Deli Serdang Terkini

Warganya Demo di Istana Presiden, Begini Respon Pj Bupati Deli Serdang

Penjabat Bupati Deli Serdang, Wiriya Alrahman tidak mengetahui kalau warga yang tanahnya terkena dampak pembangunan Bendungan Lau Simeme.

|
Penulis: Indra Gunawan | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/HO
Warga yang tanahnya terdampak pembangunan Bendungan Lau Simeme di Kecamatan Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang melakukan aksi unjukrasa di depan kantor Istana Presiden, Selasa (10/12/2024). 

TRIBUN-MEDAN. com, LUBUKPAKAM - Penjabat Bupati Deli Serdang, Wiriya Alrahman tidak mengetahui kalau warga yang tanahnya terkena dampak pembangunan Bendungan Lau Simeme di Kecamatan Biru-Biru ramai-ramai berangkat ke Jakarta menaiki bus dan melakukan aksi unjukrasa di depan kantor Istana Presiden, Selasa (10/12/2024).

Wiriya mengaku baru mengetahui informasi tersebut dari www.tribun-medan.com ketika melakukan wawancara padanya. Selama ini tidak ada laporan masuk kepadanya tentang hal ini. 

"Saya nggak tau mereka berangkat. Kalau Pemerintah Kabupaten tidak terlibat itu, ganti rugi dengan BWS (Balai Wilayah Sungai) dan itu yang saya dengar bagaimana penetapan harga ganti ruginya (yang dipersoalkan). Masih bermasalah di situ," ujar Wiriya ketika ditemui di kantor Bupati. 

Dari sepengetahuannya saat ini ada sekitar 100 orang lebih yang masih belum diselesaikan ganti ruginya. Mereka tidak mau mengambil ganti rugi tanah itu karena harganya yang dianggap masih belum sesuai.

Sebab antara satu orang dengan yang lainnya harganya berbeda-beda.

"Walau sudah ada appraisal itulah yang mereka pertanyakan. Kita gak boleh ikut campur. Harapan saya supaya pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) jangan ada kendala- kendala. Karena PSN ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan kalau bisa cepat selesai lah (ganti rugi dengan warga)," kata Wiriya. 

Wiriya tahu selama ini warga yang tanahnya terdampak pembangunan juga sudah pernah berorasi di DPRD Deli Serdang. Meski BWS sudah memakai jasa appraisal saat melakukan penilaian namun ada hal yang harus dipertanyakan benar nggaknya appraisal melakukan penilaian dengan benar atau tidak sehingga membuat warga ada yang tidak menerima. 
  
"Karena setau saya proses pembebasan lahan itu harus ada sosialisasi, habis itu harus ada daftar nominatif yang harus dipampangkan di lokasi umum, di kantor-kantor desa sehingga masyarakat bisa melihat berapa sebenarnya ganti rugi yang dia terima," kata Wiriya. 

Wiriya pun sempat memberikan tanggapan atas aksi warga Biru-Biru yang rela jauh-jauh untuk berangkat ke Jakarta.

Ia menganggap harusnya masalah ini bisa diselesaikan oleh BWS.

"Saya kira harus tidak sampai seperti itu karena harusnya bisa diselesaikan di BWS. Bagaimana penyelesaian dan apa sebenarnya masalah. Kalau pembebasan tanah ini gak libatkan pemerintah daerah langsung BWS. Tim pembebasan tanahnya tidak ada dari Pemerintah Kabupaten," katanya.

(dra/tribun-medan.com). 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved