Viral Medsos

Nasib Mahasiswa Asal Papua di Luar Negeri Kini Terancam Dikeluarkan dari Asrama karena Uang Tak Ada

Mahasiswa asal Papua yang kuliah di Jerman dan negara lain terancam dikeluarkan dari asrama.

Editor: AbdiTumanggor
istimewa
MASYARAKAT PAPUA - Warga berkumpul dan angkat senjata tradisional untuk mengusir gerombolan KKB yang berupaya menyerang pos TNI Yonif 305/TKR di Kampung Sambili dan Kampung Kusage, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, Minggu (23/4/2023). 

TRIBUN-MEDAN.COM - Mahasiswa asal Papua yang kuliah di Jerman dan negara lain terancam dikeluarkan dari asrama. Di sisi lain, hingga tahun 2022, sebanyak 528 mahasiswa Papua penerima beasiswa di-drop out (pemutusan hubungan studi).

Hal itu karena berbulan-bulan belum membayar uang asrama yang seharusnya berasal dari beasiswa Otonomi Khusus (Otsus). Alhasil, puluhan orang tua para mahasiswa itu menggeruduk Kantor Gubernur, Kamis (15/6/2023).

Mereka mempertanyakan dana beasiswa Otsus yang seharusnya diterima putra-putri mereka yang sedang kuliah di luar negeri.

Satu di antara orang tua yang menanyakan itu ialah Fritz Yusuf Ayomi. Anak Fritz salah satu penerima beasiswa Otsus Papua dan sedang berkuliah di Jerman.

Menurutnya, sang anak akan dikeluarkan dari asrama kampus karena tidak membayar sejak Januari 2023.

"Terhitung pukul 09.00 pagi waktu Jerman, anak saya akan dikeluarkan dari asrama jika belum juga membayar tunggakan selama lima bulan," kata Fritz Yusuf Ayomi.

Ia menyebut jumlah biaya yang sudah menunggak sekitar Rp 40 juta karena rata-rata harus membayar Rp 8 juta per bulan.

Sang anak, ucapnya, berusaha tetap tinggal di Jerman lantaran kuliahnya memasuki semester akhir. Maka untuk sementara, anak Fritz Yusuf Ayomi membeli tenda untuk tidur di taman-taman di Kota Berlin.

"Itu juga harus sembunyi-sembunyi dari polisi karena kalau ketahuan pasti ditangkap dan terancam dideportasi," katanya.

Orangtua penerima beasiswa Otsus Papua unjuk rasa
ORANGTUA MAHASISWA UNJUK RASA - Puluhan Orang tua mahasiswa penerima beasiswa Otsus Papua berunjuk rasa di Kantor Gubernur Papua, Kamis (15/6/2023).(Kompas.com/Dhias Suwandi)

Data penerima dianggap kacau setelah program beasiswa Otsus diserahkan ke kabupaten dan kota 

Dalam unjuk rasa di Kantor Gubernur Papua itu, para orang tua menyebut data penerima beasiswa menjadi tidak relevan karena banyak nama yang tidak sesuai dan terdapat pemindahan domisili secara sepihak.

Ketua Forum Komunikasi Orangtua Mahasiswa Penerima Beasiswa Otsus Papua, John Reba, menyebut masalah muncul sejak Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Papua melimpahkan program beasiswa Otsus ke pemerintah kabupaten dan kota pada tahun 2022.

Pada data awal, ucapnya, ada 3.171 mahasiswa yang menjadi penerima.

"Kami sudah cek, data itu sangat kacau. Ada mahasiswa yang sudah selesai kuliah, tapi masih ada, sementara yang masih aktif justru tidak ada di daftar," ujarnya.

Menurut John Reba, sejak akhir 2022, anak-anak mereka tidak lagi menerima hak yang biasa dipakai untuk membayar biaya kuliah dan tempat tinggal. Ia bersama puluhan orang tua lain mengancam akan menginap di Kantor Gubernur Papua hingga batas waktu yang belum ditentukan.

"Kami akan menginap sampai ada kabar dari anak-anak kami bahwa dana beasiswa mereka sudah masuk," kata John Reba.

Tanggapan pemerintah

Plt Asisten II Sekda Papua, Suzana Wanggai, yang menerima para pengunjuk rasa itu menyatakan akan meneruskan aspirasi kepada Plh Gubernur Papua.

Karena menyangkut masa depan gerasi muda Papua, ucapnya, pemerintah segera mencari solusi.

Hingga Tahun 2022, Sebanyak 528 mahasiswa Papua penerima beasiswa di-drop out (pemutusan hubungan studi).

Dalam pemberitaan sebelumnya dikutip dari Tribunpapuabarat.com, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Papua melaporkan, sebanyak 528 mahasiswa penerima beasiswa dari beasiswa Otonomi Khusus (Otsus) telah dikeluarkan dari lembaga pendidikan atau drop out.

Jumlah tersebut terakumlasi sejak tahun 2009 hingga 2022 dengan rincian 257 orang mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri dan 271 orang di dalam negeri.

Kepala BPSDM Papua, Aryoko AF Rumaropen mengatakan, pemutusan hubungan studi yang dialami ratusan mahasiswa penerima beasiswa disebabkan berbagai faktor.

Antara lain nilai akademik yang tidak mencapai target, masa studi melewati batas waktu, dan melanggar peraturan perguruan tinggi. "Umumnya disebabkan karena dua faktor, yaitu masalah capaian nilai akademik atau masa studi dan masalah pelanggaran aturan," kata Aryoko AF Rumaropen di Jayapura, Papua, Rabu (21/12/2022) lalu.

Terkait persoalan hukum, misalnya di Kanada ada mahasiswa yang diduga ditembak oleh polisi karena melanggar hukum di luar negeri. Menurutnya, mahasiswa ataupun warga asing lainnya wajib mengikuti aturan hukum yang telah ditentukan oleh negara tersebut. "Kalau ada pelanggaran hukum, itu tidak ditolerir negara yang tertib hukum," jelas Aryoko.

Aryoko menjelaskan, mahasiswa penerima beasiswa juga harus menyelesaikan kuliahnya sebelum batas waktu yang ditentukan. Misalnya, penerima beasiswa yang menempuh studi di luar negeri itu harus bisa selesaikan kuliah dalam waktu enam tahun. "Sedangkan penerima beasiswa di dalam negeri harus menyelesaikan kuliah mereka dalam lima tahun," kata dia.

Ia melanjutkan, apabila mahasiswa dipulangkan karena masalah akademik sebelum batas waktu pemberian beasiswa berakhir, BPSDM Papua akan mencarikan kampus sesuai dengan jurusan mahasiswa tersebut untuk melanjutkan program beasiswa. "Akan tetapi, mahasiswa yang dipulangkan setelah batas waktu pemberian beasiswa berakhir tidak akan menerima beasiswa lagi,"tutur dia.

Selanjutnya, jika mahasiswa dipulangkan dari luar negeri karena masalah akademik dapat ditoleransi untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi dalam negeri.

"Dengan beasiswa dari Pemerintah Provinsi Papua hingga batas waktu yang ditentukan," pungkas Aryoko.

(*/Tribun-medan.com/Kompas.com/Tribun-Papua.com) 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved