Viral Medsos
Pasokan Kebutuhan Militer Filipina di LCS Makin Sulit, Kapal Penjaga Pantai China Terus Menghalangi
China terus mendominasi di kawasan Laut China Selatan (LCS) setelah peta baru dirilis Kementerian Sumber Daya Alam China pada Senin 28 Agustus 2023.
TRIBUN-MEDAN.COM - Militer Filipina semakin kesulitan memasok kebutuhan militer dan nelayannya di pulau yang disengketakan di Laut China Selatan.
Diketahui, China terus mendominasi di kawasan Laut China Selatan (LCS) setelah peta baru dirilis Kementerian Sumber Daya Alam China pada Senin 28 Agustus 2023.
Media milik pemerintah China, China Daily mengumumkan 'Peta Standar China 2023'.
Menurut China Daily, "Peta Standar China 2023" ini memainkan peran peting dalam mendorong pembangunan bangsa, memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat, mendukung pengelolaan sumber daya alam, dan membantu pembangunan ekologi dan peradaban.
Perubahan peta ini menjadikan Laut China Selatan sebagai salah satu titik panas konflik di muka bumi. Semula lautan bebas tanpa ada yang mendaulat, kini menjadi cengkeraman ”Negeri Tirai Bambu” yang belakangan sulit dilumpuhkan.
”Kami menolak tegas upaya mengaburkan putusan pengadilan internasional,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Filipina Theresa Lazaro dalam sebuah forum tentang Laut China Selatan. ”Setelah putusan final diluncurkan, hal itu tidak lagi dapat dikompromikan,” katanya, seperti diberitakan Reuters.
Ucapan Lazaro merujuk pada putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (Permanent Court of Arbitration/PCA) pada 12 Juli 2016 di Den Haag, Belanda.
Isinya menyatakan, hak China atas seluruh wilayah Laut China Selatan tidak sah. Putusan PCA tak perlu diperdebatkan lagi, tegas Lazaro.
Pulau Thitu di Laut Cina Selatan salah satu pulau yang disengketakan China dengan Filipina.
Pulau Thitu yang berbentuk kecebong disebut Pag-asa (dalam bahasa Tagalog berarti harapan) dihuni oleh sekitar 250 penduduk desa Filipina. Pulau ini adalah salah satu dari sembilan pulau, pulau kecil, dan atol yang telah diduduki oleh pasukan Filipina sejak tahun 1970-an di kepulauan Spratlys di Laut Cina Selatan.
Baru-baru ini militer Filipina mengembangkan pos Penjaga Pantai di Pulau Thitu di Laut China Selatan untuk menambah kekuatan. Langkah itu dilakukan seiring seringnya ketegangan dengan China di wilayah yang disengketakan di perairan Laut China Selatan.
Second Thomas Shoal, juga dikenal sebagai Ayungin Shoal, Bai Co May dan Ren'ai Jiao, adalah terumbu karang terendam di Kepulauan Spratly di Laut China Selatan.
China dan Filipina saling melontarkan tuduhan atas peristiwa gesekan dari kedua belah pihak yang terjadi di wilayah perairan sengketa Laut China Selatan.
Seperti halnya pada Minggu (22/10/2023) lalu, ketika kapal-kapal China menghadang kapal-kapal Filipina yang sedang mengirim pasokan untuk pasukan di wilayah tersebut. Insiden itu merupakan yang terbaru dari serangkaian konfrontasi maritim antar kedua negara.
Angkatan Bersenjata Filipina merilis video yang menunjukkan kapal China menyerempet lambung kapal Filipina.
Tabrakan tersebut terjadi dalam misi pengiriman pasokan ulang bagi pasukan Filipina yang ditempatkan di sebuah kapal pengangkut yang sudah berkarat dari era Perang Dunia Kedua, yang digunakan sebagai pos terdepan di beting tersebut.
Penjaga pantai China mengatakan mereka telah "secara sah" menghalangi kapal tersebut untuk mengangkut kebutuhan militer Filipina. Filipina menanggapi respons tersebut dengan mengutuk "dengan sangat keras" "manuver pemblokiran yang berbahaya" yang dilakukan oleh kapal-kapal milik China.
Amerika Serikat, yang berpihak pada Filipina, menawarkan dukungan kepada sekutunya itu. Sementara, China mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan, termasuk sebagian zona ekonomi eksklusif Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2016 mengatakan bahwa klaim China itu tidak memiliki dasar hukum.
Kemudian, terjadi gesekan lagi saat pemotongan tali pembatas di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina. Kemudian, pemerintah Filipina menuduh penjaga pantai China melakukan "tindakan ilegal dan agresif" lewat penggunaan meriam air dan serangan sonar di Laut China Selatan pada Sabtu (9/12/2023) kemarin.
Manila mengatakan penjaga pantai China telah menembakkan meriam air ke kapal biro perikanan Filipina yang sedang melakukan misi pasokan reguler.
Satuan tugas Filipina untuk Laut China Selatan, sebuah badan antar-lembaga pemerintah, menyerukan Tiongkok untuk menghentikan "aktivitas agresifnya" di Scarborough Shoal, sebuah area di Laut China Selatan yang diklaim kedua negara.
Melansir dari laman WA Today, Filipina mengatakan Tiongkok telah menggunakan meriam air setidaknya delapan kali hari Sabtu kemarin terhadap kapal sipil Filipina.
Serangan ini disebut Filipina telah merusak peralatan komunikasi dan navigasi kapal perikanan yang secara langsung dan sengaja menjadi sasaran Penjaga Pantai China. Tiga kapal biro perikanan Filipina sedang menjalankan misi pasokan minyak dan bahan makanan ke lebih dari 30 kapal penangkap ikan Filipina di dekat perairan dangkal Scarborough.
Sebelumnya, pada Februari 2023, kapal patroli Penjaga Pantai China menembakkan sinar laser hijau ke kapal Penjaga Pantai Filipina di area yang disengketakan.
Seperti diungkap Filipina, kapal China itu juga bermanuver memblokir laju kapal Filipina yang mengawal kapal pemasok logistik bagi penjaga kapal Angkatan Laut Filipina, Sierra Madre, penanda Manila di Beting Second Thomas Kepulauan Spratly untuk menegaskan kedaulatannya di area sengketa LCS itu.
Ambisi China ingin menguasai seluruh Laut China Selatan
Tersimpan misi besar China untuk memproyeksikan kekuatan militernya di negara-negara Asia Tenggara. Selain itu, China juga juga ingin menguasai kekayaan sumber daya alam di wilayah ini. Mengutip Forbes, sebuah wadah pemikir AS telah mengumpulkan peta interaktif tentang bagaimana pangkalan udara, rudal dan radar China di Laut China Selatan, yang disengketakan.
Ini memungkinkan Beijing untuk memproyeksikan kekuatan militernya hingga ke Singapura, Vietnam dan Indonesia. Peta yang disusun oleh Pusat Kajian Strategis dan Internasional tersebut menggambarkan jangkauan senjata dan radar China, yang ditempatkan di berbagai pulau kecil dan terumbu karang di Laut China Selatan.
Pesawat Pembom H-6 China, yang berbasis di Pulau Woody, berjarak sekitar 400 mil dari Hong Kong, dapat menyerang target jauh di timur Filipina dan selatan Singapura. Termasuk rute perdagangan internasional Selat Malaka hingga ibu kota Indonesia, Jakarta.
Sementara Pesawat tempur J-11 China, dapat menjangkau hingga Singapura, Balikpapan dan Laut Jawa di Indonesia, serta ke timur FIlipina. Kemudian Vietnam Selatan dan Malaysia akan berada dalam jangkauan kekuatan udara China.
Demikian juga rudal anti kapal dan anti pesawat China, yang dikerahkan di Kepulauan Spratly, sekelompok terumbu kecil di tengah Laut China Selatan. Ini memungkinkan rudal China menjangkau seluruh wilayah Asia Tenggara, menurut peta CSIS.
Dari Mischief Reef, sekitar 900 mil tenggara Hong Kong dan 500 hingga 600 mil dari Manila dan Kota Ho Chi Minh, rudal jelajah anti-kapal YJ-62 dan YJ-12B China dapat menyerang sejauh pantai Vietnam, Brunei dan Filipina pulau Palawan.
Peta CSIS ini menunjukkan bahwa dengan menguasai Laut China Selatan, China dapat menempatkan radar yang sangat dibutuhkan untuk menemukan target pesawat tempur dan rudal. Hanya dari pangkalan udara di Pulau Woody dan Mischief Reef, pesawat peringatan dini KJ-500 China dapat mendeteksi pesawat terbang tinggi di seluruh Vietnam, dan sejauh Manila dan Tarakan. KJ-500 dapat mendeteksi kapal yang berlayar di sepanjang pantai Vietnam, Brunei dan Palawan.
Pakar urusan Asia CSIS, Greg Poling, mengatakan, peta tersebut menunjukkan pentingnya Laut China Selatan untuk memproyeksikan kekuatan Beijing di wilayah tersebut. “Jika China tidak memiliki fasilitas di Spratly, China tidak akan dapat menempatkan pesawat patroli dan jet tempur di atas Selat Malaka atau Indonesia tanpa pengisian bahan bakar udara atau menggunakan kapal induk di masa depan,” kata Poling.
Laut Cina Selatan, kaya akan sumber daya energi dan terletak di dekat jalur pelayaran yang sibuk, telah menjadi sengketa selama beberapa dekade. China, Vietnam, Filipina, Taiwan, Indonesia, dan Malaysia semuanya memiliki klaim yang bersaing di wilayah tersebut. Sementara AS enggan membiarkan China mengendalikan perairan yang disayangi oleh begitu banyak sekutu Amerika.
Poling percaya bahwa banyak pangkalan di China meningkatkan peluang Beijing untuk menguasai Laut China Selatan. “Manfaat utama dari fasilitas China saat ini adalah kemampuan untuk memantau semua aktivitas di Laut China Selatan dan mendukung pengerahan penjaga pantai dan kapal milisi ke depan."
Ini dapat dengan cepat menanggapi aktivitas apa pun oleh pihak-pihak Asia Tenggara yang tidak disukai China.
"Itu perlahan mendorong orang Asia Tenggara keluar dari perairan ini. Jika strategi itu terus bekerja sebaik yang telah dilakukan, China akan mengendalikan Laut China Selatan dalam beberapa tahun tanpa harus melepaskan tembakan. Dan itu akan merusak dukungan apa pun untuk kehadiran AS di masa depan," ucapnya.
Laut China Selatan dipandang sebagai perairan dengan sumber daya alam dan hasil laut yang melimpah. Nilai komoditas perairan ini disebut bisa mencapai triliunan dolar. Hal tersebutlah yang kerap memicu sengketa panas terhadap LCS oleh negara-negara kawasan.
Laut Cina Selatan terdiri atas gugusan kepulauan yang sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil tak berpenghuni. Setidaknya terdapat enam negara yang memperebutkan Laut China Selatan, yakni China, Filipina, Taiwan, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Vietnam.
Upaya saling klaim tersebut menjadikan LCS sebagai sengketa kedaulatan yang melibatkan lebih dari dua pihak. Laut China Selatan adalah laut tepi bagian dari Samudra Pasifik. Secara geografis, Laut China Selatan berbatasan dengan Brunei Darussalam, China, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, dan Vietnam.
Organisasi Hidrografis Internasional (International Hydrographic Bureau) mendefinisikan Laut China Selatan memanjang dari arah barat daya ke timur laut, berbatasan dengan China dan Taiwan di sebelah utara, Filipina di sebelah barat, Malaysia dan Brunei di barat dan selatan, dan Vietnam di timur.
Merujuk LIPI, garis batas Laut China Selatan menyerupai huruf "U", dimulai dari perairan Mainan, dan berakhir di sebelah timur perairan Taiwan. Batas tersebut ditandai oleh China dengan demarkasi sembilan garis putus-putus (the nine-dash line), yang disebut juga sebagai lidah sapi atau "cow's tongue".
Sementara luas Laut China Selatan mencakup 3,685 juta kilometer persegi, mengutip Britannica. Di dalamnya terdapat banyak terumbu karang, pulau karang (atol), ratusan pulau-pulau kecil tak berpenghuni, serta dua kepulauan besar yakni Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel yang diklaim oleh sejumlah negara.
Pemicu Sengketa Laut China Selatan
Sengketa atau konflik Laut China Selatan tidak bisa dilepaskan dengan klaim sepihak negara kawasan termasuk China dalam hal kepemilikan wilayah perairan tersebut. Klaim ini bermula ketika China pada 1947 memproduksi peta LCS dengan 9 garis putus-putus dan menyatakan bahwa wilayah yang masuk dalam lingkaran garis tersebut--termasuk Kepulauan Spartly dan Paracel--sebagai wilayah teritorinya.
Peta ini kemudian ditegaskan kembali pada saat Partai Komunis berkuasa pada 1953. Klaim ini didasarkan pada sejarah China kuno, mulai dari Dinasi Han yang berkuasa pada abad 2 SM sampai dengan Dinasi Ming dan Dinasi Qing abad 13 SM.
Aspek historis dan penemuan-penemuan dijadikan alasan China untuk mempertahankan klaimnya atas kepemilikan Laut Cina Selatan. Guna menjaga klaimnya atas LCS, China kini agresif membangun fasilitas militer, mendirikan pulau buatan, dan menempatkan kapal-kapal perangnya di wilayah perairan tersebut.
Klaim China atas 80-90 persen wilayah di Laut China Selatan (LCS) dengan alasan sejarah tersebut lantas memantik ketegangan di antara negara pantai lain yang juga sama-sama mengklaim berhak atas kawasan tersebut.
Seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam, yang mendasarkan pada aturan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Di sisi lain, Vietnam turut mengklaim kepemilikan Kepulauan Paracel dan Kepualaun Spratly, yang tak lain mencakup hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan. Filipina juga mengklaim sebagian wilayah LCS khususnya kepulauan Spartly atau dinamakan Kepulauan Kalayaan dan beberapa kepulauan di sebelah barat Filipina yakni Scarborough Shoal. Sementara Brunei dan Malaysia mengklaim bagian selatan LCS dan sebagian Kepulauan Spratly.
Mengapa Laut China Selatan Jadi Rebutan?
Laut China Selatan adalah kawasan menggiurkan. Secara umum, ada dua hal yang penting dalam perebutan wilayah LCS, yakni letak strategis serta potensi ekonomi. Ditilik dari aspek strategis, perairan tersebut merupakan salah satu pintu gerbang komersial yang krusial bagi beberapa jalur pelayaran dan sebagian besar industri logistik dunia. Laut China Selatan adalah jalur tercepat dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia yang menghubungkan Asia Timur dengan India, Asia Barat, Eropa, dan Afrika.
Dilansir CFR Global Conflict Tracker, total nilai perdagangan yang melintasi kawasan Laut China Selatan pada 2016 mencapai US$3,37 triliun. Perdagangan gas alam cair global yang transit melalui LCS pada 2017 sebanyak 40 persen dari total konsumsi dunia. Selanjutnya dari potensi ekonominya, Laut China Selatan kaya akan sumber daya hasil laut, meskipun dalam praktiknya cenderung dieksploitasi secara berlebihan. Perairan ini juga dilaporkan memiliki cadangan minyak dan gas yang signifikan.
Diperkirakan ada 11 miliar barel minyak yang belum dimanfaatkan dan 190 triliun kaki kubik cadangan gas alam di LCS. Atas nilai kekayaan alam dan potensi ekonomi tersebut diduga menjadi faktor yang memperburuk sengketa maritim dan teritorial antarnegara di kawasan itu. Persaingan klaim kedaulatan teritorial atas pulau-pulau dan perairan tersebut turut menjadi sumber konflik Laut China Selatan dan saling curiga yang berlangsung sejak lama.
Baca juga: KETIKA Kapal China Tembakkan Meriam Air di Laut China Selatan, Angkatan Laut Filipina Kocar-kacir
Baca juga: PERCIKAN API China-Filipina di LCS, Kapal Perang China Serang Kapal Filipina dengan Meriam Air
(*/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
| REKAM JEJAK Brigjen Yusri Yunus, Daftar Jabatan Penting di Polri Pernah Diemban Yusri Yunus |
|
|---|
| DUDUK PERKARA Oknum TNI Prada SA Ngamuk di Tempat Hiburan Malam, TNI AD Usut Asal Senjata Api |
|
|---|
| SOSOK Brigjen Yusri Yunus Petinggi Polri Meninggal Tadi Malam, Yusri Rekan Seangkatan Kapolri |
|
|---|
| Nasib Oknum Polisi M Yunus Tendang Pengendara, Kapolres Prabumulih Diminta Bertindak, Kronologinya |
|
|---|
| Paniknya Pejabat Ini Tiba-tiba Didatangi Petugas dan Ditangkap, Puluhan Juta Uang di Bawah Meja |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/kapal-perang-china-tembakkan-meriam-air-ke-kapal-filipina.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.