Berita Nasional

Mirip Nama Jokowi, Inisial Pemilik Kapal JKW dan Iriana, Buntut Tambang Nikel Raja Ampat

Terbaru, banyak unggahan video yang viral di media sosial memperlihatkan keberadaan kapal-kapal yang dinarasikan sebagai pengangkut biji nikel. 

Dok Greenpeace
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengklaim tambang nikel milik PT GAG Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, berada cukup jauh dari laut kawasan wisata. (Dok Greenpeace) 

TRIBUN-MEDAN.com - Polemik tambang nikel di Raja Ampat tampaknya belum akan mereda dalam waktu dekat. 

Terbaru, banyak unggahan video yang viral di media sosial memperlihatkan keberadaan kapal-kapal yang dinarasikan sebagai pengangkut biji nikel

Mengutip Kompas.com, kapal-kapal tersebut rupanya memiliki nama sama dengan inisial Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), dan istrinya, Iriana Jokowi.

Namun kepemilikan kapal-kapal dengan nama JKW Mahakam dan tongkang Dewi Iriana tersebut tak terkait sama sekali dengan Keluarga Jokowi maupun lingkaran kerabat dekatnya. 

Kapal-kapal bernama JKW Mahakam ternyata sebagian besar dimiliki oleh PT Pelita Samudera Sreeya (PSS). 

Perusahaan tersebut merupakan anak usaha PT IMC Pelita Logistik Tbk (kode emiten: PSSI). 

PSSI sendiri merupakan perusahaan pelayaran logistik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Kantor pusat perusahaan ini berada di Menara Astra, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Mengutip Keterbukaan Informasi BEI, PT PSS rupanya baru didirikan oleh PSSI pada tahun 2023. 

Perusahaan ini fokus pada bisnis angkutan komoditas tambang

Dari penelusuran di laman resmi PSSI dan Laporan Tahunan 2024, saham perusahaan ini dimiliki PT Indoprima Marine sebagai pengendali dengan kepemilikan 43,83 persen. 

PT Indoprima Marine ternyata juga menjadi pengendali saham di perusahaan pelayaran nasional lainnya, yakni PT Samudera Shipping Tbk dengen kepemilikan 56,18 persen. 

Dirangkum dari data dari Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Kementerian Perhubungan (Ditkapel Kemenhub), keberadaan kapal dengan nama JKW dan Iriana tersebut ternyata benar adanya. 

Ada beberapa kapal tug boat dengan nama JKW Mahakam.

 Sementara untuk kapal-kapal tongkang yang ditarik tug boat, didapati memiliki nama Dewi Iriana

Dalam video-video yang beredar di media sosial, kapal-kapal tongkang dengan nama Dewi Iriana ditarik oleh TB JKW Mahakam

Setidaknya ada 8 kapal yang bernama JKW Mahakam.

Rinciannya Kapal JKW Mahakam 1, JKW Mahakam 2, JKW Mahakam 3, JKW Mahakam 5, JKW Mahakam 6, JKW Mahakam 7, JKW Mahakam 8, dan JKW Mahakam 10.

Warga Dapat Rp 10 juta per tahun

Polemik mengenai aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali menjadi perhatian publik.

Isu ini menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan. 

Terkini DPR RI menyoroti minimnya manfaat tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya untuk kehidupan masyarakat.

Usut punya usut, warga Raja Ampat hanya dapat kompensasi Rp10 juta pertahun dari tambang nikel yang ada di Raja Ampat

Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Robert Joppy Kardinal seperti dimuat TribunTimur pada Minggu (8/6/2025).

Robert Joppy termasuk orang yang kontra dengan aktivitas pertambangan nikel ini. 

Menurutnya, aktivitas tambang bisa merusak ekosistem laut di sekitar Raja Ampat

Sekalipun pemerintah mengklaim lokasi tambang jauh dari wilayah konservasi.

“Tidak boleh (ada pertambangan), karena namanya konservasi." 

"Waktu mereka melakukan pemuatan, pasti ada yang jatuh ke laut. Itu berarti kawasan konservasinya terganggu,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Sabtu (7/6/2025).

Robert lantas menyoroti minimnya manfaat ekonomi yang dirasakan warga sekitar tambang nikel di Raja Ampat

Berdasarkan kunjungannya ke Distrik Waigeo Barat Kepulauan pada Maret dan April lalu, Robert menyebut warga setempat menolak tambang karena tidak mendapatkan keuntungan yang sepadan. 

“Masyarakat hanya dapat bantuan Rp10 juta per tahun. Ini kan tidak ada manfaat. Yang bekerja, semua orang dari luar,” ungkapnya. 

Robert menegaskan keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan tambang sangat minim, baik sebagai tenaga kerja maupun kontraktor.

Sebagian besar pekerja dan pihak yang terlibat justru berasal dari luar daerah, bahkan dari Jakarta. 

“Coba lihat siapa yang bekerja. Masa orang-orang Sorong tidak bisa jadi kontraktor di situ? Semua bawa dari Jakarta. Jadi uangnya balik lagi ke Jakarta. Terus manfaatnya apa di situ?” tanya dia.

Sebelumnya Ronisel Mambrasar, anak muda Papua yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat mengatakan bahwa Raja Ampat sedang dalam bahaya karena eksploitasi nikel.

“Raja Ampat sedang dalam bahaya karena kehadiran tambang nikel di beberapa pulau, termasuk di kampung saya di Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Tambang nikel mengancam kehidupan kami. Bukan cuma akan merusak laut yang selama ini menghidupi kami, tambang nikel juga mengubah kehidupan masyarakat yang sebelumnya harmonis menjadi berkonflik,” kata dia seperti dimuat dalam situs greenpeace Indonesia.

(*/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved