy kepada wartawan, Jumat (19/9/2025).
Edy menilai bahwa akar persoalan terletak pada pendekatan BGN yang terlalu berfokus pada peningkatan kuantitas dapur penyedia makanan atau Sentra Penyedia Pangan Gizi (SPPG), tanpa memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan.
Ia menyoroti rendahnya serapan anggaran BGN yang hingga saat ini baru mencapai 18,6 persen dari total Rp 71 triliun.
Menurut dia, demi mengejar target serapan, BGN mendorong percepatan pembangunan dapur yang justru berisiko mengabaikan standar keamanan.
“Yang dikejar sekarang itu jumlah dapur, bukan kualitas. Kuantitas dapur jadi target, sementara standar mutu dan keamanannya diabaikan. Akibatnya, dapur-dapur itu ada yang dibangun asal jadi, ada yang belum memenuhi standar,” kata Edy.
Edy mengungkapkan sebagian besar pembangunan dapur MBG diserahkan kepada yayasan-yayasan masyarakat yang dinilai belum memiliki kapasitas dan modal memadai untuk membangun fasilitas yang sesuai ketentuan.
Edy mendorong pemerintah memberikan akses pinjaman lunak bagi yayasan agar dapat membangun SPPG sesuai standar.
“Pembenahan dari hulu ini penting karena membangun SPPG ini bukan hanya mendirikan bangunan saja. Dengan adanya standar harapannya dapat mengurangi adanya cemaran yang masuk dalam makanan,” kata Edy.
Edy mengusulkan agar BGN tidak menjadi satu-satunya lembaga yang menilai kelayakan SPPG.
Edy menekankan pentingnya akreditasi atau verifikasi dari lembaga independen guna memastikan kepatuhan terhadap standar mutu dan keamanan pangan.
“Jangan mudah mengizinkan SPPG yang belum sesuai standar untuk beroperasi agar penerima manfaat tidak dirugikan,” kata Edy.
Tak hanya BGN, Edy juga melayangkan kritik kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Dinas Kesehatan daerah yang dinilai belum optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan.
“BPOM sudah diberikan tambahan anggaran sampai Rp 700 miliar untuk pengawasan SPPG,” ungkap Edy.
“Keselamatan penerima manfaat MBG jauh lebih penting daripada sekadar mengejar target pembangunan dapur atau angka serapan anggaran,” sambung Edy.
Alasan BGN soal Penyebab Keracunan MBG
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana sempat menyebut penyebabnya adalah adanya bahan baku makanan yang sudah tidak layak disajikan.
Pernyataan Dadan ini mengomentari keracunan MBG yang terjadi pada medio Mei 2025 lalu yang terjadi di berbagai wilayah.
Selain itu, Dadan mengatakan penyebab terjadinya keracunan karena pihak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terlalu lama dalam memasak makanan dan diimbau untuk mempercepat prosesnya.
"Kejadian di Sukoharjo kemudian juga kejadian di Pali, Sumatera Selatan itu karena processing terlalu lama, termasuk di Bandung dan di Tasikmalaya sehingga kita meminta sekarang seluruh SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) memasaknya tidak terlalu lama antara waktu memasak dengan penyiapan," kata Dadan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di Senayan, Jakarta Pusat pada 21 Mei 2025 lalu, dikutip dari YouTube Parlemen TV.
Dadan juga menjelaskan peristiwa keracunan ketika itu lantaran makanan yang disjaikan tidak kunjung dikonsumsi oleh siswa.
Penjelasan ini berkaca dari kasus keracunan MBG di Batang, Jawa Tengah, saat itu siswa baru mengonsumsinya pada siang hari setelah mengikuti acara sekolah.
Dia mengungkapkan, berkaca dari kasus tersebut, maka diharapkan adanya peningkatan prtokol keamanan saat proses pengantaran makanan dari SPPG ke sekolah dan imbauan bagi sekolah agar segera mengonsumsi makanan MBG.
Dadan mewanti-wanti agar makanan segera diganti menu lain ketika rasa atau tekstur makanan sudah berubah.
Ia mewajibkan adanya uji organoleptik terkait tampilan, aroma, rasa, tekstur, dan lain-lain.
"Baik itu (keracunan MBG) di Bogor, di Cianjur, kemudian di Bandung, di Tasikmalaya, itu kejadiannya justru terjadi pada satuan-satuan pelayanan yang sudah 3-4 bulan melakukan distribusi makanan,"
"Jadi ada kesan bahwa ini menjadi kebiasaan dan kemudian kami putuskan agar melakukan penyegaran dan sekarang setiap dua bulan penjamah makanan tersebut kami kumpulkan untuk diberi pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan juga keterampilannya," beber Dadan.
Dadan kembali memberikan penjelasan terkait keracunan MBG yang masih terjadi di berbagai wilayah.
Menurutnya, peristiwa tersebut bisa terjadi karena adanya SPPG yang masih baru beroperasi.
Pernyataan Dadan ini berkaca dari peristiwa keracunan massal yang terjadi di Kabupaten Lebong, Bengkulu pada 27 Agustus 2025 itu.
Keracunan massal tersebut dialami oleh 456 orang. Bahkan, korban keracunan tidak hanya siswa tetapi juga dialami oleh guru, dikutip dari Tribun Bengkulu.
Berkaca dari peristiwa ini, Dadan berharap agar SPPG yang baru beroperasi agar tidak langsung ditugaskan untuk menyediakan makanan untuk ribuan orang.
“Makanya kami kemudian sarankan untuk SPPG baru mulainya bertahap, karena ibu-ibu yang biasa masak untuk empat orang sampai sepuluh orang itu belum tentu bisa masak langsung untuk 1.000 sampai 3.000 orang,” kata Dadan di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Dadan juga mengungkap soal kasus keracunan MBG yang terjadi di Maluku Barat Daya.
Dikutip dari Tribun Ambon, keracunan MBG dialami oleh puluhan siswa di SMP Negeri 1 Pulau Babar, Negeri Tepa, Kecamatan Babar Barat, Maluku Barat Daya, pada Kamis (11/9/2025) lalu.
Menurut keterangan orang tua salah satu siswa, Jos Untayan, anaknya diduga keracunan setelah memakan ikan yang berada di menu MBG.
“Anak-anak yang dirawat kurang lebih 40 siswa kalau tidak salah. Gejalanya beda-beda. Dicurigai karena ikan yang mereka makan,” katanya.
Terkait peristiwa yang terjadi di Maluku Barat Daya, Dadan mengatakan penyebabnya karena adanya pergantian pemasok bahan baku.
Padahal, lanjut Dadan, di wilayah tersebut tidak pernah terjadi insiden keracunan sejak MBG pertama kali dilakukan pada Januari 2025 lalu.
"Kemarin kejadian karena mendapat informasi baru ganti supplier. Jadi bahan baku yang biasa dipasok oleh supplier yang rutin, karena ingin meningkatkan kearifan lokal diganti oleh supplier lokal yang mungkin belum siap," jelas Dadan.
Dadan mengakui kasus keracunan MBG masih terus terjadi di berbagai wilayah. Namun, dia menegaskan tetap optimis peristiwa tersebut tidak akan terjadi lagi.
Selain itu, program MBG tetap akan dilakukan dan ditargetkan harus bebas dari peristiwa keracunan.
"Ya tetap lah, MBG itu harus zero incident. Kita kan ingin membuat anak cerdas, sehat, kuat, ya harus makanannya dikonsumsi dengan baik dan tidak menimbulkan gangguan pencernaan," kata Dadan.
Pernyataan terbaru Dadan menyebut kasus keracunan di Kabupaten Kepulauan Banggai diduga berasal dari ikan cakalang yang disuplai oleh pemasok baru.
“Di Banggai, SPPG sudah berjalan 8 bulan dan sejauh ini aman. Menurut info sementara, terjadi pergantian supplier ikan cakalang yang kemudian menimbulkan alergi pada sebagian penerima manfaat,” kata Dadan melalui pesan singkat kepada wartawan.
Ia menambahkan bahwa BGN telah meminta agar pergantian supplier dilakukan secara bertahap untuk mencegah kejadian serupa.
“Kami juga sekarang akan minta agar pergantian supplier bertahap,” tegasnya.
Anggaran MBG 2026 Rp 300 Triliun
Dikutip dari Kompas.com pada Agustus 2025 saat masih menjabat Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan melampaui Rp 300 triliun pada 2026.
Itu artinya, anggaran MBG meningkat hampir dua kali lipat dari alokasi anggaran tahun 2025 yang totalnya sebesar Rp 171 triliun dengan target penerima manfaat sebanyak 82,9 juta orang.
"Makan bergizi gratis tahun ini Rp 71 triliun, kita cadangkan tambahan Rp 100 triliun, tahun depan kalau Pak Rachmat tahu sekali, kalau 82,9 juta akan mendapatkan itu lebih dari Rp 300 triliun," kata Sri Mulyani saat acara Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025 yang disiarkan di YouTube Bank Indonesia, Rabu (13/8/2025).
Angka yang sama juga pernah diisyaratkan oleh Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Kala itu, Dadan mengungkapkan bahwa program Makan Bergizi Gratis membutuhkan dana sekitar Rp 28 triliun setiap bulan pada tahun depan. Itu artinya, jika dihitung selama 12 bulan, maka total anggaran MBG pada 2026 mencapai Rp 336 triliun.
"Kalau tahun depan kita butuhnya Rp 28 triliun per bulan," kata Dadan.
Namun, besaran anggaran MBG itu berbeda dengan yang tercantum dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, di mana anggaran yang dialokasikan untuk BGN mencapai Rp 217,86 triliun pada 2026.
Alokasi anggaran BGN tersebut akan digunakan sebagai dukungan manajemen Rp 7,45 triliun dan pemenuhan gizi nasional Rp 210,40 triliun.
(*/ Tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Terjerat Pinjol, Ibu Guru Gelapkan Tabungan Siswa Rp95 Juta, Nangis Curhat Ditelantarkan Suami |
|
|---|
| PILU Guru Hamil Ditinggal Suami, Terjerat Pinjol, Divonis 10 Bulan Penjara Gelapkan Tabungan Siswa |
|
|---|
| KRONOLOGI Istri Gerebek Suami Selingkuh dengan Adik Ipar, Syok Adiknya Mau Dibayar Rp 300 Ribu |
|
|---|
| KRONOLOGI Oknum Petugas Damkar Lecehkan Siswi SMP, AKP Aston L Sinaga: Pelaku Sudah Diproses Hukum |
|
|---|
| PERAN 3 Prajurit Kopassus yang Terlibat dalam Pembunuhan Kepala Cabang Bank BUMN Cempaka Putih |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/keracunan-mbg-tribunmedan1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.