Berita Nasional

Awal Mula Terbongkar Kasus Korupsi Kuota Haji, Ada SK Menag Yaqut, Perintah Siapa Kini Diusut KPK

SK ini menjadi salah satu alat bukti bagi KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi kuota haji 2024.

Kolase Tribun Medan
RESMI DICEKAL - Eks Menteri Agama Gus Yaqut resmi dicekal ke luar negeri. Kini Gus Yaqut terjerat kasus dugaan korupsi tambahan kuota haji 2023-2024. 

TRIBUN-MEDAN.com - Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi jadi bukti kunci bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

SK tertanggal 15 Januari 2024 itu ditandatangani oleh Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama saat itu.

SK ini menjadi salah satu alat bukti bagi KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi kuota haji 2024.

SK Menag tersebut menjadi krusial karena menjadi dasar pembagian kuota tambahan yang diduga merugikan negara hingga lebih dari Rp 1 triliun.

Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa SK tersebut, yang membagi 20.000 kuota tambahan menjadi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus, telah diamankan oleh penyidik.

"Itu menjadi salah satu bukti. Jadi kami akan perlu banyak bukti ini, salah satunya sudah kami peroleh. SK itu sudah kami peroleh dan itu menjadi salah satu bukti," kata Asep dalam keterangannya, Rabu (13/8/2025).

Menurut Asep, SK tersebut menjadi penting karena penyidik akan menelusuri asal-usul dan proses penerbitannya. 

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2019, seharusnya pembagian kuota tambahan itu menjadi 92 persen kuota untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Artinya, dari 20.000 kuota tambahan, hanya 1.600 seharusnya untuk haji khusus, bukan 10.000.

KPK menduga pembagian kuota ini membuka celah praktik suap dan pungli.

Imbalan per kuota haji khusus diduga mencapai USD 2.600–7.000 per jemaah sehingga jerugian negara diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun.

KPK kini tengah mendalami siapa pihak yang merancang naskah SK tersebut sebelum ditandatangani oleh menteri.

"Ada yang menyusun SK itu, kemudian di istilahnya disodorkanlah kepada yang bersangkutan untuk ditandatangan. Nah, ini yang sedang kami dalami," kata Asep.

Lebih lanjut, lembaga antirasuah juga mengusut alur perintah di balik terbitnya SK tersebut. 

Penyelidikan akan mencari tahu apakah kebijakan itu merupakan usulan dari bawah (bottom-up), seperti dari asosiasi travel haji, atau merupakan perintah dari atas (top-down) dari pihak yang lebih tinggi.

"Apakah ada yang lebih tinggi dari itu kemudian memberi perintah atau bagaimana? Nah, itu yang sedang kita dalami," tambahnya.

Kerugian Negara Ditaksir Rp 1 Triliun Lebih

Dalam perkembangan lain, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan bahwa perhitungan awal internal KPK menaksir kerugian negara dalam kasus ini mencapai angka fantastis.

"Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun," kata Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (11/8/2025).

Ia menambahkan bahwa angka tersebut merupakan hasil diskusi awal dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan akan didalami lebih lanjut.

Hingga saat ini, KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus ini dan masih menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.

Namun, KPK telah mengambil langkah pencegahan dengan melarang tiga orang bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.

Duduk Perkara Kasus

Pusat masalah dalam kasus ini adalah adanya pergeseran alokasi kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi.

Menurut ketentuan Undang-Undang, alokasi seharusnya dibagi menjadi 92 persen untuk haji reguler yang dikelola pemerintah dan 8 persen untuk haji khusus yang dikelola agen perjalanan.

Namun, KPK menemukan adanya dugaan penyimpangan dimana kuota tambahan tersebut dibagi rata menjadi 50:50, atau masing-masing 10.000 jemaah untuk haji reguler dan khusus.

"Nah di sini penyidik akan mendalami terkait dengan perintah-perintah penentuan kuota tersebut dan juga aliran uang tentunya," jelas Budi.

Desakan untuk mengusut tuntas kasus ini juga datang dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, bahkan memiliki hitungan sendiri terkait potensi kerugian akibat pungutan liar (pungli) dari penyalahgunaan kuota ini.

Menurutnya, jika 9.222 kuota tambahan untuk haji khusus dikenakan pungli sebesar Rp75 juta per jemaah, maka nilai korupsinya bisa mencapai Rp691 miliar.

"Sumber masalahnya adalah berkaitan dengan adanya kuota haji penambahan 20.000 yang harusnya itu 8 persen hanya untuk diperuntukkan haji khusus tapi nyatanya justru mendapatkan 50 persen," kata Boyamin.

MAKI mendesak KPK agar tidak hanya menjerat pelaku di lapangan, tetapi juga membidik pejabat tinggi yang diduga menjadi "pemberi perintah" di balik kebijakan ilegal tersebut.

Gus Yaqut Dicegah Ke Luar Negeri

Seiring dengan naiknya status perkara ke penyidikan, KPK memastikan akan kembali memanggil mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Penetapan tersangka dalam kasus ini akan diumumkan setelah penyidik memiliki bukti yang cukup untuk menjerat para pihak yang bertanggung jawab.

KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dan akan menjerat para pihak yang terlibat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) dicegah bepergian ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) RI periode 2023-2024.

Yaqut Cholil Qoumas  atau biasa disebut Gus Yaqut sempat menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada pada Kamis (7/8/2025).

KPK berencana memanggil kembali Menteri Agama RI ke-24 masa jabatan 23 Desember 2020 – 21 Oktober 2024 tersebut untuk memperdalam penyidikan kasus merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa Surat Keputusan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dikeluarkan pada Senin, 11 Agustus 2025.

"Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap tiga orang yaitu YCQ, IAA dan FHM," ujar Budi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Selain Yaqut dua orang lainnya yang turut dicegah adalah Ishfah Abidal Aziz (IAA), yang disebut sebagai mantan staf khusus Yaqut, dan seorang pihak swasta berinisial FHM.

Pencegahan ini akan berlaku selama enam bulan ke depan untuk kepentingan proses penyidikan.

"Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan yang bersangkutan di Wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi," terang Budi.

Bermula dari Lobi Jokowi

Nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tersangkut dalam dugaan kasus korupsi tambahan kuota haji pada tahun 2024.

Keterkaitan nama Jokowi dalam kasus yang merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun ini bermula dari lobi yang dilakukannya kepada pemerintah Arab Saudi.

Lobi tersebut terjadi pada 2023 lalu ketika Jokowi bertemu dengan Raja Arab Saudi.

Saat itu terjadilah kesepakatan antara pemerintah Arab Saudi dan Indonesia untuk menambah kuota haji sebanyak 20.000 jemaah.

Tambahan kuota haji tersebut sejatinya untuk memangkas antrean panjang jemaah haji Indonesia.

Awalnya Indonesia mendapat kuota haji tahun 2024 sebanyak 221.000 jemaah. Namun dengan adanya tambahan 20.000 jemaah sehingga totalnya 241.000 jemaah.

Ini merupakan kuota haji terbanyak dalam sejarah penyelenggaraan ibadah haji Indonesia.

Namun, dalam perjalanannya, pembagian 20.000 kuota haji tambahan ini diduga melanggar aturan hukum.

KPK Buka Peluang Panggil Jokowi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan memanggil Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2024. 

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan lembaganya tidak akan tebang pilih dalam memanggil saksi.

“Pemanggilan terhadap semua saksi tentu tergantung kebutuhan dari penyidik,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (11/8/2025).

“KPK terbuka untuk memanggil siapa saja yang diduga mengetahui konstruksi perkara ini dan dapat membantu membuka dan membuat terang dari penanganan perkara ini,” ujarnya.

(*/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved