Berita Viral

MEGAWATI Sebut Rakyat Jadi Budak Jika Tak Ada Proklamator, Diungkit Kebijakan Outsourching-nya

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyebut warga Indonesia bisa menjadi budak bangsa lain jika Soekarno dan Muhammad Hatta tidak melakukan prokla

|
(KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA)
Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri didampingi putranya, M. Prananda Prabowo melihat pameran foto gelegar foto Nusantara, di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyebut warga Indonesia bisa menjadi budak bangsa lain jika Soekarno dan Muhammad Hatta tidak melakukan proklamator. 

Pernyataan itu disampaikan disampaikan dalam pidato pembukaan pameran foto karya Guntur Soekarnoputra di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).

Dalam kesempatan itu, Megawati menyoroti perlakuan terhadap ayahnya, Presiden Pertama RI sekaligus Bapak Proklamator, Soekarno, usai lengser dari kekuasaan.

Megawati mengungkapkan bahwa hingga kini ia tidak pernah tahu pasti status hukum ayahnya setelah kejatuhannya dari tampuk kekuasaan.

“Jadi, status bapak saya, saya sendiri tidak tahu, tahanan kah? Tidak ada selembar kertas pun. Ini saya ngadu kepada rakyat, supaya rakyat tahu kayak apa yang namanya proklamator itu diperlakukan seperti itu,” ujar Megawati, di lokasi, Sabtu (7/6/2025). 

Megawati menyampaikan bahwa Bung Karno, yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia bersama Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945, justru mengalami perlakuan tidak adil di masa akhir hidupnya.

Ia menilai, ketidakjelasan status hukum Bung Karno merupakan bagian dari pengabaian terhadap sejarah bangsa.

Padahal, Megawati menegaskan bahwa tanpa keberanian tokoh seperti Bung Karno dalam menyuarakan kemerdekaan, bangsa Indonesia tidak akan meraih kemerdekaan seperti yang dinikmati hari ini.

“Kalau bilang itu bukan proklamator, kamu enggak akan merdeka, tahu. Semuanya itu pada waktu itu saya tanyakan kepada beliau, kepada ibu saya, setelah tentunya saya besar. Takut apa tidak pada waktu itu? Takut juga, ada Jepang,” ujar dia.

Menurut Megawati, Bung Karno dan para pendiri bangsa mempertaruhkan nyawa demi menyuarakan kemerdekaan.

Karena itu, ia menilai sudah semestinya masyarakat sekarang tidak melupakan sejarah dan menghargai jasa para proklamator.

“Ingat, kalau tidak ada yang berani berbicara yang namanya proklamasi, enggak ada kalian ini. Masih jadi budak-budak. Ingat,” kata Megawati, dengan suara lantang. 

Keluarkan Kebijakan Outsourching yang Bikin Karyawan Susah 

Saat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2001-2004, Megawati Soekarnoputri sempat mengeluarkan kebijakan outsourcing yang dimuat dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan terbitnya UU Ketenagakerjaan tersebut, Megawati mengatur keberadaan perusahaan alih daya di Indonesia secara legal atau resmi.

Sejatinya, sebelum dilegalkan negara, praktik alih daya sudah lazim digunakan di berbagai sektor usaha.

Masyarakat juga kerap menyebutnya usaha pemborongan, istilah lainnya dikenal pula kontraktor.

Sementara setelah dilegalkan di UU Ketenagakerjaan, penyedia tenaga kerja alih daya yang berbentuk badan hukum wajib memenuhi hak-hak pekerja.

Di dalamnya juga diatur bahwa hanya pekerjaan penunjang yang dapat dialihdayakan. 

Meski demikian, keluarnya aturan pemerintah yang melegalkan praktik outsourcing diprotes banyak kalangan saat itu, karena dianggap tak memberikan kejelasan status dan kepastian kesejahteraan pekerja alih daya.

Dalam beberapa kasus, para karyawan outsourcing tidak mendapat tunjangan dari pekerjaan yang dilakukannya seperti karyawan organik perusahaan.

Karyawan outsourcing juga berstatus sebagai pekerja dari perusahaan penyalur tenaga kerja. Dengan kata lain, perusahaan tempat bekerja atau perusahaan pemakai jasa outsourcing, tidak memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan pada karyawan bersangkutan.

Beberapa jenis pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan tenaga outsourcing adalah cleaning service atau jasa kebersihan, keamanan, transportasi, katering, dan pemborongan pertambangan. 

Dikritik Karyawan

Sistem perekrutan Outsourcing di dunia kerja kembali menjadi bahan pembicaraan.

Bahkan, tidak sedikit pihak yang mulai mengkritisi sistem Outsourcing ini di di dalam dunia kerja.

Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, praktik ini justru berkembang menjadi instrumen legal eksploitasi buruh, menciptakan ketimpangan struktural yang tajam antara pekerja outsourcing dan karyawan tetap.

“Oleh karena itu, jika sistem ini tidak direvisi secara menyeluruh pada saat ini, maka cita-cita peningkatan kesejahteraan buruh hanya akan menjadi jargon kosong tanpa implementasi nyata,” jelas Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada, pada Senin 5 Mei 2025. 

Sementara itu di bawah kerangka hukum yang berlaku, khususnya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-XVI/2018 dan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, outsourcing tetap diperbolehkan dengan pembatasan pada pekerjaan yang bukan inti. 

Namun, Achmad menambahkan, ketentuan ini sendiri sangat longgar dalam praktiknya.

Dalam hal ini, banyak perusahaan memanfaatkan celah hukum ini untuk meng-outsourcing-kan pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya bersifat strategis dan permanen. 

“Buruh outsourcing tidak hanya mengalami ketidakpastian kerja, tetapi juga seringkali menjadi korban pemutusan hubungan kerja sepihak dengan pesangon yang tidak sesuai,” pungkas Achmad.

“Di sisi lain, para pemilik modal terus menumpuk keuntungan dari model hubungan kerja yang timpang ini,” tambahnya.

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Berita viral lainnya di Tribun Medan
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved