Polres Samosir

Hutan Samosir Dibabat, KPH 13 Bungkam Geopark Terancam, Polres Dengar Kegelisahan Tokoh Lingkungan

Tokoh pemerhati lingkungan dan adat Kabupaten Samosir berdialog dengan Polres terkait penanganan karhutla dan penebangan liar di Mapolres Samosir

Editor: Arjuna Bakkara
IST
Tokoh pemerhati lingkungan dan adat Kabupaten Samosir berdialog dengan Polres terkait penanganan karhutla dan penebangan liar di Mapolres Samosir, Senin (2/5/2025) menekankan pentingnya tindakan tegas dan perlindungan lingkungan. Antara lain, Efendy Naibaho (jurnalis dan mantan anggota DPRD Sumut), Naris Sitanggang (Ketua Adat Sitolu Hae Horbo), dan Wilmar Simanjorang (mantan Penjabat Bupati Samosir) diterima Kasat Intelkam Polres Samosir, IPTU Donal Sitanggang. Mewakili Kapolres Iptu Donal berjanji menindaklanjuti aspirasi dan berkoordinasi dengan KPH XIII Dolok Sanggul. 

TRIBUN-MEDAN.COM, SAMOSIR-Sejumlah tokoh pemerhati lingkungan berkumpul dalam audiensi resmi dengan perwakilan Kapolres Samosir di Aula Vidcon Mako Polres Samosir, Senin (2/6/2025) pukul 14.10 WIB.

Pertemuan ini digelar sebagai respons atas kian maraknya kebakaran hutan dan penebangan liar yang mengancam kelestarian kawasan Geopark Kaldera Danau Toba, seperti dugaan aktivitas pembalakan liar di wilayah HKM Dosroha Desa Simbolon Purba Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir.

Audiensi yang berlangsung sekitar 50 menit ini dipimpin oleh Kasat Intelkam IPTU Donal Sitanggang, S.H., M.H., yang mewakili Kapolres AKBP Rina Frillya, S.I.K., yang berhalangan hadir.

Turut mendampingi PLT Kasi Humas Brigpol Gunawan Situmorang, pertemuan ini dihadiri para tokoh berpengaruh di Kabupaten Samosir, seperti Wilmar Simanjorang (mantan Penjabat Bupati Samosir 2004–2005), Efendy Naibaho (jurnalis dan mantan anggota DPRD Sumut), Naris Sitanggang (Ketua Adat Sitolu Hae Horbo), dan Ambrosius Simbolon (wartawan).

Efendy Naibaho mewakili Aliansi Rakyat Peduli Danau Toba menyuarakan keprihatinan mendalam terkait pembakaran lahan dan penebangan liar yang semakin tak terkendali di perbukitan Samosir.

“Kami mengapresiasi kerja keras Polres, tetapi kami melihat tindakan yang lebih tegas perlu diambil, terutama terhadap truk-truk pengangkut kayu ilegal yang masih bebas berlalu lalang,” ujarnya.

Efendy juga mengusulkan pembentukan tim ulubalang, tokoh adat dan masyarakat yang dapat membantu pengawasan di lapangan.

Namun ia mengakui keterbatasan dana menjadi kendala utama, sehingga berharap adanya koordinasi lebih lanjut dengan pemerintah daerah untuk penyediaan anggaran bencana.

Mendukung hal tersebut, Ketua Adat Sitolu Hae Horbo, Naris Sitanggang, mengingatkan bahwa ancaman karhutla sangat serius dan berdampak langsung pada sektor pariwisata yang menjadi sumber penghidupan masyarakat.

“Jika hutan rusak dan api meluas, wisatawan akan takut datang. Ini bukan hanya soal alam, tapi masa depan ekonomi kita,” katanya dengan nada penuh semangat.

Sementara itu, Wilmar Simanjorang menyampaikan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mengawasi pengelolaan hutan sosial serta memberikan edukasi kepada masyarakat agar memahami batasan dan aturan dalam pengelolaan kawasan.

Secara simbolis, ia menyerahkan buku karyanya yang berjudul Penyelamatan Kawasan Danau Toba kepada perwakilan Polres sebagai bahan rujukan dan pengingat pentingnya tata kelola yang bertanggung jawab.

Polres Samosir Terima Audiensi Tokoh Pemerhati Lingkungan: Komitmen Bersama Tangani Karhutla dan Penebangan Hutan Liar

Polres Samosir menerima audiensi dari sejumlah tokoh pemerhati lingkungan Kabupaten Samosir pada Senin (2/6/2025) pukul 14.10 WIB di Aula Vidcon Mako Polres Samosir. Kapolres AKBP Rina Frillya, S.I.K diwakili oleh Kasat Intelkam IPTU Donal Sitanggang, S.H., M.H, didampingi oleh PLT Kasi Humas Brigpol Gunawan Situmorang.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, di antaranya Wilmar Simanjorang (PJ. Bupati Samosir 2004–2005), Efendy Naibaho (jurnalis dan mantan anggota DPRD Sumut dua periode), Koordinator Aliansi Rakyat Peduli Danau Toba sekaligus Ketua Yayasan Pusuk Buhit, Naris Sitanggang (Ketua Adat Sitolu Hae Horbo), dan Ambrosius Simbolon (wartawan media online Tribrata.tv).

Dalam audiensi itu, Efendy Naibaho menyampaikan aspirasi terkait maraknya pembakaran lahan dan aktivitas penebangan liar di kawasan perbukitan Samosir. Ia menegaskan pentingnya tindakan tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan dan mendorong Polres Samosir untuk menertibkan truk pengangkut kayu ilegal.

"Kami siap mendukung Polres dalam penanganan karhutla dan bahkan bersedia membentuk tim ulubalang, namun kami menghadapi keterbatasan dana. Kami berharap ada koordinasi lebih lanjut dengan Pemkab Samosir terkait penyediaan anggaran bencana," ujarnya.

Senada dengan itu, Ketua Adat Sitolu Hae Horbo, Naris Sitanggang, menekankan pentingnya menjaga lingkungan demi kelangsungan sektor pariwisata.

"Musim kemarau sangat rawan karhutla, yang bisa menurunkan minat wisatawan. Kami sangat mendukung langkah Polres dalam menjaga kelestarian alam Samosir," katanya.

Sementara itu, Wilmar Simanjorang secara simbolis menyerahkan buku karyanya berjudul Penyelamatan Kawasan Danau Toba kepada Kapolres Samosir melalui perwakilan.

Dalam keterangannya, ia menyampaikan perlunya pengawasan langsung dari pemerintah daerah, serta edukasi bagi masyarakat yang mengelola kawasan perhutanan sosial.

"Perhatian pemerintah pusat sangat besar, tetapi fakta di lapangan menunjukkan masih banyak pelanggaran, termasuk aktivitas penebangan hutan liar. Kami juga mendukung langkah Ephorus HKBP  demi menjaga keseimbangan ekosistem Danau Toba," ungkapnya.

Menanggapi masukan tersebut, IPTU Donal Sitanggang menyampaikan permohonan maaf atas ketidakhadiran Kapolres dan Wakapolres yang berhalangan hadir pada hari itu.

Ia menegaskan bahwa seluruh aspirasi yang disampaikan akan menjadi perhatian serius dan akan ditindaklanjuti, termasuk melakukan koordinasi dengan KPH XIII Doloksanggul selaku pengelola kawasan hutan.

“Kami sudah melakukan pemantauan dan pemadaman karhutla bersama stakeholder, walaupun medan yang sulit menjadi tantangan tersendiri. Namun kami tetap berkomitmen menjaga kelestarian lingkungan,” ujarnya.

Audiensi di Polres Samosir menjadi cermin nyata perjuangan dan tantangan pelestarian lingkungan di Samosir. 

Ambrosius Simbolon juga menyampaikan, di satu sisi, aparat kepolisian menunjukkan komitmen kuat, dengan dukungan tokoh masyarakat yang peduli. Namun, kelembagaan pengelola hutan yang seharusnya menjadi benteng utama justru memilih diam dan menunggu bukti konkret sebelum bertindak.

"Jika pola seperti ini terus berlanjut, bukan hanya status Geopark Kaldera Toba yang terancam, tetapi masa depan ekologis dan ekonomi masyarakat di kawasan ini juga akan menanggung akibatnya,"kritiknya

Ambrosius berpendapat, Samosir, di persimpangan sejarah, masih menyisakan harapan bagi para pelindung alam dan generasi mendatang.

"Namun waktu tidak akan menunggu,"ujar Ambrosius menimpali pembicaraan di Polres.

Di luar ruang audiensi, kenyataan yang tersaji di lapangan menunjukkan fakta kerusakan. 

Hasil pantauan drone pada akhir Mei 2025 merekam pemandangan mencemaskan di Desa Simbolon Purba, Kecamatan Palipi.

Bukit-bukit hijau yang seharusnya menjadi benteng ekosistem Geopark Kaldera Toba berubah menjadi lahan gundul.

Petak-petak tanah merah dan batang pohon tumbang berserakan membuktikan aktivitas penebangan masif yang berlangsung secara sistematis di lahan yang diklaim 469 hektare milik Kelompok Tani Hutan Dosroha yang dikelola di bawah skema Hutan Kemasyarakatan (HKM) KPH XIII.

Ketika dikonfirmasi, Kepala UPT KPH XIII Dolok Sanggul, Esra Sardina Sinaga, tampak enggan memberikan jawaban yang memadai. Ia menyebut, “Kami tidak bisa mengukur ancaman pencabutan status Geopark dari UNESCO. Banyak parameter yang harus dianalisa.”

Ketika ditanya terkait bukti video pembalakan liar, ia hanya menjawab singkat, “Kalau terbukti merusak, akan kami tindak lanjuti.” Namun hingga kini belum ada tindakan nyata yang terlihat di lapangan.

Peringatan keras dari UNESCO sejak September 2023 terkait tata kelola kawasan belum direspons secara optimal.

Alih-alih memperketat pengawasan, terjadi pembiaran yang berpotensi menjerumuskan Geopark Kaldera Toba ke dalam risiko kehilangan status warisan dunia.

Tikwan Raya Siregar, anggota Badan Pengurus Geopark Kaldera Toba, memberikan pandangan kritisnya.

“Penetapan geopark bukan untuk membatasi masyarakat kecuali aktivitas ilegal. Tapi jika konservasi diabaikan, edukasi tidak berjalan, dan pembangunan tanpa arah, status geopark hanya akan jadi simbol kosong,” ujarnya.(Jun-tribun-medan.com).

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved