Kampanye di Sekolah dan Kampus Rawan Perundungan, KPU RI akan Revisi Aturan

Putusan MK ini, menurut Iman, akan membahayakan kepentingan siswa, guru, dan orang tua

KOMPAS.com/ MOH NADLIR
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2017). (KOMPAS.com/ MOH NADLIR ) 

TRIBUN-MEDAN.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan putusan terbaru yang mengizinkan peserta pemilu diperbolehkan berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan dengan beberapa syarat.

Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkhawatirkan kampanye di lingkungan pendidikan dapat mengganggu proses pembelajaran.

"Kami khawatir dengan putusan tersebut akan mengganggu proses belajar dan mengajar. Penggunaan fasilitas pendidikan, jika ditafsirkan sebagai penggunaan lahan dan bangunan sekolah dan universitas maka jelas mengganggu pembelajaran," ujar Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, melalui keterangan tertulis, Senin (21/8).

Menurut Iman, frasa "sepanjang mendapatkan izin dari penanggung jawab tempat" pada putusan MK akan sangat bermasalah pada praktiknya. Iman mengatakan para kepala sekolah selaku penanggung jawab akan kesulitan menolak pengajuan penggunaan sekolah untuk kampanye.

"Contoh, penggunaan gedung sekolah untuk kampanye Pemilu. Kepala sekolah akan sulit menolak apalagi diperintahkan secara struktural dari Pemda dan dinas pendidikan. Apalagi jika pimpinan struktural di sekolah atau daerah sudah punya preferensi politik tertentu,' jelas Iman.

Selain itu, dirinya mempertanyakan jika fasilitas sekolah rusak akibat kampanye. Sekolah, kata Iman, akan terbebani jika harus menanggung kerusakan fasilitas sekolah ini.

"Ini seperti anggaran pendidikan dituntut mensubsidi Pemilu yang juga sudah ada anggarannya. Karena sudah pasti setiap kerusakan akan ditanggung sekolah (anggaran pendidikan)," kata Iman.

Selain itu, P2G mempertanyakan mengapa fasilitas pendidikan ikut dikecualikan MK agar bisa digunakan, padahal masih banyak fasilitas pemerintah lainnya yang dapat digunakan.

"Memang tidak ada tempat lain? Kenapa Pemilu malah harus menggunakan lahan dan gedung sekolah atau fasilitas pendidikan? Kan masih banyak fasilitas pemerintah lainnya. Jangan pendidikan dikorbankan," ucap Iman.

Putusan MK ini, menurut Iman, akan membahayakan kepentingan siswa, guru, dan orang tua. Hal ini akan menjadi beban baru siswa, guru, dan orang tua dalam praktik pembelajaran di sekolah.

Kegiatan sekolah akan bertambah seperti sosialisasi Pemilu atau sosialisasi kandidat dan pastinya akan menjadi beban psikologi bagi anak termasuk guru. "Bayangkan ada Pemilu dan Pilkada yang akan dihadapi. Sekolah akan sibuk menjadi arena pertarungan politik praktis. Sekolah, guru, siswa, dan ortu akan membawa politik partisan ke ruang-ruang belajar," tuturnya.

Iman menilai siswa, guru, dan warga sekolah akan sangat rentan dimobilisasi sebagai tim kampanye atau tim sukses para kandidat. Kondisi demikian juga membuat rentan terjadinya perundungan di sekolah, saat sekolah jadi ruang kampanye Pemilu.

"Sebagai contoh, siswa yang pilihan politiknya berbeda dari pilihan mayoritas murid lain, rentan akan dirundung oleh teman-temannya, apalagi jika materi kampanye kandidat atau parpol sudah mengarah pada isu politik identitas," ungkap Iman.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pendidikan.

Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti mengatakan, fasilitas pendidikan adalah ruang netral untuk kepentingan publik.

“Padahal selama ini, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik, sehingga dilarang menggunakan fasilitas Pendidikan dan fasilitas pemerintah dijadikan tempat kampanye saat pemilu," kata Retno Listyarti.

Ia juga menyayangkan keputusan MK memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.

“Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye di saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik nantinya”, ujarnya.

Retno mengatakan, seharusnya kampanye di fasilitas pendidikan, seperti sekolah TK, SD dan SMP tidak diperbolehkan. Karena siswa di tingkat tersebut belum termasuk usia memilih atau belum memiliki hak pilih.

"Bahkan di SMA dan SMK pun hanya sebagian peserta didik yang sudah memiliki hak pilih karena sudah berumur 17 tahun, mereka adalah pemilih pemula, yang jumlahnya cukup besar dan menjadi target banyak caleg, cabup/cawalkot, cagub dan capres," jelasnya.

Lebih lanjut, kata Retno, tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik. Namun, tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu.

"Fasilitas pemerintah boleh digunakan untuk pencerdasan politik bangsa, tetapi tidak untuk kepentingan elektoral tertentu," ucapnya.

Adapun mengenai persyaratan "tanpa atribut" dalam berkampanye di kampus, menurut Retno, hal itu tidak menghilangkan relasi kuasa dan uang. "Sebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan," jelasnya.

Revisi Aturan

Terpisah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bakal merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu. Revisi ini menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan peserta pemilu berkampanye menggunakan fasilitas pemerintah dan pendidikan.

“Berkenaan putusan MK yang belum lama dibacakan mengenai pasal 208 P 1 huruf A, MK mempertegas memasukan ke dalam norma sebenarnya yang dijelaskan amar putusan itu sudah ada dalam penjelasan pasal 280 ayat 1 huruf H“ kata Anggota KPU RI Idham Holik.

“Dan tentunya kami KPU RI akan menyesuaikan aturan kampanye nomor 15 2023,” jelas Idham.

Sebagai informasi, MK membolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan asalkan tidak menggunakan atribut kampanye.

Demikian bunyi Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang diputuskan Selasa (15/8/2023) lalu.
Permohonan perkara Nomor 65/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Handrey Mantiri dan Ong Yenni. Para Pemohon mengujikan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu.

Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu menyatakan, “Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang: h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat Pendidikan”.

Sedangkan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu menyatakan, “Fasilitas pemerintah, tempat Ibadah, dan tempat Pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”.

Menurut para Pemohon, Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu telah membatasi para Pemohon untuk mengikuti kampanye seluruh peserta Pemilu, kecuali di tempat ibadah.

“Penjelasan pasal ini membolehkan untuk kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, kampanye di tempat ibadah dan Pendidikan. Prinsipnya diperbolehkan. Sementara normanya menyatakan dilarang,” kata Donny Tri Istiqomah selaku kuasa hukum para Pemohon.

Diperbolehkannya menggunakan fasilitas pemerintah untuk kampanye akan membuat pemerintah sulit untuk bersikap netral kepada semua peserta Pemilu. Sebab sebagaimana diketahui, presiden dan kepala daerah walaupun dipilih secara langsung oleh rakyat namun pencalonannya tetap diusung dan diusulkan oleh partai politik dan/atau gabungan partai politik.

Dengan dibukanya peluang bagi presiden dan/atau kepala daerah untuk menggunakan fasilitas pemerintah dikhawatirkan hanya akan memberikan fasilitas itu kepada peserta pemilu (partai politik) yang menjadi pengusung dan pendukungnya saja.

Para Pemohon meyakini penjelasan norma tersebut bersifat memperluas dan menambah norma serta mengakibatkan pendelegasian kepada aturan yang lebih rendah.

Untuk itu, dalam petitum, MK diminta Pemohon untuk menyatakan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf f UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat. (Tribun Network/fah/mar/wly)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved