Breaking News

VIDEO

NASIB Waga Desa Pohon Jae, Tak Bisa Bertani Gegara Jalan ke Ladang Diblokir PT Toba Pulp Lestari

Rocky Pasaribu mengutarakan bahwa masyarakat adat Nagasaribu telah mendapatkan pengakuan dari Pemkab Taput pada tahun 2022.

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Satia

TRIBUN-MEDAN.com, TARUTUNG - Konflik masyarakat adat Nagasaribu dengan TPL telah terjadi pada bulan Januari 2025. Konflik ini berujung pada pemblokiran akses menuju ladang dan hutan adat masyarakat sekitar. 

Koordinator Study dan Advokasi KSPPM Rocky Pasaribu mengutarakan bahwa masyarakat adat Nagasaribu telah mendapatkan pengakuan dari Pemkab Taput pada tahun 2022.

 Luas lahan yang disahkan oleh Pemkab Taput pada saat itu seluas 2.291 hektar. Lalu, hal tersebut ditindaklanjuti ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Jadi memang pada tahun 2022, masyarakat adat Nagasaribu adalah masyarakat hukum adat yang sudah mendapatkan pengakuan dari negara. Jadi, Pemkab Taput sudah menandatangani sekitar 2.291 hektar. Kemudian, hal itu ditindaklanjuti oleh KLHK," ujar Rocky Pasaribu, Selasa (18/2/2025).

Lalu, KLHK memberikan Surat Keputusan (SK) hutan adat seluas 1586 hektar. 

"KLHK sudah memberikan SK Hutan Adat sekitar 1586 hektar. KLHK memang tidak memberikan peta seutuhnya atau SHP. Jadi, masyarakat tidak tahu persis mana lokasi yang sudah dikeluarkan sebagai hutan adat dan mana yang tidak," sambungnya. 

Karena ada dugaan pihak TPL melakukan penanaman di lahan yang disebut sebagai kawasan masyarakat adat, konflik pun terjadi. Peristiwa pada tanggal 20 Januari tersebut berlarut-larut hingga saat ini. Menurutnya, tapal batas lahan hingga saat ini belum jelas. 

"Kejadian pada tanggal 20 Januari 2025 lalu adalah tindakan sepihak oleh PT TPL. Semestinya, setelah masyarakat hukum adat sudah mendapatkan SK Hutan Adat maka akan ada tapal batas. Nah ini yang belum ada sampai sekarang," lanjutnya. 

Saling klaim terjadi di atas tanah seluas 216 hektar. Pihak TPL mengklaim tanah tersebut adalah lahan konsesi, sementara masyarakat adat mengklaimnya sebagai kawasan hutan adat.

"Itu yang menjadi konflik hingga hari ini. Menurut klaim TPL, masih ada 216 hektar lagi yang merupakan konsesi mereka yang berada pada kawasan hutan adat masyarakat Nagasaribu," lanjutnya.

Konflik ini menyita perhatian pimpinan gereja di kawasan Danau Toba. Pihak HKI dan HKBP telah memberikan perhatian khusus setelah mendapatkan informasi bahwa akses masyarakat adat menuju hutan dan ladangnya ditutup. Portal terpasang. 

Kehadiran pimpinan gereja ini mendapatkan sambutan dari masyarakat adat. 

"Kami menyampaikan apresiasi atas kedatangan Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan. Selama sebulan ini, masyarakat adat terintimidasi oleh TPL. Akses mereka ke hutan mereka diblokir dan tanaman mereka juga dirusak oleh TPL," 

"Kedatangan Ephorus HKBP kemarin tentunya memberikan semangat spiritual bagi warga masyarakat adat di Nagasaribu," pungkasnya. 

(cr3/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved