Pilpres 2024

Usai Jadi Saksi Partai Nasdem di Rekap Nasional, Eks Komisioner KPU Jadi Saksi Ahli Ganjar-Mahfud

Usai jadi saksi Partai Nasdem di rekapitulasi nasional, eks komisioner KPU yakni I Gusti Putu Artha jadi ahli Ganjar-Mahfud di Mahkamah Konstitusi

|
KOLASE/TRIBUN MEDAN
Usai Jadi Saksi Partai Nasdem di Rekap Nasional, Eks Komisioner KPU Jadi Saksi Ahli Ganjar-Mahfud 

TRIBUN-MEDAN.COM – Usai jadi saksi Partai Nasdem di rekapitulasi nasional, eks komisioner KPU yakni I Gusti Putu Artha jadi saksi ahli Ganjar-Mahfud di Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun saksi Partai Nasdem menjadi saksi ahli Ganjar dalam sengketa hasil Pilpres 2024 di MK.

Saksi partai Nasdem yang menjadi saksi ahli Ganjar-Mahfud itu juga merupakan eks komisioner KPU.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari yang sempat memberi catatan ketika mantan anggota KPU RI I Gusti Putu Artha dihadirkan oleh Tim Hukum Ganjar-Mahfud sebagai ahli dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Selasa (2/4/2024).

Hasyim mengungkapkan, Gusti merupakan saksi dari Partai Nasdem selama proses rekapitulasi tingkat nasional pada beberapa waktu lalu.

"Perlu kami sampaikan bahwa Saudara Putu Artha pada waktu rekapitulasi tingkat nasional beliau hadir sebagai saksi dari Partai Nasdem, sebagai catatan," kata Hasyim kepada majelis.

Putu lalu menjelaskan bahwa ia sudah mengundurkan diri dari saksi Partai Nasdem sejak tanggal 20 Maret 2024.

Putu pun menunjukkan selembar kertas tanda terima surat pengunduran dirinya itu.

"Saya sudah mengundurkan diri, tanggal 20, dan ini dokumen tanda terima pengunduran diri tanggal 20 dari Partai Nasdem," kata Putu dilansir Tribun-medan.com dari Kompas.com, Selasa (2/4/2024).

Ketua MK Suhartoyo lalu menerima catatan tersebut dan meminta Putu untuk menyerahkan salinan tanda terima itu.

"Baik ya, nanti di-copy biar diserahkan ke Mahkamah," ujar Suhartoyo.

Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dalam sidang gugatan sengketa Pilpres di MK, Rabu (27/3/2024).
Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dalam sidang gugatan sengketa Pilpres di MK, Rabu (27/3/2024). (HO)

Putu Arta sebut KPU Salah Prosedur dalam Pencalonan Gibran

Putu menyebut KPU salah prosedur dalam proses pendaftaran dan verifikasi berkas cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka.

Putu mengatakan MK membacakan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait perubahan Pasal 169 huruf q Undang Undang Pemilu pada 16 Oktober 2023.

Satu hari kemudian, tepatnya pada 17 Oktober 2023, KPU menerbitkan Keputusan KPU nomor 1378 yang digunakan sebagai landasan yuridis dan pedoman teknis pendaftaran, verifikasi berkas, dan penetapan pasangan calon.

“Yang untuk pada akhirnya setelah hasil verifikasi dilakukan menyatakan bahwa persyaratan bakal calon wakil presiden Gibran memenuhi syarat tanpa mengubah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2019,” kata Putu, dipantau dari Breaking News Kompas TV.

“Tindakan ini, hemat saya, adalah salah prosedur,” sambungnya.

Menurutnya, KPU seharusnya mengubah terlebih dahulu Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 Pasal 13 Ayat 1 Huruf q terkait usia capres-cawapres.

Hal ini juga berkaitan dengan Pasal 231 Ayat 4 Undang-Undang Pemilu yang menyatakan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal Pasangan Calon diatur dalam Peraturan KPU.”

“KPU tidak tepat hanya taat pada perintah perubahan Pasal 169 huruf q, lalu pada saat yang sama mengabaikan Pasal 231 Ayat 4 dengan langsung menerbitkan Keputusan KPU,” tegas Putu.

Dia menambahkan, penerbitan Keputusan KPU Nomor 1378 juga melanggar Pasal 30 Ayat 2 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2022 terkait penyelarasan terhadap Peraturan KPU.

“Faktanya, materi Keputusan KPU Nomor 1378 soal syarat umur tidak selaras dengan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023.”

Putu juga menyebut KPU telah melakukan pelanggaran prosedur dalam penerbitan dan penyerahan berita acara penerimaan pendaftaran bakal capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang diterbitkan 27 Oktober 2023.

Menurut dia, seharusnya berita acara itu diterbitkan pada hari setelah selesai pendaftaran, yaitu 25 Oktober 2023.

Diketahui, kubu Ganjar-Mahfud menghadirkan 9 ahli dan 10 saksi untuk menyampaikan pandangan dan keterangan dalam sidang pembuktian sengketa Pilpres 2024 di MK, Selasa (2/4/2024).

Dari sembilan ahli tersebut, ada Guru Besar Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis Suseno dan Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk.

Selain keduanya, ahli yang dihadirkan kubu Ganjar-Mahfud adalah Dekan FH Universitas Brawijaya, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Aan Eko Widiarto, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Padjadjaran Charles Simabura, Didin Damanhuri, mantan anggota KPU I Gusti Putu Artha, dosen TI Universitas Pasundan Leony Lidya, sosiolog Direktur Pusat Kajian Representasi Sosial Risa Permana Deli dan Suharto.

Lalu, 10 saksi yang dihadirkan kubu Ganjar-Mahfud adalah Dadan Aulia Rahman, Indah Subekti Kurtariningsih, Pami Rosidi, Hairul Anas Suaidi, Memed Ali Jaya, Mukti Ahmad, Maruli Manunggang Purba, Sunandi Hartoro, Suprapto, dan Nendy Sukma Wartono.

Baca juga: VIRAL Wanita Kabur Usai Tusuk Penjaga Toko Sampai Tewas, Melawan Saat Dikejar Warga, Acungkan Sajam

Baca juga: Viral Kelompok Geng Motor Serang Remaja Masjid Pakai Senjata Tajam di Medan Area, Ini Kronologinya

Saksi Ahli Ganjar-Mahfud Sebut KPU Salah Prosedur dalam Pencalonan Gibran

Disisi lain, Gusti Putu Artha, saksi ahli yang dihadirkan tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, menyebut KPU salah prosedur dalam proses pendaftaran dan verifikasi berkas cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka.

Dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2024), Putu mengatakan MK membacakan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait perubahan Pasal 169 huruf q Undang Undang Pemilu pada 16 Oktober 2023.

Satu hari kemudian, tepatnya pada 17 Oktober 2023, KPU menerbitkan Keputusan KPU nomor 1378 yang digunakan sebagai landasan yuridis dan pedoman teknis pendaftaran, verifikasi berkas, dan penetapan pasangan calon.

“Yang untuk pada akhirnya setelah hasil verifikasi dilakukan menyatakan bahwa persyaratan bakal calon wakil presiden Gibran memenuhi syarat tanpa mengubah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2019,” kata Putu, dipantau dari Breaking News Kompas TV.

“Tindakan ini, hemat saya, adalah salah prosedur,” sambungnya.

Menurutnya, KPU seharusnya mengubah terlebih dahulu Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 Pasal 13 Ayat 1 Huruf q terkait usia capres-cawapres.

Hal ini juga berkaitan dengan Pasal 231 Ayat 4 Undang-Undang Pemilu yang menyatakan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal Pasangan Calon diatur dalam Peraturan KPU.”

“KPU tidak tepat hanya taat pada perintah perubahan Pasal 169 huruf q, lalu pada saat yang sama mengabaikan Pasal 231 Ayat 4 dengan langsung menerbitkan Keputusan KPU,” tegas Putu.

Dia menambahkan, penerbitan Keputusan KPU Nomor 1378 juga melanggar Pasal 30 Ayat 2 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2022 terkait penyelarasan terhadap Peraturan KPU.

“Faktanya, materi Keputusan KPU Nomor 1378 soal syarat umur tidak selaras dengan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023.”

Putu juga menyebut KPU telah melakukan pelanggaran prosedur dalam penerbitan dan penyerahan berita acara penerimaan pendaftaran bakal capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang diterbitkan 27 Oktober 2023.

Menurut dia, seharusnya berita acara itu diterbitkan pada hari setelah selesai pendaftaran, yaitu 25 Oktober 2023.

KUBU Ganjar-Mahfud Sindir Yusril Dulu Kritik Pencalonan Gibran, Yusril: Apakah Kita Harus Berdebat?

Kuasa Hukum Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra mendapatkan sindiran dari kuasa hukum Ganjar-Mahfud Luthfi Yazid di Sidang Sengketa Pilpres, Selasa (2/4/2024). 

Sidang yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi ini dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pemohon gugatan kubu Ganjar-Mahfud. 

Yusril sebagaim Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran disindir saat Luthfi memberikan pernyataan soal dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024. 

Luthfi mengungkit pernyataan Yusril yang sempat menolak pencawapresan Gibran Rakabuming.

Pasalnya, pencawapresan Gibran telah mengubah UU. 

Yusril sempat mempersoalkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres.

Namun, sekarang, Yusril telah menjadi Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran di Sidang Sengketa Pilpres.  

Luthfi mengatakan, dulu, Yusril kerap menyebutkan bahwa putusan 90 cacat hukum.

Ia menambahkan, pernyataan tersebut diucapkan oleh Yusril di berbagai media.

"Dia (Yusril) mengatakan bahwa putusan nomor 90 MK itu cacat hukum secara serius. Bahkan mengandung penyelundupan hukum karena itu dia berdampak panjang putusan MK itu," kata Luthfi, dalam persidangan.

Luthfi kemudian mengutip pernyataan Yusril yang menyatakan, ia akan meminta Gibran untuk tidak mencalonkan diri sebagai wakil presiden setelah putusan 90 diterbitkan MK.

"Sebab itu, Saudara Yusril mengatakan, andaikan saya Gibran, maka saya akan meminta kepada dia untuk tidak maju terus pen-cawapres-annya. Saya mohon tanggapan dari Saudara (Yusril)," ucap Luthfi.

Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra, yang hadir dalam persidangan sebagai kuasa hukum Pihak Terkait, Prabowo-Gibran, langsung merespons pernyataan Luthfi.

Yusril menilai, penyelenggara negara harus tegas mengambil keputusan.

Ia mengakui, putusan 90 merupakan peraturan yang problematik.

Namun di sisi lain, kata Yusril, putusan 90 merupakan peraturan yang mengikat, jika dilihat dari sudut pandang kepastian hukum.

"Ketika kita berbicara dalam konteks penyelenggaraan negara, kita tidak mungkin mencari sesuatu yang tak berujung, tapi kita harus mengambil sebuah keputusan," kata Yusril.

"Bahwa betul putusan 90 itu problematik kalau dilihat dari pesawat hukum etik dan lain-lain, tapi dari segi kepastian hukum, putusan 90 itu jelas sekali," tuturnya.

Selanjutnya, Yusril mengatakan, pembahasan soal mencari keadilan yang sempurna tidak akan mungkin selesai.

Ia menuturkan, keadilan sempurna akan terus dikejar, sebab proses pencariannya tidak akan berujung.

"Kita tahu dalam filsafat hukum, persoalan keadilan dan kepastian hukum itu sesuatu yang sulit dipertemukan, tapi ketika kita dihadapkan pada kasus yang konkrit, menurut Saudara (Luthfi) apakah kita harus berdebat pada sesuatu yang tidak berujung atau kita harus mengakhirinya dengan kepastian hukum," pungkasnya.

(*/tribun-medan.com)

Baca juga: Wakil Wali Kota Medan Aulia Rachman Pastikan Maju di Pemilihan Wali Kota, Singgung Bobby Nasution

Baca juga: Keluarga Sandra Dewi Kena Getahnya Buntut Harvey Moeis Korupsi Rp217 T, Siap-siap Miskin?

 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved