Sumut Terkini

Ekspor Karet Alam di Sumut Diprediksi Semakin Lesu Imbas Penerapan UU EUDR

Berdasarkan data dari Gapkindo Sumut, sejak tahun 2017 ekspor karet alam di Sumut terus mengalami penurunan.

Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/HO
Petani karet sedang menderes kebun karet. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Tekanan kinerja ekspor karet alam Sumatera Utara berpotensi semakin anjlok seiring dengan ancaman berupa penerapan Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa (EUDR).

Pasalnya dalam peraturan tersebut, operator yang mengekspor barang komoditas dan produk turunannya ke anggota-anggota Uni Eropa diminta mempersiapkan data geolokasi yang menunjukkan asal usul produk dan bahan bakunya yang akan diekspor. Aturan ini akan berlaku secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2025.

Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara (Sumut) Edy Irwansyah mengatakan bahwa penerapan UU EUDR akan menggerus volume ekspor karet alam Sumut semakin dalam.

Berdasarkan data dari Gapkindo Sumut, sejak tahun 2017 ekspor karet alam di Sumut terus mengalami penurunan.

Tercatat, ekspor karet alam Sumut pada tahun 2023 mencapai 313.402 ton, angka tersebut sangat jauh dari ekspor karet alam Sumut pada tahun 2017 yaitu sebesar 512.725 ton. 

"Jika UU EUDR diterapkan tentu ada potensi yang besar penurunan volume ekspor semakin dalam. Berdasarkan data 2023, total volume ekspor dari Sumut ke Eropa mencapai 20.24 persen," ujarnya kepada Tribun Medan, Selasa (30/1/2024). 

Menurutnya, regulasi ini tidak hanya mengancam kelangsungan ekspor industri karet ke Eropa saja, tetapi juga mempengaruhi produk turunannya seperti sepatu atau sandal karet dan ban yang berasal dari negara produsen. 

"Namun pemenuhan UU EUDR tidak hanya dipersyaratkan Komisi Eropa melalui importir Eropa tetapi juga buyer non-Eropa dimana merupakan produsen ban utama, misalnya Jepang, Amerika Serikat, China, dimana ban akan diproduksi di negaranya sedangkan mereka akan mengekspor ban sebagai barang jadi yang akan digunakan oleh industri otomotif di Eropa," jelasnya. 

Oleh karena itu, lanjut Edy, potensi penurunan ekspor karet dari Sumatera Utara semakin besar ketika UU EUDR akan mulai berlaku 1 Januari 2025.

Sementara itu terkait harga karet alam, Edy memperkirakan akan terjadi kontraksi di pasar global.

"Diperkirakan harga akan ada perbedaan untuk ekspor terkait EUDR dan non-EUDR, yang terkait EDUR berpeluang lebih mahal karena dalam pemenuhan UU EUDR diperlukan biaya untuk pemenuhan Duediligence Statement dan Pelaporannya," tutupnya. 

Sebelumnya, Ketua kelompok tani karet Mbuah Page, di Kuta Jurung, Kabupaten Deli Serdang, Sungkunen menuturkan bahwa produksi karet alam di wilayahnya semakin menurun. 

Penyebab utama penurunan produksi karet tersebut lantaran harga karet yang relatif sangat rendah, kurangnya tenaga penyadap hingga terjadinya konversi tanaman karet ke tanaman lain. 

"Saat ini, lahan pertanian komoditas karet alam di Kabupaten Deli Serdang hanya tersisa 10 persen dari jumlah lahan pada 20 tahun silam ketika getah karet memiliki nilai jual yang tinggi," katanya

Sungkunen memprediksi, dua hingga lima tahun ke depan lahan pertanian komoditas karet di Sumut sirna dan tergantikan oleh komoditas sawit

"Ini tinggal menunggu waktu saja, kalau daerah perkebunan di Sumut semuanya sudah bisa dilalui oleh kendaraan roda empat untuk mengangkut hasilnya, maka paling cepat di dua tahun dan paling lama lima tahun ke depan perkebunan karet di Sumut sudah tidak ada lagi. Hari ini masih ada yang mempertahankan kebun karetnya karena tidak bisa menanam sawit," jelasnya. 

(cr10/Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved