Viral Medsos

NATAL Memilukan di Betlehem Tidak Ada Perayaan, Militer Israel Bombardir Gaza Utara, 70 Orang Tewas

Kota Betlehem di Tepi Barat, yang biasanya ramai pada saat-saat perayaan Natal, kini senyap ketika perang terus berkobar di Gaza.

Editor: AbdiTumanggor
al jazeera
Perayaan Natal telah dibatalkan tahun ini dan ribuan wisatawan serta peziarah yang biasanya memenuhi Manger Square, Betlehem, tak terlihat. Di sisi lain militer Israel dilaporkan melakukan serangan udara ke kamp pengungsi Al-Maghazi di Gaza, Palestina. Hamas mengklaim serangan yang dilakukan Minggu (24/12/2023) kemarin itu menewaskan setidaknya 70 orang. Pihak Hamas melalui Juru Bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf Al-Qudra mengatakan jumlah tersebut akan bertambah karena banyaknya keluarga yang tinggal di area itu. (Aljazeera) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Kota Betlehem di Tepi Barat, yang biasanya ramai pada saat-saat perayaan Natal, kini senyap ketika perang terus berkobar di Gaza.

Perayaan Natal telah dibatalkan tahun ini dan ribuan wisatawan serta peziarah yang biasanya memenuhi Manger Square, Betlehem, tak terlihat.

Sementara, militer Israel dilaporkan terus melakukan serangan udara ke kamp pengungsi Al-Maghazi di Gaza, Palestina.

Hamas mengklaim serangan yang dilakukan Minggu (24/12/2023) kemarin itu menewaskan setidaknya 70 orang.

Pihak Hamas melalui Juru Bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf Al-Qudra mengatakan jumlah tersebut akan bertambah karena banyaknya keluarga yang tinggal di area itu.

Kini, di Kota Betlehem di Tepi Barat, senyap ketika perang terus berkobar di Gaza. Tak ada perayaan Natal.

"Kota ini kosong dari kebahagiaan, kegembiraan, anak-anak, dan Sinterklas. Tidak ada perayaan tahun ini," kata Madeleine, warga Betlehem, di Tepi Barat yang diduduki Israel.

Pohon Natal yang terkenal, biasanya berdiri di tengah alun-alun, sekarang tak ada. Tidak ada lagu-lagu Natal atau kios pasar Natal.

Sebaliknya, sebuah adegan kelahiran Yesus, yang memperlihatkan bayi Yesus yang baru lahir dikelilingi oleh batu-batu besar dan kawat berduri, telah dipasang sebagai penghormatan kepada anak-anak Gaza.

Di Gereja Kelahiran Yesus yang amat senyap, Pastor Eissa Thaldjiya mengatakan kepada Madeleine bahwa kotanya terasa seperti bayangan dirinya sendiri.

"Saya sudah menjadi pendeta di gereja ini selama 12 tahun. Saya lahir di Bethlehem, dan saya belum pernah melihatnya seperti ini - bahkan selama pandemi Covid-19," ujar Madeleine.

"Kami punya saudara-saudara di Gaza - inilah yang membuat sulit untuk merayakannya… Tapi alangkah baiknya jika kita bersatu dalam doa,"sambungnya.

Warga lainnya, Zadwat Mikhael tinggal di Kota Betlehem, namun keluarganya terjebak di Gaza Utara.

Orang tuanya, saudara laki-lakinya dan puluhan kerabat lainnya berlindung di Gereja Keluarga Kudus dekat Shejaiya di timur Kota Gaza - sebuah daerah yang hancur akibat pemboman Israel.

Saat Mikhael sedang berbicara, ada telepon dari ayahnya, Han'na Mikhael, masuk.

Salurannya terputus-putus dan koneksinya tidak stabil - namun dia tetap bertahan untuk melihat ayahnya sekilas.

Han'na memberi tahu anaknya bahwa keluarganya baik-baik saja.

Dia mengaku berhasil keluar dari gereja untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua pekan untuk mencoba mencari makanan.

Ia berkata bahwa yang tersisa di sekitar gereja hanyalah puing-puing dan semua toko dibakar. "Ini kehancuran total," katanya.

Dia berujar bahwa komunikasi terputus dan tidak ada air. Makanan juga langka - "cukup untuk membuat Anda tetap hidup - tidak untuk mengisi perut Anda," katanya.

Han'na menangis saat dia bercerita tentang betapa berbedanya situasinya saat ini dengan Natal tahun lalu.

"Pada hari-hari seperti ini, kami akan mendekorasi gereja. Akan ada lagu-lagu Natal. Orang-orang akan datang untuk membantu. Tapi sekarang kami hanya berdoa agar bisa keluar dari sini hidup-hidup."

Keluarganya telah menderita akibat kehilangan yang amat besar.

Seminggu lalu, nenek Zadwat Mikhael, Naheda Khalil Anton - yang juga berlindung di gereja di Gaza - ditembak dua kali di bagian perut saat hendak menuju kamar mandi.

Bibinya Samar Kamal Anton bergegas membantunya dan tertembak di kepala.

 Zadwat Mikhael menunjukkan kepada saya foto-foto setelah kejadian itu dan proses pemakamannya.

Keluarganya telah berlindung di Gereja Keluarga Kudus sejak awal perang. Kini, mereka telah menguburkan orang yang mereka sayangi di sana.

Keluarga tersebut menyalahkan penembak jitu Israel atas kematian mereka. Militer Israel (IDF) mengatakan akan melanjutkan penyelidikannya.

Sambil menangis, Han'na mengatakan bahwa kedua anggota keluarganya meninggal di depan matanya: "Sungguh mengejutkan... Sungguh tak tertahankan."

Dia meminta maaf kepada saya karena menangis, dan karena tidak dapat berbicara banyak: "Maaf, tapi ini sangat sulit. Kami telah menanggung begitu banyak hal."

Sebuah ledakan besar terdengar saat kami berbicara, sebelum Zadwat Mikhael dengan enggan mengucapkan selamat tinggal kepada ayahnya.

Pagi ini di Betlehem, lonceng gereja berbunyi ketika beberapa penduduk setempat berkumpul di sekitar patung Yesus di reruntuhan bangunan dan lagu-lagu Arab diputar di pengeras suara, salah satunya menyerukan salam - perdamaian - untuk anak-anak.

Puluhan orang berada di tengah sambil memegang bendera besar Palestina dan mengibarkannya ke atas dan ke bawah.

Patriarkat Latin Yerusalem, Pierbattista Pizzaballa, berada di Betlehem untuk menyampaikan pidatonya.

Dia mengenakan syal tradisional Palestina bermotif kotak-kotak dengan warna hitam putih.

Sebelum memasuki Gereja Kelahiran, dia mengatakan ini adalah "Natal yang sangat memilukan".

"Kita berada dalam perang, perang yang mengerikan. Pikiran kita pertama-tama tertuju pada Gaza, pada rakyat kita di Gaza… Dua juta orang menderita," katanya.

Ia menambahkan bahwa "gencatan senjata saja tidak cukup".

"Kita harus menghentikan permusuhan ini dan membalikkan keadaan karena kekerasan hanya menghasilkan kekerasan."

Beberapa langkah dari Manger Square, toko-toko suvenir berjejer di Star Street di kedua sisi, namun tanpa hiruk pikuk jual beli dan tawar-menawar seperti biasanya.

Syal jahitan Palestina yang terkenal, sarung bantal dan artefak digantung di luar toko, tapi tanpa pembeli.

Padahal hari-hari ini biasanya pasar dipenuhi pembeli. Namun tidak tahun ini.

"Kita tidak bisa merayakannya dengan banyaknya orang yang terbunuh di Gaza," kata Abood Subouh, seorang pemilik toko di pasar lokal dekat Manger Square.

Dia mengatakan kepada saya bahwa, walau sedih melihat kota dan bisnisnya seperti ini, merayakan Natal terasa aib di tahun ini:

"Kami tidak bisa bahagia karena kami tidak berada di belahan dunia lain. Kami masih di Palestina."

Penyerbuan Gaza Utara

Diketahui, Militer Israel dilaporkan melakukan serangan udara ke kamp pengungsi Al-Maghazi di Gaza, Palestina.

Hamas mengklaim serangan yang dilakukan Minggu (24/12/2023) kemarin itu menewaskan setidaknya 70 orang.

Pihak Hamas melalui Juru Bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf Al-Qudra mengatakan jumlah tersebut akan bertambah karena banyaknya keluarga yang tinggal di area itu.

Puluhan orang yang cedera langsung dilarikan ke Rumah Sakit Al-Aqsa yang ada di dekatnya.

Kementerian Kesehatan setempat mengatakan tiga rumah telah dihancurkan dalam serangan itu.

Ashraf mengatakan area pemukiman padat penduduk telah hancur karena serangan tersebut.

Seorang ayah mengungkapkan ia telah kehilangan putri dan cucunya. Ia menambahkan bahwa keluarganya telah lari dari utara mencari keselamatan di tengah Gaza.

“Mereka tinggal di lantai tiga salah satu bangunan,” katanya dikutip dari BBC.

“Dinding runtuh menimpa mereka. Cucu-cucu saya, anak perempuan saya, suaminya, semuanya telah tiada,” tambahnya.

“Kami semua adalah target. Warga sipil jadi target. Tak ada tempat yang aman. Mereka mengatakan kami harus meninggalkan Gaza. Kini kami datang ke Gaza tengah untuk kami,” ujarnya.

Komunitas Bulan Sabit Palestina mengatakan serangan udara Israel yang intens telah berujung dengan ditutupnya jalanan utama antara Maghazi, dan dua kamp pengungsi lainnya, Al-Bureij dan Al-Nuseirat.

Mereka mengatakan keadaan itu kemudian menghamnbat pekerjaan ambulans dan tim penyelamat.

Pihak militer Israel sendiri mengungkapkan telah menerima laporan kejadian di kamp Al-Maghazi.

“Meski ada tantangan yang ditimbulkan oleh teroris Hamas, yang beroperasi di wilayah sipil Gaza, IDF (Pasukan Pertahanan Israel) berkomitmen terhadap hukum internasional termasuk mengambil langkah-langkah yang layak untuk meminimalkan kerugian terhadap warga sipil,” katanya.

Serangan Udara Sepanjang Minggu

Tak hanya di kamp pengungsian. Israel juga mengebom wilayah Jabalia di Jalur Gaza utara semalam dan pertempuran terjadi sepanjang Minggu (24/12/2023) pagi.

Sementara otoritas kesehatan Gaza dan militer Israel mengumumkan jumlah korban yang terus bertambah.

Israel mengklaim telah mengontrol hampir sepenuhnya operasional atas Gaza utara dan bersiap untuk memperluas serangan darat terhadap militan Hamas ke daerah lain.

Seorang juru bicara kementerian kesehatan Gaza mengatakan bahwa 166 orang Palestina telah tewas dalam 24 jam terakhir sehingga jumlah korban tewas di pihak Palestina menjadi 20.424 orang.

Puluhan ribu orang lainnya terluka, dengan banyak mayat yang diyakini terjebak di bawah reruntuhan. Hampir semua dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi.

Militer Israel mengatakan, delapan tentaranya telah terbunuh, menjadikan jumlah korban tewas dalam pertempuran menjadi 154 orang sejak mereka memulai serangan darat sebagai balasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober ke Israel.

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved