Tips Mendidik Anak Laki-laki yang Susah Diatur dan Cenderung Emosional

Kerap kita dengar orang tua terutama orangtua terutama para bunda berkeluh kesah tentang sulitnya mendidik anak laki-laki.

Editor: Juang Naibaho
HO
Ilustrasi anak-laki-laki susah diatur dan cenderung emosional 

TRIBUN-MEDAN.com - Kerap kita dengar orang tua terutama orangtua terutama para bunda berkeluh kesah tentang sulitnya mendidik anak laki-laki.

Ya, anak laki-laki yang beranjak dewasa memang kerap menjadi individu yang susah diatur.

Nasihat yang diberikan cenderung tak digubris, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua.

Pengaruh modernisasi seperti gadget turut berperan dalam mempengaruhi perkembangan pada anak.

Di sisi lain, kita perlu membentuk pribadi yang kuat dan bertanggung jawab terhadap anak agar kelak menjadi generasi penerus yang baik dan berkompeten menghadapi tantangan zaman.

Mendidik anak bukan sekadar akademis atau menjamin pendidikan yang tinggi. Karakter pada anak juga harus dibentuk.

"Anak laki-laki yang dididik dengan baik memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin yang baik di masa depan," kata dr Sarah Johnson, seorang psikolog anak asal Australia.

"Pendidikan yang berfokus pada pengembangan karakter dapat membantu mereka menghadapi berbagai situasi dengan bijaksana dan bertanggung jawab," sambungnya.

Berikut cara mendidik karakter anak yang baik:

1. Memberikan Tanggung Jawab

Memberikan tugas serta mengikuti arahan sering sekali menjadi kendala bagi orangtua yang mendidik anak untuk bisa bertanggung jawab. Cara yang bisa kita jumpai adalah dengan mengikut sertakan anak dalam kegiatan orangtua.

Contohnya seperti, anak diberikan tugas untuk membantu orangtua dalam hal membereskan pekerjaan rumah, atau diberi tanggung jawab untuk mengurus hewan peliharaan.

2. Membuat Aturan Bermain Gadget

Sering sekali anak-anak lupa waktu saat bermain gadget. Ini berdampak pada kepekaan sosial yang akan dimiliki nantinya.

Memperkenalkan aturan untuk tidak bermain gadget pada saat makan dan belajar bisa menjadi langkah awal untuk mengurangi dominasi gadget.

Jangan lupa juga untuk memberikan segala alasan dari berbagai kebijakan yang dibuat orangtua.

Usahakan berikan gadget yang sudah support control parental, agar orangtua dapat mengawasi aktifitas gadget anak.

3. Biarkan Anak Menunjukkan Emosinya

Anak laki-laki sering sekali dituntut untuk menahan nangis dan menahan amarah.

Sebaiknya ketika marah, biarkan mereka mengekspresikan apa yang dia rasakan, asalkan masih di ambang batas dan tidak bersifat destruktif atau tantrum.

Lalu ketika sudah mereda bantu anak melabelkan emosinya, apakah itu marah, kecewa, atau sedih.

4. Perhatikan Kontrol Emosinya

Anak laki-laki identik dengan kekerasan. Terlihat dari tontonan, hobi, ataupun game yang dia mainkan. Orangtua bisa menegur sang anak jika tontonan atau perlakuannya yang terlalu kasar.

5. Asah Kemampuan Sosialnya

Anak laki-laki cenderung lebih gampang berteman. Mereka cendrung bermain secara berkelompok.

Bantu anak untuk membentuk perlakuan sosial yang baik dan berperilaku baik pada lingkungannya.

6. Sering Ajak Mengobrol

Anak laki-laki sering sekali mendapat perlakuan negatif di lingkungan luar. Terutama saat anak laki laki yang tidak memperhatikan pelajaran di sekolah, atau membolos.

Untuk mengetahui kebiasaan kebiasaan tersebut, peran orangtua sangat diperlukan sebagai telinga yang mendengarkan mereka.

Biarkan anak tahu bahwa ada orangtua yang mau mendengar ceritanya.

7. Tanamkan Perilaku Santun, Kebaikan, dan Empati

Tanamkan perilaku santun di lingkungannya. Beri ketegasan untuk berperilaku yang sopan dan santun.

Untuk membentuk perlakuan yang baik dan empati anak harus melihat role model seperti ayahnya, sehingga ada baiknya ayah berperilaku demikian.

Ajarkan juga anak untuk memposisikan diri sebagai orang lain agar bisa mengasah sisi sensitif mereka.

Selain dari poin yang di atas, lingkungan bermain dan sekolah juga sangat menentukan perkembangan sifat dan karakter anak.

Usahakan kita bisa memfasilitasi minat dan bakatnya. Kegiatan ekstrakulikuler juga bisa membantu pembentukan karakternya seperti kerja sama tim, kepemimpinan, resolusi konflik, serta bisa membantu anak mengasah keterampilan sosialnya.

Dengan demikian kita bisa menginvestasikan anak kita ntuk menjadi individu yang bertanggung jawab, berempati, dan berintegritas untuk masa yang akan datang. (*/tribun-medan.com)

Ditulis oleh mahasiswa magang dari Fisip USU, Sion Philip Sagala

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved