Berita Viral

ALASAN Kubu Anies-Muhaimin Tak Ajukan Amicus Curiae Beda dengan Kubu Ganjar, Sudirman: Banyak Cara

Kubu Anies-Muhaimin tak mengajukan amicus curiae (sahabat pengadilan) di Sidang Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Kompas
Perwakilan Anies di tim kecil Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Sudirman Said ditemui di Sekretariat Perubahan di Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (24/3/2023). 

TRIBUN-MEDAN.com - Kubu Anies-Muhaimin tak mengajukan amicus curiae (sahabat pengadilan) di Sidang Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Langkah Anies-Muhaimin ini berbeda dengan sikap kubu Ganjar-Mahfud yang mengajukan amicus curiae

Co-captain Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies-Muhaimin, Sudirman Said menjelaskan alasan tidak mengajukan amicus curiae

Kata Sudirman Said penyampaian aspirasi kepada Majelis Hakim Konstitusi tidak harus lewat amicus curiae.

"Cara orang menyampaikan aspirasi itu kan banyak," ujar Sudirman saat ditemui di kediamannya, Brebes, Jawa Tengah, Jumat (19/4/2024).

Dia sendiri sudah cukup banyak menulis esai di surat kabar dan beberapa platfom yang juga berkaitan dengan modal pemimpin negara, korupsi, dan kedaulatan.

Selain itu, para tokoh pengusung Anies juga mungkin merasa cukup amicus curiae dilayangkan dari lembaga independen dan masyarakat sipil.

"Pak Anies mungkin merasa cukup diwakili oleh pihak independen tidak perlu misalkan (dari pihak) Pak Anies dibandingkan dengan Pak JK (Jusuf Kalla) atau Surya Paloh sulit lah," kata Sudirman.

Di sisi lain, Sudirman Said menghargai amicus curiae yang dilayangkan Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri terkait sidang sengketa Pilpres 2024.

Meskipun sebagai tokoh yang mengusung capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, Megawati tetap mengambil sikap sebagai warga negara mengirimkan amicus curiae ke MK.

"Jadi saya menghargai Bu Mega sebetulnya juga kalau mau memilih dirinya sendiri tidak harus berbuat begitu, tapi beliau mengambil risiko itu demi memberikan satu dorongan supaya MK itu lebih bersikap mendengar suara rakyat suara keadilan," ujar Sudirman Said.

 Sebelumnya diberitakan, dokumen amicus curiae Megawati diserahkan melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto yang didampingi Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat dan Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis pada 16 April 2024.

Dalam dokumen yang disebarkan oleh PDI-P, isi amicus curiae yang disampaikan Megawati tak berbeda jauh dari artikel opininya yang dipublikasikan di Harian Kompas beberapa waktu lalu.

Namun, Megawati menambahkan tulisan tangan yang berisi pesan agar MK mengambil putusan yang menjaga kehidupan demokrasi di Indonesia.

"Rakyat Indonesia yang tercinta, marilah kita berdoa, semoga ketuk palu Mahkamah Konstitusi bukan merupakan palu godam melainkan palu emas," kata Hasto membacakan tulisan Megawati.

Poin-Poin yang Diajukan Megawati

Ketua Umum PDIP sekaligus Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri mengajukan diri sebagai Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan dalam sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024.

Putri Presiden Soekarno itu mengatakan, kini rakyat Indonesia sedang menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres yang akan dicatat dalam sejarah.

Menurutnya, rakyat menunggu apakah MK dapat mengambil keputusan sesuai hati nurani dan sikap kenegarawanan, ataukah membiarkan praktik elektoral penuh dugaan penyalahgunaan kekuasaan. 

"Di tengah penantian lahirnya keadilan sejati di Mahkamah Konstitusi, perhatian saya tertuju pada sebuah patung Dewi Keadilan," kata Megawati dalam dokumen amicus curiae-nya yang dilihat Tribunnews.com, Selasa (16/4/2024).

Megawati menyebut, patung Dewi Keadilan itu ditaruh di samping meja ruang rapat kediamannya agar mengingatkan pentingnya keadilan hakiki tanpa balutan kepentingan lain, kecuali keadilan itu sendiri.

Dia menjelaskan, patung Dewi Keadilan yang dibelinya itu ketika berada di Amerika Serikat mengandung beberapa pesan kuat.

Pertama, mata Dewi Keadilan tertutup kain. Mata tertutup menghadirkan "keadaan gelap" agar tak tersilaukan oleh apa yang dilihat mata. 

"Dengan mata tertutup itu, terjadi dialog dengan hati nuraninya dalam memutuskan perkara dengan tidak membedakan siapa yang berbuat," ujar Megawati.

Kedua, timbangan keadilan sebagai cermin keadilan substantif. Ketiga, pedang yang diturunkan ke bawah menegaskan bahwa hukum bukanlah alat membunuh.

Namun, didasarkan pada norma, etika, kesadaran hukum, dan tertib hukum serta keteladanan para aparat penegak hukum.

Megawati menegaskan, bagi bangsa Indonesia, pentingnya keadilan dalam seluruh kehidupan bernegara tecermin dalam Pancasila. 

Sebab, Pancasila adalah ideologi yang lahir sebagai jawaban atas praktik hidup eksploitatif akibat kolonialisme dan imperialisme.

Dia menyebut, keadilan dalam perspektif ideologis harus dijabarkan ke dalam supremasi hukum.

Menurut Megawati, budaya hukum, tertib hukum, institusionalisasi lembaga penegak hukum, dan keteladanan aparat penegak hukum menjadi satu kesatuan supremasi hukum.

"Sumpah presiden dan hakim Mahkamah Konstitusi menjadi bagian dari supremasi hukum. Namun, bagi hakim Mahkamah Konstitusi, sumpah dan tanggung jawabnya lebih mendalam dari sumpah presiden," ucapnya.

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mewakili Megawati Soekarnoputri menyerahkan surat Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan jelang putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 ke Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (16/4/2024). (Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda)
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mewakili Megawati Soekarnoputri menyerahkan surat Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan jelang putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 ke Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (16/4/2024). (Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda) (Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda)

Karenanya, dia menekankan pentingnya sikap kenegarawanan hakim untuk menciptakan keadilan substantif dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara sebagai hal yang paling utama.

"Dengan tanggung jawab ini, keputusan hakim Mahkamah Konstitusi atas sengketa Pilpres sangat ditunggu rakyat Indonesia, apakah keadilan substantif dapat benar-benar ditegakkan, atau sebaliknya semakin terseret ke dalam pusaran tarik-menarik kepentingan kekuasaan politik?" tanya dia.

Megawati juga menyinggung soal etika presiden. Dia mengutip pernyataan budayawan dan rohaniwan Frans Magnis Suseno soal pelanggaran etika serius dalam pelaksanaan Pilpres 2024.

Dia menuturkan, tanggung jawab presiden terhadap etika sangatlah penting sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi atas negara dan pemerintahan yang sangat besar. 

Selain itu, Megawati menerangkan bahwa pernyataan Magnis menjadi landasan etis bagi hakim MK untuk mengurai seluruh akar persoalan Pilpres mulai dari nepotisme dan dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Presiden.

Dia juga menyoroti mengenai temuan adanya penurunan kualitas demokrasi Indonesia seperti diungkapkan Indeks demokrasi Indonesia, menurut data Freedom House.

Demikian juga menurut The Economist Intelligence Unit (EIU) yang menyimpulkan demokrasi Indonesia masih tergolong cacat (flawed democracy) berada pada peringkat ke-54 secara global, turun dua peringkat dari tahun sebelumnya.

"Dengan mencermati pelbagai laporan tersebut, kemampuan Mahkamah Konstitusi di dalam menyelesaikan sengketa pemilihan umum tentu menjadi tolok ukur bagi peningkatan kualitas demokrasi. Sebab, kecurangan tanpa efek jera akan semakin mematikan demokrasi," ungkap Megawati.

Megawati juga mengurai adanya kecurangan dari masa ke masa selama Pemilu berlangsung di tanah air.

"Mengapa evolusi kecurangan terjadi, bahkan semakin bersifat akumulatif, sebab belum pernah tercipta efek jera sebagaimana terjadi di Amerika Serikat dengan skandal Watergate yang memaksa Presiden Richard Nixon mengundurkan diri," ucapnya.

Dia menjelaskan, Pilpres 2024 merupakan puncak evolusi hingga bisa dikategorikan sebagai kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dan ditambah motif nepotisme yang mendorong penyalahgunaan kekuasaan presiden. 

Menurutnya, nepotisme saat ini berbeda dengan zaman Presiden Soeharto sekalipun karena dilaksanakan melalui sistem Pemilu ketika presiden masih menjabat.

"Lalu, pertanyaan kritis kita: apa dan siapa yang salah? Dengan tegas saya menjawab sendiri, bukan sistem hukum Indonesia yang salah," ungkap Megawati.

Sebaliknya, kata dia, pelaksanaan hukum yang menjadi tanggung jawab pemimpin itulah yang salah.

"Kondisi ini terjadi akibat etika dan moral dijauhkan dari praktik hukum. Tanpa landasan etika, moral, dan keteladanan pemimpin, manipulasi hukum menjadi sernakin mudah dilakukan," terangnya.

Megawati mengungkapkan, sikap kenegarawanan yang dimiliki hakim MK masuk dalam dimensi tanggung jawab bagi pemulihan etika dan moral.

Tanpanya, MK hanya menjadi jalan pembenaran bagi sengketa Pemilu yang orientasinya hanya pada hasil, tanpa melihat secara jernih bagaimana proses Pemilu dan keseluruhan input dari proses Pemilu.

"Hasil pemilihan umum ternyata bisa berubah akibat penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini dibuktikan adanya voting behaviour yang dipengaruhi besarnya belanja sosial (social expenditures), seperti bantuan langsung tunai, pembagian beras miskin, dan bantuan sosial lainnya," ucapnya.

Megawati menjelaskan, keputusan hukum MK memiliki makna demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

"Maknanya tidak hanya secara transenden, tanggung jawab langsung kepada Sang Pencipta. Kekuatan transenden ini seharusnya dapat memperkuat posisi hakim MK mengambil terobosan hukum berdasarkan keadilan sebagai sifat hakiki Tuhan," tuturnya.

Karena itulah, hakim MK tidak hanya bertanggung jawab sebagai penjaga konstitusi dan demokrasi, tetapi juga memiliki legalitas dan legitimasi agar keadilan benar-benar menemukan bentuknya, terlebih ketika berhadapan dengan tembok kekuasaan.

Dia meminta hakim MK dapat mengasah hati nurani dan budi pekertinya agar setiap tindakan dan keputusan politiknya selalu memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

"Oleh karena itulah, belajar dari putusan Nomor 90/PUU-XI/2023 di Mahkamah Konstitusi yang sangat kontroversial, saya mendorong dengan segala hormat kepada hakim Mahkamah Konstitusi agar sadar dan insaf untuk tidak mengulangi hal tersebut," ucap Megawati.

"Ketukan palu hakim Mahkamah Konstitusi selanjutnya akan menjadi pertanda antara memilih kegelapan demokrasi atau menjadi fajar keadilan bagi rakyat dan negara."

Megawati menambahkan, nama-nama para hakim MK akan tertulis dalam sejarah Republik Indonesia, baik maupun buruk.

"Tentu sebagai anak bangsa, saya berdoa semoga dengan izin Allah SWT, kita pun rakyat Indonesia akan melihat cahaya terang demokrasi ketika "Sembilan Dewa" di Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan yang berkeadilan, berwibawa, dan terutama dengan hati nuraninya," jelasnya.

Tanggapan Kubu Prabowo
Sementara, Anggota Tim Hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Otto Hasibuan mengatakan, tuduhan Pilpres 2024 penuh dengan kecurangan tak terbukti.

Hal ini disampaikan Otto ketika Tim Hukum Prabowo-Gibran menyerahkan berkas kesimpulan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Otto mengatakan, kubu Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo - Mahfud MD kerap mempersoalkan dugaan kecurangan.

Padahal, kata dia, gugatan mereka bukanlah ranah MK dan tidak memiliki bukti adanya kecurangan. "Sekarang yang dipersoalkan ternyata adalah ada kecurangan-kecurangan yang menurut kami sebenernya tidak merupakan ranah MK, dan kebetulan pula tidak ada bukti-bukti tentang kecurangan itu," kata Otto di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4/2024).

Otto menegaskan, pihaknya mencatat terdapat 19 tuduhan kubu Anies dan Ganjar soal Prabowo-Gibran disebut melakukan kecurangan.

"Ternyata setelah kami lihat satu per satu dari 19 ini di kesimpulan ini kami uraikan dengan jelas, satu pun tidak terbukti ada kecurangan tersebut," ujarnya

Lagipula, dia menilai bahwa persoalan kecurangan bukan ranah MK, melainkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Jadi kita lihat seperti itu, sebenernya kalau kecurangan ini ranahnya ini ranahnya Bawaslu, Bawaslu yang harus memeriksa perkara kalau ada kecurangan," ungkap Otto.

(*/tribun-medan.com)

 

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved