Berita Internsional
Orangtua Paksa Putrinya Menikah dengan Pria yang Merudapaksanya, Rela Anak Tak Diberi Mas Kawin
Kasus orangtua paksa anak menikah dengan pria yang merudapaksanya di Tiongkok memicu kemarahan publik.
Penulis: Istiqomah Kaloko | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN-MEDAN.com - Kasus orangtua paksa anak menikah dengan pria yang merudapaksanya di Tiongkok memicu kemarahan publik.
Peristiwa mengejutkan ini terjadi di Provinsi Shanxi dan menyoroti ketidakadilan terhadap korban.
Publik menilai tindakan keluarga korban justru memperparah penderitaan anak gadis mereka sendiri.
Dikutip dari Sanook.com Jumat (12/9/2025), kejadian yang berlangsung di Distrik Yanggao, Provinsi Shanxi ini menjadi sorotan media setelah pengadilan menjatuhkan hukuman kepada pelaku.
Alih-alih mendukung anaknya, keluarga korban justru lebih memilih menjaga nama baik dengan cara mengatur pernikahan cepat tanpa mas kawin, demi menyelamatkan pelaku dari jerat hukum.
Peristiwa ini bermula ketika seorang pria bermarga Xi bertemu dengan korban pada Januari 2023.
Hubungan mereka berlanjut hingga tahap pertunangan pada Mei di tahun yang sama.
Keluarga pihak pria memberikan mas kawin senilai 188.000 yuan atau lebih dari Rp900 juta beserta sebuah cincin. Namun, kisah yang semula terlihat normal berubah menjadi tragedi.
Hanya sehari setelah pertunangan, Xi mengundang tunangannya ke apartemennya. Di sana, ia memaksa korban melakukan hubungan seksual meskipun korban menolak berulang kali.
Bukti CCTV memperlihatkan korban berusaha melarikan diri ke lantai bawah, namun Xi mengejarnya, menyeretnya kembali ke kamar, dan menyita ponselnya. Ponsel baru dikembalikan setelah ibu korban menelpon.
Tak kuat menanggung perlakuan tersebut, korban melaporkannya ke polisi pada malam itu juga. Laporan disertai bukti luka memar di lengan dan pergelangan tangan.
Pengadilan kemudian memutuskan Xi bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara selama 3 tahun dengan dakwaan pemerkosaan.
Hukuman ini adalah batas minimum, dengan pertimbangan Xi memiliki hubungan pertunangan dengan korban dan bersikap kooperatif dalam penyelidikan.
Ironisnya, reaksi keluarga korban justru membuat publik semakin murka. Alih-alih menuntut hukuman berat, orangtua korban memilih mendorong adanya rekonsiliasi.
Mereka mendesak agar pernikahan segera digelar dan bahkan rela menunda penerimaan mas kawin. Tujuan mereka adalah agar pelaku bisa lolos dari hukuman, dengan dalih menjaga kehormatan keluarga.
Sikap ini langsung menuai kecaman luas di media sosial Tiongkok. Banyak komentar yang menyebut orangtua korban lebih mementingkan nama baik ketimbang keselamatan dan masa depan anak mereka.
“Kalau ini yang dia lakukan saat masih bertunangan, bayangkan apa yang akan terjadi setelah menikah,” tulis salah satu warganet.
Korban sendiri menolak keras rencana pernikahan tersebut. Baginya, tindakan orangtua adalah bentuk pengkhianatan.
Ia merasa ditekan dari berbagai sisi, dipaksa oleh pelaku, ditelantarkan oleh orangtua, dan kini harus menanggung sorotan publik.
Pengadilan menegaskan bahwa hukum Tiongkok tidak mengakui pertunangan sebagai ikatan pernikahan sah.
Oleh karena itu, hak dan kewajiban hukum hanya berlaku untuk pasangan yang resmi menikah. Dalam kasus ini, meski Xi adalah tunangan, tindakannya tetap dikategorikan sebagai pemerkosaan.
Kasus ini mencerminkan ketidakadilan ganda yang dialami korban, sebagai perempuan, sebagai anak, dan sebagai calon istri.
Alih-alih menerima dukungan, ia justru menjadi korban dari sistem patriarki yang masih kuat di beberapa keluarga.
Publik menilai, kejadian ini menjadi pengingat penting bagi sistem hukum dan sosial di Tiongkok untuk lebih melindungi korban kekerasan seksual.
Hukuman minimum yang diberikan kepada pelaku juga memicu perdebatan soal apakah hukum cukup adil bagi korban.
Kasus ini kini masih ramai dibicarakan, tidak hanya di Tiongkok tetapi juga di dunia internasional.
Banyak pihak menuntut agar pelaku mendapatkan hukuman lebih berat, sementara keluarga korban dikritik keras karena menambah penderitaan anak mereka sendiri.
(cr31/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Lansia-90-tahun-jadi-korban-rudapaksa_1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.