Berita Nasional

Alasan Bank Indonesia Soal Nilai Tukar Rupiah, Kini Jumlahnya Makin Mendekati Zaman Krismon Dulu

nilai tukar rupiah terus melemah hingga mendekati level terendah sejak krisis moneter 1998. Namun, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa kondisi saat

HO
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat semakin lemah. Pada Sabtu (13/4/2024), Rupiah menembus Rp 16.117 per dolar AS.  

TRIBUN-MEDAN.com - Bank Indonesia buka suara soal nilai tukar Rupiah yang menyentuh angka terendah sejak 1998.

Meskipun nilai tukar rupiah terus melemah hingga mendekati level terendah sejak krisis moneter 1998.

Namun, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa kondisi saat ini berbeda dengan situasi 1998

Pada perdagangan Selasa (25/3/2025), rupiah ditutup di level Rp 16.622 per dollar AS

Angka ini hampir menyentuh level terendah dalam sejarah, yaitu Rp 16.900 per dollar AS pada 17 Juni 1998.

Nilai tukar rupiah merosot
Nilai tukar rupiah merosot (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro, menegaskan pelemahan rupiah saat ini terjadi secara bertahap, tidak seperti krisis 1998 ketika rupiah anjlok tajam dalam waktu singkat.

"Kalau kita simpulkan, apakah kondisi saat ini masih jauh dari 1998? Saya berani afirmasi, ini masih jauh," ujarnya dalam Taklimat Media di Jakarta, Rabu (26/3/2025).

Perbedaan Kondisi Sekarang dan 1998

Pada 1998, rupiah terjun bebas dari di bawah Rp 10.000 per dollar AS langsung ke level Rp 16.000 per dollar AS dalam waktu singkat.

Saat ini, depresiasi rupiah terjadi secara bertahap sejak berada di level Rp 15.000 per dollar AS.

Selain itu, krisis 1998 juga disertai dengan kerentanan ekonomi yang tidak dapat dimitigasi oleh pemerintah, menyebabkan resesi. Saat itu, cadangan devisa Indonesia hanya sekitar 20 miliar dollar AS.

Kini, kondisi lebih terkendali dengan cadangan devisa mencapai 154,5 miliar dollar AS per akhir Februari 2025.

"Dulu, kerentanan di sektor keuangan dan utang tidak teridentifikasi dengan baik. Sekarang BI dan pemerintah sudah memiliki mekanisme lebih kuat untuk mendeteksi potensi pelemahan ekonomi," jelas Solikin.

Fundamental Ekonomi Indonesia Masih Kuat

Secara makroekonomi, Indonesia masih berada dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan 1998.

Indikator seperti produk domestik bruto (PDB), inflasi, kredit, permodalan, dan transaksi berjalan masih dalam kondisi stabil.

Meski begitu, BI dan pemerintah tetap mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, termasuk faktor sosial, politik, serta kemajuan teknologi yang dapat memicu ketidakstabilan.

"Krisis bisa muncul dari faktor di luar ekonomi, seperti operasional atau teknologi digital. Itu sebabnya, penanganan krisis harus dilakukan secara terintegrasi," tutupnya.

(*/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram Twitter dan WA Channel

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved