Berita Viral

Fakta Sebenarnya Status Lady Aurellia Dibekukan Pihak Kampus, Alumni Sebut Tak Pantas Jadi Dokter

Beredar kabar di media sosial, Lady Aurellia dibekukan pihak kampus terkait kasus penganiayaan Dokter koas.

Ist
Beredar rekaman suara percakapan diduga Sri Meilina (ibu Lady Aurellia) dan ketua dokter koas Universitas Sriwijaya, Muhammad Lutfhi. 

TRIBUN-MEDAN.com - Beredar kabar di media sosial, Lady Aurellia dibekukan pihak kampus terkait kasus penganiayaan Dokter koas.

Terkait hal ini, Universitas Sriwijaya (Unsri) pun buka suara.

Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unsri Prof. Dr. Radiyati mengatakan kasus penganiayaan tersebut hingga kini masih tahap investigasi.

Radiyatipun mengungkapkan jika informasi yang beredar soal pembekuan status kemahasiswaan Lady bukanlah pengumuman resmi dari Unsri.

"Saat ini sedang diinvestigasi. Jadi kalau pengumumannya bukan resmi dari Unsri berarti bukan dari Unsri," kata Radiyati saat dikonfirmasi, Senin (16/12/2024).

Sementara itu, melansir dari Kompas.com Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya menyatakan bahwa kasus penganiayaan tersebut termasuk bullying di pendidikan kedokteran.

”Ini termasuk tipe bullying di pendidikan kedokteran namun bukan sistematik tetapi kasuistis. Dari informasi direktur RSUD (Siti Fatimah), status oknum (LD) ini sebagai mahasiswa sudah dibekukan sementara oleh dekannya sampai kasusnya jelas dengan kepolisian,” tutur Azhar.

Tribun Sumsel juga berusaha mengkonfirmasi ke Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siti Fatimah Az-Zahra Prov. Sumsel dr. Syamsuddin Isaac Suryamanggala, Sp.OG, namun ia menyarankan untuk langsung menanyakan ke Fakultas Kedokteran Unsri.

Tak Pantas Jadi Dokter

(tengah) Lady bersama kedua orangtuanya, Sri Meilani dan Dedy Status Lady Aurellia Pramesti (LD), mahasiswi koas RSUD Siti Fatimah dibekukan sementara imbas terseret penganiayaan Luthfi, rekannya dokter koas
(tengah) Lady bersama kedua orangtuanya, Sri Meilani dan Dedy Status Lady Aurellia Pramesti (LD), mahasiswi koas RSUD Siti Fatimah dibekukan sementara imbas terseret penganiayaan Luthfi, rekannya dokter koas (ig/palembang.kantep)

Buntut kekerasan pemukulan yang dialami koas Universitas Sriwijaya (Unsri) yang viral belum lama ini semakin ramai karena banyak dokter alumnus Unsri memberikan reaksinya.

Umumnya mereka menyayangkan tindakan kekerasan itu bahkan marah karena masalah piket jaga malam justru berujung kekerasan.

Salah satunya dokter yang bereaksi terhadap kasus itu yakni dokter dr Moh Ramadhani Soeroso, M.Ked(Paru), Sp.P(K)Onk atau dokter Deni.

Dikutip dari cuitannya di akun instagramnya @denisoeroso, dokter spesialis penyakit paru ini mengingatkan pada semua orangtua jika mau mengkuliahkan anaknya jadi dokter harus diajari etika dan sopan santun.

Etika adalah hal pertama yang harus dipunyai oleh calon dokter, barulah kemudian otak yang pintar, sebab jika etika tidak bagus maka tidak akan cocok atau tidak bisa jadi dokter karena harus melayani pasien.

SOSOK Lady Aurellia Mahasiswi Jadi Pemicu Dokter Koas Dipukuli hingga Babak Belur, Ogah Minta Maaf
SOSOK Lady Aurellia Mahasiswi Jadi Pemicu Dokter Koas Dipukuli hingga Babak Belur, Ogah Minta Maaf (KOLASE/TRIBUN MEDAN)

Dia menyebut saat menjadi dokter maka tidak akan melihat siapa latar belakang calon dokter itu, apakah anak pejabat, pengusaha atau orang yang punya kuasa, semua harus tunduk dan mematuhi aturan pada fakultas kedokteran.

Tidak ada yang diistimewakan atau mendapat perlakukan khusus sebagai calon dokter dan saat menjadi dokter nantinya.

dr Deni juga menyayangkan tindakan tidak tegas dari Universitas yang hanya memberi sanksi skorsing, padahal seharusnya sanksinya lebih berat lagi.

"Kalau saya jadi konsulennya saya tolak saya keluarkan koas itu, kalau jadi dekannya saya langsung keluarkan tidak usah lagi kasih skorsing langsung keluarkan saja karena etika nomor satu yang dimiliki jika ingin jadi dokter," ujar dokter nyentrik itu.

dr Deni menambah dia juga siap pasang badan jika ada koasnya yang jadi korban kekerasan jika atau pemukulan apalagi jika benar posisinya.

"Jangan takut dek laporkan, visum bisa kena pidana pelaku pemukulan itu, kalau ada koas saya yang diperlakukan tidak saya siap pasang badan," tambahnya.

BEM Minta Kasus Dikawal

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sriwijaya (Unsri) mengeluarkan pernyataan sikapnya terkait kasus penganiayaan dokter koas FK Unsri yang kini viral. 

Lewat unggahan Instagram @bemunsriofficial, BEM Unsri menyatakan solidaritas untuk korban penganiayaan dan menolak aksi kekerasan dalam institusi pendidikan.

Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) BEM Unsri pun memberikan beberapa poin pernyataan sikap, diantaranya : 

1. Meminta pihak Universitas Sriwijaya untuk mengawal proses hukum yang tengah berlangsung dengan melakukan investigasi secara komprehensif. Investigasi ini harus mencakup identifikasi akar permasalahan, pihak-pihak yang terlibat, serta langkah-langkah perbaikan untuk mencegah insiden serupa di masa mendatang.

2. Pihak Universitas Sriwijaya harus memastikan pemantauan dan pengawasan yang ketat, baik di lingkungan akademik maupun pada kegiatan yang berkaitan dengan tugas profesi mahasiswa. Mengingat pentingnya memastikan terciptanya ruang yang aman, kondusif dan bebas dari segala bentuk intimidasi maupun kekerasan.

3. BEM Unsri akan mendukung segala usaha korban dalam menyelesaikan permasalahan ini. BEM Unsri akan berkoordinasi bersama seluruh pihak terkait dalam upaya mendukung korban.

4. BEM Unsri menolak segala bentuk kekerasan yang terjadi pada civitas akademika, baik dalam lingkungan kampus maupun di luar lingkungan kampus.
Bersama ini kami mengajak seluruh civitas akademika untuk bersama-sama menciptakan harmoni di lingkungan kampus Universitas Sriwijaya.

Sebelum pernyataan ini keluar, kasus penganiayaan dokter koas di Palembang memantik reaksi dari sejumlah pihak, baik akademisi dan alumni Universitas Sriwijaya (Unsri).

Penganiayaan terhadap korban bernama Luthfi asal Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) itu turut ditanggapi eks Presiden Mahasiswa (Presma) Unsri, Dwiki Sandy.

Selain soal perkara, Dwiki menyoroti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsri yang dinilai pasif dalam menyikapi penganiayaan tersebut.

"Where is (di mana) BEM Unsri," tulis Dwiki di unggahan Instagram pribadinya @dwikisandy_, dilihat Senin (16/12/2024).

TribunSumsel.com dan Sripoku.com ( grup Tribunpekanbaru.com )telah meminta izin kepada Dwiki untuk mengutip pernyataannya via media sosial.

Dwiki menjelaskan, BEM Unsri adalah wadah gerakan tertinggi tingkat kampus yang selalu konsisten terhadap nilai-nilai perjuangannya. 

"Sejarah BEM Unsri adalah sejarah perlawanan terhadap ketidakadilan, penindasan, kekerasan dan perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai kerakyatan," jelas Dwiki.

"Matinya dan bungkamnya BEM Unsri adalah matinya gerakan mahasiswa Unsri itu sendiri," imbuhnya.

Di tengah isu kekerasan yang sedang ramai se-Indonesia, Dwiki menilai BEM Unsri belum memiliki sikap sama sekali. 

Padahal perkara penganiayaan ini sudah ramai beberapa hari belakangan.

"Apa iya BEM Unsri ini tidak peduli dengan isu ini secara kelembagaan? Tidak mungkin juga rasanya mereka berpihak kepada pelaku kekerasan. Pertanyaan ini muncul di benak saya sebagai alumnus kampus dan lembaga ini," tutur pria yang menjabat Ketua BEM Unsri tahun 2021 itu.

"Kalau tidak ada gerakan sama sekali, minimal kalian (BEM Unsri) bersikap berpihak kepada korban secara lembaga, sebagai dukungan moril, peran advokasi dijalankan, mendukung apa yang harusnya didukung. Tidak diam, tidak bungkam," sesalnya.

"Jika BEM Unsri selalu begini, ke depan organisasi apalagi yang akan membantu dan memperjuangkan civitas akademika kampus Sriwijaya ini?"

"Ini bukan karena kebencian, tapi bentuk rasa peduli saya terhadap kampus dan lembaga ini. Kalau bukan BEM Unsri, lantas organisasi gerakan mana lagi yang dapat membantu dan menjadi solusi bagi civitas akademikanya," tutupnya.

Tak lama setelah unggahan Dwiki, BEM Unsri merespon dan mengunggah pernyataan sikap terhadap perkara penganiayaan tersebut.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved