Berita Viral

Rismon Sianipar dan Roy Suryo Makin Geregatan Usai Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi di Mabes Polri

 Pakar telematika Roy Suryo dan pakar digital forensik Rismon Sianipar makin geregatan usai gelar perkara khusus ijazah Jokowi

Editor: Juang Naibaho
Tribun Medan/Istimewa
POLEMIK IJAZAH JOKOWI - Kolase foto pakar telematika Roy Suryo dan pakar digital forensik Rismon Sianipar. Kedua pakar itu makin geregatan usai gelar perkara khusus ijazah Jokowi yang digelar Bareskrim di Mabes Polri, Rabu (9/7/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com - Pakar telematika Roy Suryo dan pakar digital forensik Rismon Sianipar makin geregatan usai gelar perkara khusus ijazah Jokowi yang digelar Bareskrim di Mabes Polri, Rabu (9/7/2025).

Gelar perkara khusus ini merupakan permintaan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) selaku pelapor dugaan ijazah palsu Jokowi.

TPUA juga menggandeng sejumlah pihak, seperti Roy Suryo, Rismon Sianipar, Eggi Sudjana, dan Tifauzia Tyassuma. Di sisi lain, kubu Jokowi diwakilkan pengacaranya, Yakup Hasibuan, dan pakar digital forensik Josuha Sinambela.

Rismon mengungkapkan kekecewaan karena Jokowi dan pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak hadir.

Menurut Rismon, terkait hasil gelar perkara khusus ijazah Jokowi ini, pihak Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri kalah telak.

"Kami sangat kecewa dengan ketidakdatangan dari Pak Jokowi yang membawa ijazah katanya asli, katanya lulusan UGM. Dan ketidakhadiran pihak UGM juga yang seharusnya bisa menjelaskan atau memiliki kesempatan yang sangat luas untuk meyakinkan publik," ujar Rismon, usai gelar perkara khusus di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu.

"Tetapi itu semua tidak dimanfaatkan, sayang sekali ya. Dan pada kesempatan ini memang kelihatan. Pihak Dirtipidum itu kalah telak," sambungnya.

Baca juga: Geramnya Rismon Sianipar, Diajari Josua Sinembela Cara Benar Teliti Ijazah Jokowi: Sok Sok Ngajari

Menurut Rismon, kalah telak dalam arti tidak dapat menunjukkan ijazah baik versi analog maupun digital.

"Betapa menakutkan fakta itu, dan tadi ya kami telanjangilah habis-habisan. Laboratorium Forensik Bareskrim terpaksa kami telanjangi bukan karena kami benci, tetapi kami menginginkan forensik yang bermartabat, independen, tidak diatur, tidak dimanipulasi," kata dia.

Rismon berpandangan, laboratorium forensik haruslah punya otoritas tersendiri. Sehingga tidak ada pihak-pihak yang bisa mengatur hasil dari forensik. 

"Kalau didengarkan oleh Pak Presiden Prabowo, sebaiknya, lembaga forensik itu harus dikeluarkan dari kepolisian. Supaya menjadi lembaga independen yang dipercaya oleh publik," kata dia.

Rismon mengatakan Biro Wassidik Bareskrim harus fair karena banyak sekali celah yang mengatakan bahwa kesimpulan dari forensik Bareskrim yang diumumkan oleh Dirtipidum bahwa ijazah Jokowi asli, sangat-sangat prematur.

"Kalau berani periksa Paiman Raharjo. Bagaimana kiosnya terkait dokumen palsu di Pasar Pramuka Pojok. Kaitannya atau korelasinya dengan lompatan kuantum karirnya menjadi Komisaris dan Wakil Menteri Desa. Tak terjadi kalau tidak ada hubungan jasanya dengan Joko Widodo. Panggil semua dong, periksa," ucap Rismon.

"Periksa semua. Karena ini sudah pasti palsu. Kalau enggak palsu pasti dibawa tadi (Ijazah Jokowi). Ditampilkan digital saja enggak berani. Yakinlah itu palsu," kata Rismon.

"Karena bayangkan, hanya menampilkan versi digital saja mereka enggak berani. Takut kami analisa cuma pakai mata aja. Takut," kata Rismon.

Sementara itu, Roy menuding pihak kepolisian tidak berani menghadirkan bukti otentik dan hanya mengandalkan klaim institusi, yakni UGM dan KPU.

"Ada satu hal yang sangat konyol tadi yang disampaikan kuasa hukum mereka. Jadi, menurut mereka, ijazah itu bisa dianggap asli kalau UGM sudah menyatakan asli, KPU sudah mengatakan asli," ucap Roy.

Roy menyindir analogi hukum yang disebut konyol, yakni mengibaratkan pemeriksaan ijazah seperti otopsi jenazah. Ia menyatakan objeknya harus dihadirkan langsung, bukan sekadar hasil visum.

"UGM itu hanya melegalisasi, jadi bukan menyatakan asli. Dan mereka menggunakan analogi yang sangat konyol. Miisalnya pemeriksaan jenazah, sudah cukup pakai visum, autopsi, selesai. Tidak perlu jenazahnya dihadirkan. Nah itu konyol, jenazahnya ya perlu dihadirkan," kata eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu.

Ia lantas mencontohkan kasus pembunuhan Brigadir Joshua. "Autopsi bisa salah. Visum bisa salah. Maka ini ijazahnya harus dihadirkan, dan akan terbukti kalau ijazah dihadirkan itu terbukti akan palsu," lanjut dia.

Roy menyatakan bahwa pihak yang menantang ternyata tidak memiliki latar belakang digital forensik, melainkan sastra.

Roy juga turut menyindir pembelaan yang menurutnya “lemah” dari pihak kepolisian dan menyatakan pemaparan mereka membuat pihak penyidik “terdiam” atau “tersenyum-senyum”.

"Dan sekaligus kami berdua tadi tersenyum di dalam karena kami sempat disinggung-singgung soal keahlian kami. Saya tunjukkan tadi dengan berbagai dokumen, kemudian berbagai sertifikat. Berbagai pengakuan, dari DPR, dari Kementerian Kominfo waktu itu, bahkan dari Mabes Polri kami sah semuanya," ucap Roy.

"Dan lucunya orang yang men-challenge (menantang) kami, itu tadi katanya mengaku ahli digital forensik, ternyata ahli sastra. Karena dia tidak punya presentasi apapun, cuma ngomong saja," sambung Roy.

Pada gelar perkara khusus tersebut, Roy Suryo juga membandingkan ijazahnya dengan milik Jokowi. 

Roy Suryo dengan metode error level analysis (ELA) menyebut, ijazah UGM miliknya masih terlihat jelas logo maupun tulisan di dalamnya. 

"Kalaupun ELA itu full, itu masih akan tetap kelihatan ijazahnya. Lihat, teman-teman bisa lihat. Ini masih ada bekas-bekasnya. Tulisan-tulisannya masih ada. Logonya pun juga masih ada," ujarnya.

Sedangkan dengan metode yang sama terhadap ijazah UGM milik Jokowi, hasil analisinya menyatakan error atau rusak dan disebutnya sebagai akibat dari rekayasa. 

"Jadi, ini bukti sudah ada rekayasa. Logonya tidak kelihatan lagi. Pas fotonya juga tidak kelihatan lagi," ujar Roy Suryo.

Roy Suryo juga menggunakan teknologi pengenal wajah atau face recognition untuk memeriksa identitas Jokowi melalui foto di ijazah. 

Jika membandingkan foto Jokowi saat ini dengan yang ada di ijazah, teknologi face recognition menyatakan adanya ketidakcocokan. 

"Tapi, foto Joko Widodo yang ada di ijazah kemudian yang ada sekarang adalah not match. Tidak sama foto di ijazah. Tidak sama dengan aslinya sekarang," ujar Roy Suryo

Berdasarkan hasil analisinya itu, Roy Suryo meyakini bahwa ijazah kelulusan Jokowi dari UGM adalah palsu. 

"Kenapa saya bisa mengatakan 99,9 persen palsu? Itu nanti akan ada historisnya," ujar Roy Suryo.

Sebaliknya, Ahli Digital Forensik dari pihak Jokowi, Joshua Sinambela, menjelaskan, pakar telematika Roy Suryo tidak berhak memeriksa dan menganalisis ijazah Jokowi.

Sebab, Roy Suryo hanya melihat ijazah Jokowi lewat gambar digital. Sedangkan yang dipermasalahkan adalah ijazah asli atau analog. 

"Karena ijazah ini adalah produk analog, makanya ahli digital forensik tidak ada hubungannya. Nah, jadi, apa yang dilakukan oleh ahli dari pihak pelapor itu sama sekali tidak berdasar,” kata Joshua.

Joshua menegaskan, sebagai ahli digital forensik, ia maupun ahli digital lainnya tidak berhak untuk memeriksa produk analog. 

“Jadi, sebagai ahli digital forensik, kita hanya berhak memeriksa dokumen-dokumen digital. Bukan produk analog,” jelas Joshua.

Sementara pengacara Jokowi, Yakup Hasibuan, mengatakan, TPUA tidak berhasil menjelaskan adanya kecacatan dalam proses penyelidikan Bareskrim Polri terkait kasus ijazah palsu Jokowi.

“Mereka tidak berhasil menunjukkan di mana cacatnya penyelidikan Bareskrim,” ujar Yakup saat konferensi pers di Lobi Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (9/7/2025). 

Yakup mengatakan bahwa TPUA tidak memberikan bukti baru adanya pemalsuan ijazah oleh Jokowi. 

Pihaknya menilai analisis yang dilakukan oleh ahli dari TPUA, Roy Suryo dan Rismon Sianipar, tidak berlaku untuk obyek yang dipermasalahkan.

Yakup berharap perdebatan soal ijazah Jokowi disudahi setelah gelar perkara khusus di Bareskrim Polri ini. “Setelah gelar perkara khusus ini, harapan kami sudah makin jelas, makin clear, dan dari pihak mereka pun sudah tidak ada lagi yang harus dipertanyakan,” kata Yakup. 

Yakup pun menegaskan, gelar perkara khusus hanya untuk menjelaskan proses penyelidikan yang telah dilakukan sebelumnya. Bukan untuk menganalisis kembali ijazah Jokowi yang dipermasalahkan oleh TPUA. 

“Gelar perkara khusus ini kan untuk pihak penyidik memaparkan proses penyelidikan yang telah berlangsung. Jadi, bukan tentang pengujian materi-materi yang sudah dilakukan, bukti-bukti, hasil-hasil penyelidikan,” kata Yakup. (*/tribunmedan.com)

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved