Berita Viral

PENJELASAN Gedung Putih AS soal Presiden Trump Unggah Foto Buatan AI yang Berpakaian Ala Paus

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengunggah sebuah foto atau gambar dirinya berpakaian seperti Paus yang dibuat dengan kecerdasan buatan (AI).

Editor: AbdiTumanggor
Tangkapan layar via Instagram @realdonaldtrump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengunggah sebuah foto atau gambar dirinya tengah berpakaian seperti Paus yang dibuat dengan kecerdasan buatan (AI) pada Jumat (2/5/2025). (Tangkapan layar via Instagram @realdonaldtrump) 

Di Tengah Momen Prosesi Pemilihan Paus Baru, Donald Trump Unggah Foto Buatan AI yang Menampilkan Dirinya Berpakaian Ala Paus hingga Menjadi Sorotan Dunia Internasional.

TRIBUN-MEDAN.COM - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengunggah sebuah foto atau gambar dirinya tengah berpakaian seperti Paus yang dibuat dengan kecerdasan buatan (AI) pada Jumat (2/5/2025). 

Gambar Donald Trump berpakaian Paus itu pun memicu kontroversi di tengah masa berkabung atas meninggalnya Paus Fransiskus dan beberapa hari sebelum dimulainya konklaf atau pemilihan Paus baru. 

Aksi tersebut memicu kecaman dari sejumlah pihak, termasuk perwakilan uskup Katolik di New York serta warga Italia.

Gambar Donald Trump berpakaian Paus diunggah pada melalui platform Truth Social milik Trump dan kemudian diumumkan ulang oleh Gedung Putih melalui akun resmi mereka di X.

Unggahan ini menarik perhatian luas, baik di media sosial maupun di Vatikan, yang saat itu masih menjalani sembilan hari masa berkabung resmi setelah meninggalnya Paus Fransiskus dan konklaf yang akan berlangsung Rabu (7/5/2025). 

Lantas, bagaimana reaksi kecaman tokoh-tokoh Katolik dan pembelaan Gedung Putih atas aksi kontroversial Donald Trump? 

Meninggalnya Paus Fransiskus dan pemilihan Paus baru merupakan peristiwa yang sangat penting bagi umat Katolik di dunia. Mereka memandang Paus sebagai perwakilan Kristus di dunia, seperti halnya Simon Petrus yang nota bene sebagai Paus pertama.

Hal ini memiliki makna yang lebih mendalam di Italia, di mana posisi kepausan dihormati secara luas, bahkan oleh warga yang tidak menganut agama sekalipun.

Sebagaimana diberitakan AP News, Minggu (4/5/2025), gambar yang menampilkan Trump mengenakan jubah putih dan topi uskup runcing menjadi topik beberapa pertanyaan selama pengarahan konklaf harian Vatikan pada Sabtu (3/5/2025).

Laporan berita Italia dan Spanyol menyesalkan kesan kurang pantas yang ditunjukkan oleh Trump.

Mereka mengatakan tindakan itu menyinggung, mengingat masa berkabung resmi masih berlangsung.

Mantan Perdana Menteri Italia berhaluan kiri, Matteo Renzi, menyebut gambar tersebut sebagai sesuatu yang memalukan. 

“Gambar ini melecehkan orang-orang beriman, berisi lembaga-lembaga, dan mencerminkan bagaimana para pemimpin sayap kanan dunia gemar mempermainkan hal-hal serius,” tulis Renzi di platform X.

“Sementara itu, ekonomi Amerika Serikat berada di ambang resesif dan nilai dolar terus melemah. Para penonton paham paparan justru menimbulkan kerusakan di berbagai tempat,” imbuhnya.

Di Amerika Serikat, Konferensi Katolik Negara Bagian New York yang menjadi perwakilan para uskup menganggap Trump telah melakukan tindakan yang mengejek.

“Tidak ada yang lucu dari gambar ini, Tuan Presiden,” tulis mereka.

“Kami baru saja memakamkan Paus Fransiskus yang kami kasihi, dan para kardinal akan segera memasuki konklaf yang penuh khidmat untuk memilih penerus Santo Petrus. Mohon jangan mengejek kami,” tambahnya.

Surat kabar Italia, La Repubblica, juga menyoroti gambar tersebut sebagai headline di pemberitaannya pada Sabtu, disertai komentar yang menuding Trump menderita "megalomania patologis".

Megalomania patologis adalah sebuah keyakinan dalam diri seseorang bahwa ia memiliki kebesaran, keagungan, atau kekuasaan.

Gedung Putih AS: Hanya Humor/Candaan 

Dilansir dari BBC, Minggu (4/5/2025), menanggapi kritik yang muncul, Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menepis bahwa Presiden Trump berniat mengejek Paus.  

Namun, menurut Gedung Putih, gambar Trump berpakaian layaknya Paus hanya menunjukkan candaan tentang pemilihan Paus yang segera dimulai.

Gedung Putih juga menegaskan bahwa Presiden Trump telah melakukan perjalanan ke Italia untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Paus Fransiskus dan menghadiri upacara pemakamannya.

Ia dikenal sebagai pembela setia umat Katolik dan kebebasan beragama.

"Saya seorang Katolik. Sepanjang minggu ini, kami semua melontarkan candaan tentang pemilihan Paus yang akan datang. Itu namanya humor," tulisnya di X.

Trum Perkenalkan Kardinal dari New York

Sebagaimana diberitakan Euronews, Sabtu (3/5/2025), saat berbicara kepada wartawan pada hari Selasa, Trump sempat berseloroh bahwa dirinya akan menjadi “pilihan nomor satu”. 

Ia mengatakan hal demikian sebelum memperkenalkan seorang Kardinal dari New York. 

“Saya harus mengatakan bahwa kita memiliki seorang kardinal luar biasa dari New York,” ucap Trump.

Pernyataan tersebut Merujuk pada Kardinal Timothy Michael Dolan dari New York, salah satu dari 10 kardinal asal Amerika Serikat yang akan ikut memberikan suara dalam konklaf.

Namun, komentar Presiden Donald Trump justru bisa merugikan Kardinal Dolan, karena konklaf diadakan secara tertutup dan para kardinal diisolasi selama proses berlangsung demi mencegah campur tangan dari kekuatan sekuler luar dalam pemilihan Paus. 

Berikut 7 Tahapan Konklaf, Prosesi Pemilihan Paus Baru yang Digelar 135 Kardinal dari Seluruh Dunia

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Vatikan telah mengumumkan konklaf untuk memilih pengganti Paus Fransiskus dilaksanakan mulai pada Rabu (7/5/2025).

Keputusan itu diambil dalam pertemuan tertutup para kardinal, yang merupakan pertemuan pertama sejak pemakaman Paus Fransiskus pada Sabtu (26/4/2025).

Sekitar 135 kardinal dari berbagai belahan dunia, yang berusia di bawah 80 tahun, berhak mengikuti pemungutan suara untuk memilih pemimpin baru Gereja Katolik, dikutip dari AP News, Minggu (4/5/2025).

Setelah tanggal ditentukan, para kardinal yang terpilih akan menuju ke tempat konklaf, yaitu Kapel Sistina di Vatikan.

Seorang kandidat membutuhkan dua pertiga suara yang masuk untuk terpilih.  

Lantas, bagaimana tahapan konklaf dilakukan?

Selama konklaf, para kardinal akan berkumpul di Kapel Sistina untuk memilih pengganti Paus Fransiskus dalam sebuah proses yang sangat rahasia yang dapat memakan waktu beberapa hari.

Dilansir dari AFP, berikut tahapan dari konklaf kepausan:

1. Persiapan dan kedatangan kardinal

Ada lebih dari 250 kardinal di seluruh dunia, namun hanya kardinal yang berusia di bawah 80 tahun saat Takhta Suci lowong yang berhak memilih. Adapun saat ini, terdapat 135 kardinal pemilih.

Mereka wajib menuju Roma, kecuali terhalang sakit atau keadaan serius.

Menjelang konklaf, para kardinal terpilih pindah ke wisma Santa Marta di dalam Vatikan.

Mereka akan tinggal selama konklaf berlangsung dan bersumpah untuk tidak berkomunikasi dengan dunia luar, merekam proses, atau mengungkapkan rahasianya, karena takut dikucilkan.

2. Mengikuti misa di Basilika Santo Petrus

Pada pagi hari konklaf, para kardinal terpilih akan mengikuti misa di Basilika Santo Petrus di Vatikan.

Kemudian pada sore harinya, para kardinal akan mengenakan pakaian kebesaran, yang terdiri dari jubah merah tua, jubah putih, dan mozetta merah tua (jubah pendek).

Para kardinal berkumpul di Kapel Paulus di Istana Apostolik dan memohon bantuan Roh Kudus ketika mereka menentukan pilihan.

Para kardinal kemudian melanjutkan ke Kapel Sistina, di mana pemilihan akan diadakan dan yang telah disapu untuk alat perekam rahasia.

3. Pengambilan sumpah kerahasiaan

Para kardinal yang terpilih mengucapkan sumpah di atas injil.

Mereka mengatakan, jika terpilih, mereka akan menjalankan tugas mereka dengan setia dan sekali lagi bersumpah untuk menjaga kerahasiaan.

Setelah itu, Master of Papal Liturgical Celebrations memberi komando "Extra omnes" (semua yang bukan kardinal keluar), menandai dimulainya isolasi penuh Kapel Sistina.

4. Proses pemungutan suara

Pembawa acara membagikan surat suara kepada para kardinal terpilih, dengan undian untuk memilih:

Tiga kardinal dipilih sebagai Scrutineers (pengawas pemungutan suara).

Tiga sebagai Infirmarii (mengumpulkan suara dari kardinal yang sakit).

Tiga sebagai Revisers (memeriksa hasil perhitungan suara).

Adapun voting akan berlangsung dalam dua sesi per hari yaitu pagi dan sore.  

Para kardinal diberi surat suara berbentuk persegi panjang yang di atasnya tertulis kata-kata "Eligo in Summum Pontificem" ("Saya memilih sebagai paus tertinggi") dan ruang kosong di bawahnya. 

Para pemilih menuliskan nama pilihan mereka untuk calon paus dengan tulisan tangan mereka sendiri dan melipat kertas suara dua kali.

Setiap kardinal bergiliran berjalan ke altar dan mengangkat kertas suaranya ke atas sehingga dapat dilihat dengan jelas, dan mengucapkan sumpah berikut dengan lantang:

"Saya bersaksi kepada Tuhan Kristus yang akan menjadi hakim saya, bahwa suara saya diberikan kepada orang yang menurut saya di hadapan Tuhan harus dipilih." 

Para pemilih meletakkan kertas suara mereka yang terlipat di atas piring, yang digunakan untuk menuangkan surat suara ke dalam guci perak di altar, di hadapan para pengawas.

Mereka kemudian membungkuk dan kembali ke tempat duduk mereka.

Sementara itu, bagi para kardinal yang tidak dapat berjalan ke altar menyerahkan suara mereka kepada seorang pengawas, yang menjatuhkannya ke dalam guci untuk mereka.

5. Penghitungan suara

Setelah semua surat suara terkumpul, pengawas menggoyangkan guci untuk mencampur suara, memindahkannya ke wadah kedua untuk memeriksa apakah jumlah surat suara sama dengan jumlah pemilih, dan mulai menghitungnya.

Dua pengawas mencatat nama-nama tersebut sementara yang ketiga membacanya dengan suara keras, menusuk surat suara dengan jarum melalui kata "Eligo" dan merangkainya menjadi satu.

Para penyeleksi kemudian memeriksa ulang bahwa para pengawas tidak melakukan kesalahan apa pun.

Jika tidak ada yang memperoleh dua pertiga suara, maka tidak ada pemenang dan para elektor langsung maju ke putaran kedua.

6. Isyarat asap: Hitam atau putih

Surat suara dan catatan tulisan tangan yang dibuat oleh para kardinal kemudian dihancurkan, dibakar di tungku di kapel, yang mengeluarkan asap hitam jika tidak ada paus yang terpilih dan asap putih jika dunia Katolik memiliki paus baru.

Asap tersebut berubah menjadi hitam atau putih melalui penambahan bahan kimia.

Jika pemungutan suara berlanjut selama tiga hari tanpa pemenang, akan ada hari doa, refleksi, dan dialog.

Jika setelah tujuh kali pemungutan suara tidak ada pemenang, akan ada hari jeda lagi.

Jika para kardinal mencapai jeda keempat tanpa hasil, mereka dapat sepakat untuk memberikan suara hanya pada dua kandidat yang paling populer, dengan pemenangnya harus memperoleh suara mayoritas yang jelas.

7. Pengumuman

Ketika seorang kandidat terpilih dan menerima hasilnya, ia segera berpindah ke "Room of Tears" untuk mengenakan pakaian Paus.

Setelah itu, ia kembali ke Kapel Sistina untuk doa dan penghormatan oleh para kardinal.

Sementara itu, Kardinal Protodiakon tampil di balkon Basilika Santo Petrus dan mengumumkan dengan lantang dalam bahasa Latin:

"Annuntio vobis gaudium magnum: Habemus Papam!" (Artinya: "Saya mengumumkan kepada Anda kegembiraan besar: Kita memiliki Paus!")

Tak lama kemudian, Paus baru muncul di hadapan umat, memberikan berkat apostolik pertamanya, "Urbi et Orbi", kepada kota dan seluruh dunia.

(*/Tribun-medan.com)

Artikel ini sebagian telah tayang di Kompas.com dengan judul "7 Tahapan Konklaf, Prosesi Pemilihan Paus Baru yang Digelar Gereja Katolik" https://www.kompas.com/tren/read/2025/04/30/100000365/7-tahapan-konklaf-prosesi-pemilihan-paus-baru-yang-digelar-gereja-katolik?page=all#page2.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved