Viral Medsos

Pakar Hukum Tegaskan Anwar Usman tak Bisa Mengadili Perkara Sengketa Pemilu 2024: Ada Keponakannya

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Susi Dwi Harijanti meminta Hakim Konstitusi, Anwar Usman tak boleh mengadili

Editor: AbdiTumanggor
KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN
Hakim konstitusi Suhartoyo resmi dilantik sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2023-2028 menggantikan Anwar Usman yang dicopot karena terbukti melanggar etik berat. Pembacaan sumpah dilakukan di Ruang Sidang Lantai 2 kantor MK, Senin (13/11/2023). Anwar Usman tak terlihat. 

TRIBUN-MEDAN.COM - Guru Besar dan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Susi Dwi Harijanti meminta Hakim Konstitusi, Anwar Usman tak boleh mengadili perkara sengketa Pemilu 2024.

Susi mengatakan, hal tersebut guna menghindari konflik kepentingan antara Anwar Usman dengan cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka. Sebab, Gibran merupakan keponakan Anwar Usman. Anwar Usman adalah ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi), ayah Gibran.

"Pak Anwar Usman itu tidak boleh kemudian memeriksa menjadi salah satu majelis hakim karena ada conflict of interest karena ada keponakannya Gibran," kata Susi dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (16/3/2024).

Di samping itu, Susi juga mengomentari mengenai adanya dugaan kecurangan Pemilu 2024 dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Menurutnya, dugaan itu harus bisa dibuktikan dalam sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) nantinya.

"Artinya masif itu terjadi secara meluas, kemudian terstruktur itu yang memang direncanakan, kemudian sistematis. Jadi itu harus dibuktikan," ujarnya.

Anwar Usman mengusap matanya saat memberikan keterangan pers terkait dugaan pelanggaran etik dalam putusan batasan usia capres dan cawapres hingga dirinya dicopot dari Ketua MK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/10/2023) lalu. MK memutuskan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MK-MK untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik terkait putusan Ketua MK Anwar Usman yang dianggap memiliki konflik kepentingan dalam penentuan batas usia capres-cawapres. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso Via Kompas.com)
Anwar Usman mengusap matanya saat memberikan keterangan pers terkait dugaan pelanggaran etik dalam putusan batasan usia capres dan cawapres hingga dirinya dicopot dari Ketua MK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/10/2023) lalu. MK memutuskan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MK-MK untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik terkait putusan Ketua MK Anwar Usman yang dianggap memiliki konflik kepentingan dalam penentuan batas usia capres-cawapres. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso Via Kompas.com) (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso Via Kompas.com)

Susi menjelaskan, MK akan memutuskan tergantung pada bukti-bukti yang diajukan penggugat.

"Kemudian juga bukti-bukti itu bisa dibuktikan secara nyata oleh mereka yang mengajukan gugatan hasil Pemilu," ungkapnya dikutip dari Tribunnews.com.

Pada Selasa (7/11/2023) lalu, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan Anwar Usman tak mengadili sengketa Pemilu di MK.

Hal itu diputuskan MKMK untuk menghindari potensi adanya benturan kepentingan atau conflict of interest.

Putusan ini dibacakan Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie setelah menyatakan Anwar terbukti melanggar kode etik berat dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Baca juga: MASIH Percaya Diri Pilpres 2024 Putaran Kedua, Kubu Prabowo Minta Capres Anies Jangan Berhalusinasi

Kapolri Penasaran 

Di sisi lain, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hingga Kompolnas penasaran dengan sosok Kapolda yang akan dihadirkan kubu pasangan calon presiden-calon wakil presiden 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai saksi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Meski penasaran, Kapolri tak mempersoalkan jika ada Jenderal bintang dua dari polri dihadirkan kubu Ganjar ke MK. 

"Ya kalau memang ada ya boleh-boleh saja,"ujarnya. 

Namun, Sigit belum memberikan jawaban lugas soal izin bagi Kapolda yang bersaksi di sidang MK nantinya.

Ia menuturkan, bahwa hal itu masih perlu pertimbangan lebih lanjut.

"Ya kita lihat kapoldanya siapa, kan harus bisa dibuktikan," ujar Kapolri, Jumat (15/3/2024).

Listyo mengaku, hingga saat ini belum ada komunikasi dari Polri dan Tim Pemenangan Nasional (TPN) mengenai siapa sosok Kapolda yang disiapkan kubu Ganjar-Mahfud itu untuk bersaksi di sidang perkara Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) nanti.

Akan Diproses

Lebih lanjut ia mengatakan, apabila ada anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran dalam proses Pemilu 2024 maka akan diproses.

"Ya kita tunggu saja. Apabila betul ada melanggar kita proses," ujar Listyo Sigit.

Baca juga: SEBANYAK 6 Anggota Keluarga Ratu Atut Chosiyah Duduk Jadi DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPD RI

Sama halnya dengan Kompolnas juga penasaran dengan sosok Kapolda yang dimaksud TPN Ganjar-Mafhud sebagai saksi saat melakukan gugatan sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024 di MK.

Anggota Kompolnas Poengky Indarti menyebut tidak mengetahui pasti siapa Kapolda yang dimaksud.

“Kami tidak tahu siapa yang dimaksud, dan apakah yang bersangkutan masih aktif atau sudah purna tugas,” kata Poengky.

Poengky mengatakan Kompolnas bakal ikut mengawasi sengketa hasil Pilpres 2024 yang melibatkan personel Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai saksi atau memberikan keterangan dalam persidangan.

“Ya kami akan mengawasi. Jika prosedur kehadiran saksi nantinya dinyatakan sesuai Peraturan MK,” pungkas Poengky.

Baca juga: BERIKUT Ini Nama-nama Caleg DPR RI, DPD RI dan DPRD Sumut yang Berhasil Duduk di Pemilu 2024

Diketahui, ada dua jenderal purnawirawan TNI-Polri menjadi wakil ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024.

Dua jenderal tersebut ialah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa dan mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (Purn) Gatot Eddy Pramono.

Keduanya mendamping Ketua TPN Arsjad Rasjid yang juga Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin).

Baca juga: GOLKAR Jawara di Sumut, Kuasai Mayoritas Kursi DPR RI dan DPRD Sumut, Berikut Ini Nama-namanya

Di sisi lain, Indonesia Police Watch (IPW) justru meragukan kehadiran Kapolda dalam sidang MK nanti. 

"Saya tidak yakin bahwa akan ada Kapolda yang bersaksi," kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, Rabu (13/3/2024).

Menurut Sugeng, pimpinan Polri pun tak bakal memberi izin bagi para Kapolda yang nantinya akan diminta untuk menjadi saksi.

Sebab, kata Sugeng, struktur Polri bersifat komando, sehingga tidak mungkin ada izin untuk anggota memberi saksi di persidangan. 

"Karena struktur Polri yang bersifat Komando tidak memungkinkan ada izin untuk seorang anggota memberi keterangan saksi di persidangan. Kalau hadir tanpa izin namanya insubordinasi. Nilai taat perintah pimpinan sudah menjadi nilai yang harus dijunjung tinggi," jelasnya.

Baca juga: SELENGKAPNYA 30 Anggota DPR Terpilih dan Gagal dari Dapil Sumut 1 2 3, Hasil Rekapitulasi KPU Sumut

Diragukan 

Keterlibatan Kapolda ini juga diragukan oleh Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN), Drajad Wibowo.

"Membawa kapolda sebagai saksi? Weleh-weleh hehe. Secara logika, saya meragukannya," kata Drajad.

Drajad menjelaskan soal kapasitas pihak kepolisian dalam urusan pemilu.

Ia mengatakan, bahwa kapolda seharusnya bertanggungjawab jika terjadi dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di wilayah tugasnya.

"Karena, jika memang ada Kapolda yang menyaksikan pelanggaran TSM di wilayahnya, bukankah dia berwenang dan punya pasukan untuk mencegah bahkan menindak pelanggaran itu?" ujarnya.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa menggugat hasil pemilu ke MK adalah sebuah hak konstitusional seluruh pihak. Namun, gugatan itu, kata Drajad, memerlukan bukti yang rigid. "Ini berdasarkan pengalaman sebagai unsur pimpinan PAN sejak 2010," ungkapnya.

Menurut Drajad, untuk membuktikan kata masif saja, jika selisih suaranya tidak besar, bukti yang dibutuhkan sangat banyak. 

"Apalagi jika selisih suaranya sangat telak seperti dalam Pilpres 2024. Belum lagi untuk kata terstruktur dan sistematis," ucapnya.

Baca juga: MAHFUD Soal Kubu Prabowo-Gibran Siapkan 36 Pengacara Hadapi Gugatan MK : Kita Juga Siapkan!

Sebelumnya, Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat mengatakan pihaknya akan mengajukan seorang kapolda untuk menjadi saksi saat mengajukan gugatan Pilpres 2024 di MK. Gugatan itu akan dilayangkan ke MK setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengumumkan hasil Pilpres 2024 pada 20 Maret 2024.

"Tanpa itu tidak akan ada selisih suara seperti itu. Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada Kapolda yang kami ajukan. Kita tahu semua main intimidasi, besok kapolda dipanggil dicopot,” kata Henry dalam keterangannya, Senin (11/3/2024).

Namun, Henry tak menjelaskan detail identitas kapolda itu. Dia hanya menyebut pihak kepolisian berpangkat Irjen dan jabatan Kapolda itu dihadirkan untuk membuktikan soal adanya mobilisasi kekuasaan dengan pengerahan aparatur negara.

"Akan ada Kapolda yang kami ajukan, kita tahu semua main intimidasi, besok Kapolda dipanggil dicopot," ujarnya.

Yusril: Tak bisa membalikkan hasil pemilu

Sementara, Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra merespons santai soal rencana kubu Ganjar-Mahfud menghadirkan seorang kapolda sebagai saksi dugaan kecurangan Pemilu 2024. Yusril yakin kesaksian satu Kapolda tidak cukup untuk membalikkan hasil pemilu dan pilpres jika terbukti ada kecurangan.

"Kapolda itu kan hanya di satu provinsi, kalau dia mengungkapkan terjadinya penipuan segala macam, pengerahan massa di tempat yang dia sendiri menjadi Kapolda, apa bisa menggugurkan 38 provinsi yang lain? Simpel," ucap Yusril, Kamis (14/3/2024).

Yusril lalu mengungkit kembali sidang sengketa hasil Pilpres 2019 lalu. Kala itu, Yusril menyebut ada orang yang mengaku bisa membuat robot guna mendeteksi kecurangan hingga didatangkan ke persidangan. "Dulu juga pernah dibilang begitu oleh keponakannya Pak Mahfud, ada seorang pakar IT dari ITB yang menciptakan robot dan bisa membongkar kejahatan IT-nya KPU," kata Yusril.

Dia mengenang saksi yang dimaksud kala itu akhirnya didatangkan. Namun, kata Yusril, saksi yang dimaksud tak mengerti apa-apa. Saksi itu adalah Hairul Anas Suaidi. "Didatangkanlah orang itu ke DPR terus ketika dia menerangkan sesuatu di tim kita itu juga ada profesional ITB profesional IT. Ternyata ini anak baru tamat S1 kemarin, dia enggak ngerti apa-apa soal itu," kata dia.

"Setelah semuanya dia menerangkan kita ditanya sama hakim, ada yang mau ditanya tidak? Apa yang mau ditanya? Akhirnya kita ketawa semua," imbuh Yusril.

(*/tribun-medan.com)

Baca juga: SIAPA Keponakan Mahfud MD yang Diungkit Yusril saat Kubu Ganjar Ancam Bawa Kapolda?

Baca juga: SEBANYAK 6 Anggota Keluarga Ratu Atut Chosiyah Duduk Jadi DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPD RI

Baca juga: KUATNYA Pengaruh Keluarga Besar Eks Gubernur Banten Ratu Atut Kuasai Perolehan Suara Pileg di Banten

Baca juga: DAFTAR Nama 55 Anggota DPRD Kalsel Periode 2024, Golkar 14 Kursi, PDIP Jeblok Cuma 3 Kader Duduk

Baca juga: BARU Kuasai Kursi DPRD DKI Jakarta, PKS Langsung Usulkan Jakarta Jadi Ibu Kota Negara Legislatif

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitt

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved