Berita Viral

JUMLAH Korban Tewas Dalam Perang Narkoba Duterte, Kini Ditangkap Atas Tuduhan Kejahatan Kemanusiaan

Rodrigo Duterte ditangkap di Bandara Internasional Manila, Filipina, setelah melakukan penerbangan dari Hong Kong.

Editor: AbdiTumanggor
Istimewa
DUTERTE DITANGKAP: Atas surat perintah ICC, Duterte ditangkap pada Selasa (11/3/2025). Rodrigo Duterte ditangkap di Bandara Internasional Manila, Filipina, setelah melakukan penerbangan dari Hong Kong. (Istimewa) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan saat perang melawan narkotika, Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) memerintahkan Interpol untuk menangkap Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Atas surat perintah ICC tersebut, Duterte pun ditangkap pada Selasa (11/3/2025).

Rodrigo Duterte ditangkap di Bandara Internasional Manila, Filipina, setelah melakukan penerbangan dari Hong Kong.

“Pagi-pagi sekali, Interpol Manila menerima salinan resmi surat perintah penangkapan dari ICC,” kata Kantor Komunikasi Presiden dalam sebuah pernyataan dikutip dari CNN, Selasa (11/3/2025).

Saat ini, mantan Presiden Filipina tersebut sedang berada dalam tahanan pihak berwenang.

Penyebab Duterte Ditangkap

Duterte ditangkap berdasarkan surat perintah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Duterte ditangkap dengan tuduhan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terkait dengan perang mematikannya melawan narkoba saat dirinya menjabat Presiden Filipina.

Dilansir dari AFP, Selasa (11/3/2025), ia menghadapi tuduhan “kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan” terkait dengan perang narkoba. 

Duterte dituduh membunuh puluhan ribu orang yang sebagian besar adalah orang miskin.

Mereka diperkirakan dibunuh oleh petugas dan warga yang main hakim sendiri.

Berbicara di hadapan ribuan pekerja Filipina di luar negeri pada Minggu (9/3/2025), Duterte sempat mengecam penyelidikan tersebut.

Dia bahkan menyebut para penyelidik ICC sebagai “anak-anak pelacur” sambil mengatakan bahwa ia akan “menerimanya” jika penangkapan itu menjadi takdirnya.

Duterte sempat memerintahkan kepada para petugas berwenang untuk menembak mati para tersangka narkotika jika nyawa mereka terancam.

Dia bersikeras bahwa tindakan keras tersebut dapat menyelamatkan keluarga dan mencegah Filipina berubah menjadi “negara narkotika”.

Tak sampai di situ, Duterte menyampaikan bahwa “tidak ada permintaan maaf, tidak ada alasan” atas tindakannya.

“Saya melakukan apa yang harus saya lakukan, dan apakah Anda percaya atau tidak, saya melakukannya untuk negara saya,” katanya.

Penyelidikan sempat berhenti ketika Filipina keluar dari ICC pada 2019 atas instruksi Duterte.

Tetapi ICC menyatakan bahwa mereka memiliki yurisdiksi atas pembunuhan sebelum adanya penarikan diri.

Mahkamah Kriminal Internasional juga memiliki yurisdiksi pembunuhan di kota selatan Davao ketika Duterte menjabat sebagai wali kota di sana, bertahun-tahun sebelum ia menjadi presiden.

Mereka meluncurkan penyelidikan resmi pada September 2021, tetapi kemudian menangguhkannya dua bulan kemudian.

Hal itu terjadi setelah Filipina mengatakan, mereka sedang memeriksa kembali ratusan kasus operasi narkoba yang menyebabkan kematian di tangan polisi, pembunuh bayaran, dan preman.

Kasus ini kemudian dilanjutkan pada Juli 2023 setelah panel lima hakim ICC menolak keberatan Filipina bahwa pengadilan tidak memiliki yurisdiksi.

Sejak saat itu, pemerintah Presiden Ferdinand Marcos dalam berbagai kesempatan menyatakan tidak akan bekerja sama dalam penyelidikan.

Duterte akui punya 'regu pembunuh' perang narkoba

Dalam kesaksiannya di hadapan penyelidikan resmi terkait apa yang disebutnya perang melawan narkoba, Duterte mengatakan ia memiliki regu terdiri dari gangster.

Ia menambahkan bahwa ia akan memberi tahu mereka "bunuh orang ini, karena kalau tidak, saya akan membunuhmu sekarang".

Setelah memenangi kursi Presiden Filipina pada tahun 2016, ia telah berjanji mengulangi kampanye anti-kejahatan di kota Davao pada skala nasional.

Perang narkoba nasional telah menewaskan ribuan tersangka dalam operasi polisi yang kontroversial dan ditangani Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
 
Dalam sidang senat beberapa waktu lalu, Duterte juga mengatakan bahwa ia meminta petugas polisi untuk "mendorong" tersangka untuk melawan sehingga petugas dapat membenarkan pembunuhan tersebut.

"Jangan pertanyakan kebijakan saya karena saya tidak meminta maaf, tidak ada alasan. Saya melakukan apa yang harus saya lakukan, dan terlepas dari apakah Anda percaya atau tidak... Saya melakukannya untuk negara saya," kata Duterte dalam pernyataan pembukaannya.

"Saya benci narkoba, jangan salah paham."

Namun, ia membantah bahwa ia memberikan izin kepada kepala polisi untuk membunuh tersangka, dan menambahkan bahwa "regu pembunuh"-nya terdiri dari "gangster... bukan polisi".

"Saya bisa membuat pengakuan sekarang jika Anda mau. Saya punya regu pembunuh yang beranggotakan tujuh orang, tetapi mereka bukan polisi, mereka gangster."

Bahkan, Duterte mengklaim bahwa banyak penjahat telah melanjutkan kegiatan ilegal mereka setelah ia tidak lagi menjabat sebagai presiden Filipina.

"Jika diberi kesempatan lagi, aku akan memusnahkan kalian semua," katanya.

Ribuan warga tewas

Pemerintah Filipina memperkirakan lebih dari 6.252 orang telah ditembak mati oleh polisi dan "penyerang tak dikenal" dalam "perang melawan narkoba" Duterte.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan jumlah sebenarnya bisa mencapai puluhan ribu.

Laporan sebelumnya oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menemukan bahwa tindakan keras Duterte terhadap narkoba ditandai oleh retorika tingkat tinggi yang dapat dilihat sebagai pemberian "izin untuk membunuh" kepada petugas polisi.

Polisi mengatakan banyak korban mereka, yang mereka klaim sebagai bandar narkoba atau pengedar, sering terbunuh dalam "pertahanan diri" selama baku tembak.

Namun, banyak keluarga mengklaim putra, saudara laki-laki, atau suami mereka berada di tempat yang salah pada waktu yang salah.

Kampanye perang terhadap narkoba kontroversial dan menuai kritik internasional yang besar, tetapi juga memiliki pendukung di negara tempat jutaan orang menggunakan narkoba, sebagian besar adalah metamfetamin, yang dikenal secara lokal sebagai "sabu".

(*/Tribun-medan.com/bbc/kompas.com))

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved