Viral Medsos

Todung Mulya Lubis Minta MK Hadirkan Kapolri, Yusril: Silakan Tapi Jangan Disumpah

Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyampaikan bahwa pihaknya mengajukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

Editor: AbdiTumanggor
YouTube Mahkamah Konstitusi
Tim Hukum Ganjar-Mahfud (kiri) dan Tim Hukum Anies-Baswedan hadir di sidang lanjutan perkara perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (28/3/2024). 

TRIBUN-MEDAN.COM - Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyampaikan bahwa pihaknya mengajukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan keterangan pada sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.

Hal ini pun langsung mendapatkan respons dari tim hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Kami meminta kepada Ketua Majelis untuk menghadirkan Kapolri pada sidang berikutnya," kata Todung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Todung mengungkapkan, pihaknya sudah melayangkan surat kepada Mahkamah Konstitusi atau MK terkait permintaannya tersebut.

Ia pun menjelaskan alasan pihaknya mengajukan nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan keterangan karena menurutnya terdapat banyak dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

"Ada cukup banyak hal-hal yang menyangkut kepolisian, di antaranya pihak polisi yang melakukan intimidasi, kriminalisasi, dan yang terlibat dengan ketidaknetralan dalam kampanye," tuturnya.

Melalui pemanggilan tersebut, Todung menuturkan, Tim Hukum TPN berharap bisa mendapatkan penjelasan yang akuntabel mengenai kebijakan-kebijakan dan perintah-perintah yang dikeluarkan oleh kepolisian.

"Tidak cukup hanya melihat soal bansos, tapi kita juga melihat aspek-aspek pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang mencederai demokrasi dan integritas pemilihan umum," ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mempersilakan MK menghadirkan Kapolri untuk dimintai keterangan.

"Kapolri silakan saja mereka mohon dan seperti juga misalnya pemohon 1 juga mau memohon menghadirkan beberapa menteri dan sudah dikabulkan oleh MK," kata Yusril kepada wartawan, Selasa (2/4).

"Kalau kami sendiri sih tidak berkepentingan untuk menghadirkan Kapolri.”

Hanya saja, kata guru besar hukum Universitas Indonesia (UI) itu, keterangan Listyo Sigit nantinya jika memang dihadirkan oleh MK bukan berada di bawah sumpah.

Menurut dia, Kapolri adalah satu jabatan institusi. Oleh karena itu, kehadirannya tidak bisa diminta atau dihadirkan oleh pemohon. Jika dihadirkan oleh pemohon, pihak tersebut akan menjadi saksi atau ahli dan harus disumpah.

"Tapi kalau Kapolri menteri dihadirkan, dipanggil MK, itu adalah pemberi keterangan dan tidak disumpah. Beda kedudukannya. Kalau disumpah itu, keterangannya menjadi alat bukti," ucap Yusril.

"Tapi kalau pemberi keterangan itu barangkali menjadi semacam memorandum ad inforandum. Dia memberikan suatu informasi atau keterangan. Hakim tidak bisa menjadikannya alat bukti, tetapi (Kapolri) memberikan info kepada hakim untuk memahami konteks persoalan ini.

Bansos demi elektoral

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Padjadjaran, Didin Damanhuri, selaku ahli yang dihadirkan tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), menyebut ada tiga jenis bantuan sosial (bansos) yang dipolitisasi pada Pemilu 2024.

Dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK, Selasa (2/4/2024), Didin menjelaskan, bansos bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan di masa krisis.

Normalnya, jumlah bansos yang didistribusikan akan menurun sesuai dengan kondisi perekonomian.

“Tapi kita lihat, dari 2020-2023 ada penurunan, tapi tiba-tiba 2024 mengalami lonjakan, Rp 496,8 triliun, ditambah automatic adjustment sekitar Rp50 triliun, lebih dari Rp500 triliun,” ungkap Didin, dipantau dari Breaking News Kompas TV.

“Ini adalah jumlah penggelontoran bansos yang tak berpreseden dalam sejarah, bahkan sejak 1998,” sambungnya.

Dia mengatakan bansos yang digelontorkan pemerintah dibagikan dengan berbagai alasan.

Didin mengutip pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan volume bansos 2024 naik karena untuk menanggulangi dampak bencana El Nino dan menjaga inflasi.

“Faktanya, bansos digelontorkan tahun akhir 2023 dan awal 2024, El Nino sendiri sudah relatif berakhir November 2023,” jelasnya.

Selain itu, menurut dia, inflasi telah terkendali dengan rata-rata di bawah 3 persen sehingga alasan tersebut tidak relevan.

Didin berpendapat bansos dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral karena dibagikan kepada masyarakat pada bulan Februari 2024, saat tahapan pemilu tengah berlangsung.

“Bulan Februari 2024, dengan pertimbangan elektoral, pemerintah menggelontorkan Rp600 ribu per individu yang seharusnya untuk Januari-Maret,” ungkap Didin.

Dia mengatakan bansos dibagikan dengan total anggaran Rp11,2 triliun dalam bentuk tunai untuk 18,8 juta orang.

Selain bansos tunai, pemerintah juga menggalakkan bansos beras. Didin menyampaikan, terjadi pengalihan kewenangan pembagian bansos dari Kementerian Sosial kepada Badan Pangan Nasional dan Bulog melalui Peraturan Presiden Nomor 125/2022.

“Ini adalah bentuk penyingkiran keterlibatan Menteri Sosial dalam penyaluran bansos beras atas dasar yang lebih bernuansa politis.”

Baca juga: Hotman Paris Cecar Romo Magnis di Sidang Sengketa Pilpres, Publik Sayangkan Kehadiran Franz Magnis

(*/Tribun-medan.com)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved