Berita Viral

7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Tolak Ajukan Grasi Imbas Kecewa PK Ditolak Hakim MA, Susno: Ksatria

Tujuh terpidana kasus Vina Cirebon menolak untuk mengajukan grasi atau pengampunan setelah peninjauan kembali (PK) ditolak Mahkamah Agung (MA).

istimewa
Hakim MA Menolak Permohonan PK 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon. (Istimewa) 

TRIBUN-MEDAN.com - Tujuh terpidana kasus Vina Cirebon menolak untuk mengajukan grasi atau pengampunan setelah peninjauan kembali (PK) ditolak Mahkamah Agung (MA). 

Mereka kecewa hakim MA menolak PK yang diajukan pada Senin (16/12/2024).

Keputusan ini tak hanya memantik reaksi dari para pengacara dan keluarga korban, tetapi juga melibatkan opini publik, termasuk pernyataan dari sejumlah tokoh.

Setelah PK mereka ditolak, ketujuh terpidana menyatakan tidak akan mengajukan pengampunan atau grasi.

Kuasa hukum mereka, Jutek Bongso, menegaskan bahwa kliennya enggan mengakui perbuatan yang tidak mereka lakukan, meskipun itu merupakan salah satu syarat untuk memperoleh grasi.

Mantan Kabareskrim, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, mendukung keputusan tersebut dan menyebut sikap para terpidana sebagai langkah ksatria.

Dalam program On Focus yang tayang di YouTube Tribunnews pada Selasa (17/12/2024), Susno mengungkapkan sejumlah poin.

"Saya menghargai, ya. Itu mereka ksatria. Daripada dibebaskan tapi harus mengaku padahal dia tidak melakukan, maka lebih baik mati dan busuk di penjara, ya bagus. Jadi, dia lebih mulia dari hakim yang sembarang menjatuhkan hukuman itu," katanya.

Baca juga: Polres Labuhanbatu Ungkap Peredaran 20 Kg Sabu dan 38.686 Butir Ekstasi

Baca juga: Sebelum Ancam Menembak Pegawai Toko, Oknum Polres Sergai Ingin Beli Lampu Natal

Susno menambahkan bahwa ia yakin sikap para terpidana ini akan mendapatkan balasan yang adil di akhirat nanti.

Di sisi lain, kubu keluarga korban yang diwakili oleh pengacara Pitra Romadoni, mendesak agar para terpidana segera bertobat. Ia menyebut keputusan MA sebagai peringatan Tuhan atas kebohongan yang mungkin telah dilakukan oleh para terpidana.

"Atas ditolaknya putusan PK tersebut, saya menyarankan agar para terpidana segera insyaf dan bertaubat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa," ungkap Pitra dalam pernyataan tertulis yang diterima Tribunnews pada hari yang sama.

Juru Bicara MA, Yanto, menjelaskan alasan penolakan PK tersebut. Menurutnya, tidak ada novum atau bukti baru yang memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP.

"Pertimbangan majelis dalam menolak permohonan PK tersebut antara lain tidak terdapat kekhilafan judex facti dan judex juris dalam mengadili para terpidana," papar Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta.

Majelis hakim juga menegaskan bahwa putusan sebelumnya tetap berlaku, di mana tujuh terpidana dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, sementara satu terpidana lainnya, Saka Tatal, telah menjalani hukuman delapan tahun penjara dan kini bebas murni.

Susno mengungkapkan bahwa dirinya bersama kuasa hukum para terpidana sempat bertemu mereka usai putusan MA. Ia menilai keputusan tersebut sebagai tragedi hukum di Indonesia.

"Semua kaget. Di luar nalar (penolakan PK oleh MA). Yang lain menyatakan, ini tragedi hukum. Kita yakin betul hakim yang menyidangkan kasus ini tidak tahu kasus, tidak tahu peristiwa, tidak pernah melihat media sosial, atau sengaja buta dan tuli," tegasnya.

Kasus ini terus menjadi perbincangan hangat, baik di ruang publik maupun di media sosial. Sikap tujuh terpidana yang menolak grasi dianggap sebagai simbol keteguhan prinsip oleh sebagian pihak, sementara pihak lainnya menganggap itu sebagai sikap yang melawan kenyataan hukum.

Dengan putusan ini, tekanan kini mengarah pada langkah-langkah hukum lanjutan yang mungkin diambil oleh pihak keluarga terpidana maupun korban. Di sisi lain, kasus ini juga mengundang sorotan lebih luas terhadap integritas sistem peradilan di Indonesia.

Alasan Mahkamah Agung Tolak PK Terpidana Vina Cirebon

Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh delapan terpidana dalam kasus pembunuhan berencana Vina dan Eky di Cirebon. Adapun PK tujuh terpidana itu terbagi dalam dua perkara.

Perkara pertama teregister dengan nomor 198/PK/PID/2024 atas nama Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.

Sementara, PK lima terpidana lainnya yakni Eka Sandi, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto teregister dengan nomor 199/PK/PID/2024.

Kemudian, PK yang diajukan terpidana anak Saka Tatal untuk membersihkan namanya. PK itu teregister dengan nomor 1688 PK/PID.SUS/2024 dan diadili oleh Hakim Agung Prim Haryadi.

Dalam kasus ini, total ada delapan orang terpidana. Tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup.

Sementara satu terpidana lainnya, Saka Tatal dihukum delapan tahun penjara. Saka Tatal kini sudah bebas murni.

Juru Bicara Mahkamah Agung, Yanto menyampaikan bahwa alasan utama penolakan PK adalah tidak adanya kekhilafan dalam putusan tingkat sebelumnya, baik dari segi fakta (judex facti) maupun hukum (judex juris).

“Pertimbangan majelis dalam menolak permohonan PK tersebut antara lain tidak terdapat kekhilafan judex facti dan judex juris dalam mengadili para terpidana,” kata Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Senin (16/12/2024).

Selain itu, menurut dia, bukti baru atau novum yang diajukan oleh para pemohon tidak memenuhi kriteria sebagai bukti baru yang diatur dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP.

Dengan demikian, permohonan PK dinyatakan tidak berdasar, dan putusan sebelumnya tetap berlaku.

“Dengan ditolaknya permohonan PK para terpidana tersebut, maka putusan yang dimohonkan PK tetap berlaku,” ujar Yanto.

Kuasa hukum para terpidana, Jutek Bongso memaparkan bahwa pihaknya telah menghadirkan sejumlah fakta baru, seperti ekstraksi percakapan dari ponsel salah satu pihak terkait, kesaksian yang menyebut kejadian itu adalah kecelakaan, serta pencabutan kesaksian palsu oleh saksi kunci, Dede.

Namun, MA memutuskan bahwa fakta-fakta tersebut tidak memenuhi syarat sebagai novum.

“Ekstraksi handphone Widi kami lakukan hingga dua minggu dengan izin majelis hakim, tetapi mengapa ini tidak dianggap sebagai novum? Kami juga membawa kesaksian yang menyebutkan bahwa peristiwa ini adalah kecelakaan, bukan pembunuhan, dan pengakuan Dede yang mencabut kesaksian palsunya. Apakah semua ini tidak cukup?" ujar Jutek Bongso di Cirebon, Senin.

(*/tribun-medan.com)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved