Jaksa Banding Vonis Ringan Pelaku Kekerasan Anak, Vonis Hanya 10 Bulan Penjara

Kasus eksploitasi anak disertai kekerasan selama bertahun-tahun sebelumnya dilakukan Dora  kepada korban RMS (17) dan adiknya SPM (10).

Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Eti Wahyuni

TRIBUN-MEDAN.com, SEI RAMPAH - Kejaksaan Kota Tebingtinggi akan mengajukan banding terhadap vonis ringan terhadap Tiodora Silalahi terdakwa kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap anak yang divonis ringan oleh Pengadilan Negeri Tebingtinggi.

Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding karena tidak sepakat terhadap putusan 10 bulan kurungan penjara kepada terdakwa Tiodora yang terbukti melakukan penyiksaan dan memperkerjakan dua anak di bawah umur di toko miliknya.

Kasi Intel Kejaksaan Tebingtinggi Hisar Silaban mengatakan, putusan hakim jauh dari tuntutan JPU yakni meminta agar terdakwa divonis 6 tahun penjara. Karena itu, Kejaksaan kata Hisar akan mengajukan banding. "Iya kami pasti banding. Kami sedang menunggu proses untuk itu," katanya kepada Tribun, jumat (21/7/2023).

Baca juga: Bobby Mengajak Semua Pihak Serius Tangani Kasus Kekerasan Anak

Kasus eksploitasi anak disertai kekerasan selama bertahun-tahun sebelumnya dilakukan Dora  kepada korban RMS (17) dan adiknya SPM (10). Keduanya tinggal di rumah pelaku sejak 2018 lalu.

Kasus eksploitasi terhadap anak itu terbongkar saat korban RMS ditemukan oleh pegawai PT KAI terkurung di dalam kamar berjeruji besi dengan kondisi kelaparan di lantai dua rumah Dora.

Kasus dugaan perbudakan dan kekerasan yang dilakukan oleh Dora dilaporkan oleh ayah korban bersama LPAI Kota Tebingtinggi berdasarkan laporan polisi nomor: LP/B/797/X/2022/SPKT Kota Tebingtinggi pada tanggal 21 Oktober 2022.

Selain melakukan penyiksaan, Dora juga memperkerjakan dua anak itu di toko milik yang menjual minum keras hingga larut malam.

Dora kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Tebingtinggi dan dipersangkakan pasal pidana eksploitasi anak yang menempatkan, membiarkan melibatkan dan menyuruh anak dalam situasi salah dan melakukan kekerasan terhadap anak di bawah umur sebagaimana yang tertuang dalam pasal 88, pasal 77B dan pasal 80 ayat (1) dari UU RI no 17 tahun 2016 tentang penetapan perppu RI no 1 tahun 2016 tentang perubahan atas UU no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU.

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved