Berita Viral

4 Pulau Aceh Masuk Sumut, Ini Nama Beserta Deretan Faktanya

4 pulau Aceh masuk Sumut berada di kawasan Aceh Singkil. Adapun pulau tersebut Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Panjang dan Pulau Mangkir Ket

Editor: Array A Argus
ChatGPT/Tribun-medan.com
PEREBUTAN PULAU- Ilustrasi empat pulau yang dahulunya berada di wilayah Aceh Singkil kini masuk ke Sumatera Utara dan jadi perebutan. 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Kisruh 4 pulau Aceh masuk Sumut masih menjadi pembahasan serius di kalangan masyarakat.

Beberapa pihak menilai, bahwa masalah ini harus diselesaikan dengan tuntas.

Meski sudah ada keputusan baru dari Kementerian Dalam Negeri, justru keputusan itu pula yang memicu konflik diantara kedua wilayah.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sempat menerbitkan keputusan Nomor 300.2.2 - 2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada tanggal 25 April 2025.

Isinya, menyangkut pemberian kode wilayah.

Baca juga: Gejala Covid Nimbus yang Wajib Diketahui Masyarakat, Waspadai Batuk dan Hidung Tersumbat

Dimana ada empat wilayah yang dulunya berada di kawasan Aceh Singkil, Aceh, kini justru masuk ke wilayah Sumut.

Adapun keempat wilayah tersebut terdiri dari beberapa pulau.

Keempatnya yakni: 

- Pulau Panjang dengan kode 12.51.4014

- Pulau Lipan dengan kode 12.01.40013

- Pulau Mangkir Gadang dengan kode 12.01.40015

- Pulau Mangkir Ketek dengan kode 12.01.40016

Proses perubahan status kepemilikan pulau-pulau tersebut telah berlangsung sejak tahun 2022 dan akhirnya disahkan pada April 2025.

Baca juga: Apa Fungsi Paru Sapi, Apakah Halal atau Haram? Berikut Penjelasannya

Dengan keputusan ini, keempat pulau tersebut secara resmi lepas dari Aceh dan kini masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Soal polemik ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pun sempat angkat bicara.

Menurut keterangannya, keputusan ini sudah melalui proses panjang sebelumnya. 

“Sudah difasilitasi rapat berkali-kali, zaman lebih jauh sebelum saya, rapat berkali-kali, melibatkan banyak pihak,” kata Tito saat ditemui di Kompleks Istana Negara, Selasa (10/6/2025), melansir Kompas.com.

Ia menyebut, ada sejumlah instansi terlibat, termasuk Pemprov Aceh, Sumut, Pemda kabupaten-kabupatennya, juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, Topografi TNI AD untuk darat. 

Baca juga: Profil Lana Saria, Komisaris PT Gag Nikel yang Pernah Jabat Staf Ahli di Kementerian ESDM

Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Namun, ia menyatakan, batas laut dua wilayah tersebut belum mencapai kesepakatan. 

"Tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” ujarnya. 

Lantas, Tito memaparkan, keputusan empat pulau masuk ke Sumut ditetapkan pemerintah pusat berdasar tarikan batas wilayah darat. 

"Dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh 4 pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” jelasnya. 

Terhadap keputusan ini, Tito menegaskan, pemerintah pusat terbuka akan evaluasi atau gugatan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca juga: Apa Itu Sparkling Apple Cider, Minuman Prabowo dan Macron yang Ramai Disorot Warganet

"Kita juga tidak ada kepentingan personal, selain menyelesaikan batas wilayah," ujar mantan kapolri ini.

Adapun keputusan masuknya empat pulau di Aceh ke Sumut tertuang dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, ditetapkan pada 25 April 2025.

Empat pulau yang masuk menjadi wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut, meliputi Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.

Meski kini secara administratif disebut milik Sumut, berbagai catatan agraria, data kepemilikan lahan, serta peta batas wilayah menunjukkan keempat pulau ini merupakan bagian dari Aceh.

Dikutip dari Serambinews Indoneesia, sejumlah tokoh Aceh juga telah menyuarakan keberatan.

Baca juga: Mengenal Bakteri Salmonella Typhosa dan E.Coli yang Diduga Menjadi Penyebab Keracunan MBG Bogor

Para tokoh di Aceh menilai keputusan tersebut dapat menimbulkan konflik wilayah dan merugikan Aceh secara historis maupun administratif.

Berikut sederet fakta dan data terkait 4 pulau tersebut:

1. Jejak Pengelolaan Pemerintah Aceh Nyata di Lapangan

Di Pulau Panjang, meski tidak berpenghuni, ditemukan berbagai fasilitas yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil, seperti tugu selamat datang (2007), tugu batas wilayah (2012), rumah singgah (2012), mushala (2012), dan dermaga (2015).

Di pulau ini juga terdapat makam yang diyakini sebagai makam Aulia, yang menjadi lokasi ziarah masyarakat pesisir.

Sementara di Pulau Mangkir Ketek (Mangkir Kecil), terdapat tugu batas wilayah yang dibangun pada tahun 2018 menggunakan APBD Aceh.

Tugu ini dengan jelas menyatakan bahwa pulau tersebut adalah bagian dari Kampong Gosong Telaga Selatan, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil.

Pulau Mangkir Gadang (Mangkir Besar) juga tidak berpenghuni namun memiliki tugu batas wilayah dari Pemerintah Aceh, yang menunjukkan pengelolaan aktif di pulau itu.

Pulau Lipan, meskipun hanya berupa daratan pasir yang tenggelam saat pasang tinggi, tetap menjadi bagian dari ekosistem laut yang dikelola dan diperhatikan oleh Aceh.

2. Tidak Ada Jejak Pengelolaan dari Sumatera Utara

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa keempat pulau ini sama sekali tidak menunjukkan aktivitas atau jejak pembangunan dari Pemerintah Tapanuli Tengah maupun Pemerintah Provinsi Sumut.

Tidak ada fasilitas, tugu, pelayanan sosial, ataupun bentuk pengelolaan yang bisa ditelusuri ke pemerintah Sumut.

Hal ini memperkuat posisi Aceh dalam klaim berdasarkan prinsip hukum internasional, yaitu effective occupation—pengelolaan aktif dan konsisten atas wilayah.

3. Fakta Hukum Agraria: Ditetapkan Milik Warga Aceh Sejak 1965

Fakta penting lainnya adalah adanya dokumen agraria resmi tahun 1965 yang menyatakan bahwa keempat pulau tersebut berada dalam wilayah Aceh.

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Aceh Soekirman Nomor 125/IA/1965, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek ditetapkan sebagai hak milik ahli waris Teuku Radja Udah, warga Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan.

Surat tersebut juga menyebut Pulau Birahan (yang berdekatan dengan empat pulau tersebut) sebagai milik keluarga yang sama.

Saat itu wilayah ini berada di antara Gosong Telaga dan Kuala Tapus, yang masuk dalam Kabupaten Aceh Selatan.

Setelah pemekaran pada tahun 1999, wilayah ini menjadi bagian dari Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil.

4. Batas Wilayah Laut Belum Final, Tapi Peta 1978 Akui Masuk Aceh

Sengketa administratif ini belum diselesaikan melalui penetapan batas wilayah laut yang sah.

Hingga kini, batas wilayah laut antara Aceh dan Sumut belum pernah dibahas secara final oleh Pemerintah Pusat.

Akibatnya, acuan yang masih berlaku adalah kesepakatan tahun 1988 antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Sumut.

Kesepakatan tersebut menyatakan bahwa batas wilayah mengacu pada peta topografi TNI-AD tahun 1978 skala 1:50.000.

Dalam peta tersebut, empat pulau ini secara jelas masuk ke dalam wilayah Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

5. Budaya Aceh Masih Hidup di Kawasan Sekitar

Secara sosial dan budaya, pengaruh Aceh sangat kuat di kawasan sekitar pulau.

Contohnya adalah larangan melaut setiap hari Jumat, sebuah tradisi adat yang masih dihormati oleh nelayan lokal maupun pendatang.

Keberadaan hukum adat atau qanun laut Aceh ini menunjukkan bahwa meskipun jauh dari daratan utama, masyarakat dan lingkungan di sekitar pulau masih tunduk pada norma dan nilai khas Aceh.

6. Potensi Strategis yang Besar

Empat pulau ini juga menyimpan potensi strategis besar:

Perikanan: Zona migrasi ikan di sekitar pulau kaya akan hasil laut, sangat cocok untuk tambak, keramba, dan budidaya lobster serta kerang.

Ekowisata: Pantai alami, terumbu karang sehat, dan keindahan alam bawah laut mendukung kegiatan snorkeling, diving, dan wisata bahari lainnya.

Energi dan logistik: Lokasi pulau sangat strategis untuk pelabuhan perikanan maupun potensi eksplorasi migas.

Ekologi: Keberadaan hutan bakau dan pohon kelapa memperkaya keanekaragaman hayati dan menjaga keseimbangan lingkungan.

7. Status Hukum Internasional

Meskipun Pulau Lipan tidak memenuhi syarat sebagai pulau secara hukum internasional karena tenggelam saat pasang, tiga pulau lainnya (Panjang, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek) memiliki daratan tetap, tugu wilayah, dan fasilitas publik, yang menguatkan statusnya sebagai wilayah sah dan sahih secara hukum nasional dan internasional.

Dengan begitu banyak fakta dan dokumen yang mendukung, masyarakat Aceh kini menanti langkah tegas Pemerintah Pusat.

Apakah akan tetap berpegang pada penetapan administratif belaka, atau akan mempertimbangkan fakta lapangan, pengelolaan efektif, dan sejarah hukum yang menyertai keempat pulau ini sebagai bagian integral dari Aceh. (*)

(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter    

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved