Viral Medsos

Tak Terima Bagian Tubuh Sensitifnya Dipegang, Seorang Mahasiswi Laporkan Pacarnya ke Polisi

Seorang mahasiswi di Palembang, Sumatera Selatan, berinsial AIS (18) menjadi korban pelecehan dan percobaan rudapaksa oleh mantan pacarnya

|
Editor: AbdiTumanggor
TRIBUNSUMSEL.COM/RACHMAD
Seorang Mahasiswi di Palembang berinisial AIS (18) tak terima pacarnya melakukan tak senonoh terhadap tubunya. Kini sang mahasiswi mesaat membuat laporan ke Polrestabes Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (31/3/2023). (TRIBUNSUMSEL.COM/RACHMAD) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Seorang mahasiswi di Palembang, Sumatera Selatan, berinsial AIS (18) menjadi korban pelecehan dan percobaan rudapaksa oleh pacarnya berinisial RC (21).

Adapun kejadian tersebut dilaporkan di dalam sebuah kamar rumah bedengnya, pada Rabu (29/3/2023) malam. 

Atas peristiwa yang dialaminya itu, AIS didampingi dua teman satu kosnya mendatangi Polrestabes Palembang untuk membuat laporan pengaduan. 

Diceritakannya aksi tersebut dilakukan pada malam hari saat AIS dan temannya Intan sedang mengobrol di ruang tengah rumah. 

"Saya lagi di kosan malam itu. Tiba-tiba dia datang ke bedeng/kos langsung narik saya ke kamar, " ujar AIS saat membuat laporan di SPKT Polrestabes Palembang, Jumat (31/3/2023). 

Dengan pintu yang ditutup dan dikunci dari dalam, AIS memberikan perlawanan karena tangannya berusaha ditahan oleh pelaku. Di sela saat kejadian, pelaku sengaja menyentuh bagian dada dan belakang tubuh korban. 

"Jari tangannya memegang ini (dada) dan bagian belakang (bokong) saya, saya teriak dan berusaha melakukan perlawanan. Teman saya yang di ruang tengah tidak bisa masuk karena pintu dikunci dari dalam, " ujarnya. 

Beruntung, AIS yang terus melakukan perlawanan dapat keluar dari kamar dengan memukul pelaku menggunakan Handphone. 

"Saya bisa lepas dan keluar kamar karena melakukan perlawanan. Memukul barang yang paling dekat dengan saya, ada handphone jadi saya ambil buat melawan, " tambahnya. 

Laporan korban sudah diterima di Polrestabes Palembang.

Sang pacar, RC dilaporkan dengan pasal 289 KUHP UU nomor 1 tahun 1946 tentang perbuatan cabul. 

Pasal yang menjerat pacar yang tidak bertanggungjawab.
Pasal yang menjerat pacar yang tidak bertanggungjawab. (SHUTTERSTOCK)

Pasal Apa untuk Menjerat Pacar yang Menolak Bertanggung Jawab? Berikut Ulasannya

"Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), jika kedua orang tersebut adalah orang dewasa dan melakukan hubungan seksual dengan kesadaran penuh dan atas dasar suka sama suka, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap laki–laki tersebut.
Hal ini karena hubungan seksual yang dapat dipidana adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan anak yang belum berusia 18 tahun, perbuatan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang salah satunya terikat dalam suatu perkawinan yang disebut dengan perzinahan sepanjang adanya pengaduan dari pasangan resmi salah satu atau kedua belah pihak, dan hubungan seksual yang dilakukan dengan paksaan atau pemerkosaan.
Jika keduanya telah dewasa, memang tidak ada alasan bagi wanita untuk menuntut si pria. Namun, Jika perbuatan tersebut dilakukan di mana salah satu atau keduanya masih anak–anak, maka pelakunya dapat diancam pidana karena pencabulan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 76D Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU 35/2014) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Perpu 1/2016) sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (UU 17/2016).
Pasal 76D UU 35/2014 menyatakan:
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 81 ayat (1) dan (2) Perpu 1/2016 menyatakan:
  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
  2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
  3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  4. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
  5. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
  6. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
  7. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
  8. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
  9. Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
Sekadar diketahui, janji menikahi tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka hakim untuk dilangsungkannya perkawinan. Juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian, dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu.
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Wonosobo Nomor 120/Pid.Sus/2015/PN Wsb. Terdakwa dan korban yang masih di bawah umur (15 tahun) berpacaran. Terdakwa membujuk saksi korban dengan menyatakan bahwa terdakwa akan menikahi jika korban hamil. Namun faktanya Terdakwa malah susah ditemui dan terus menghindar ketika korban diketahui hamil.
Akhirnya, hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya” dengan mengacu pada Pasal 76D UU 35/2014. Hakim menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa yaitu pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Putusan:

1. Pasal 81 jo. Pasal 76D dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak kemudian ditetapkan dengan  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
2. Pasal 284 KUHP
3. Pasal 285 KUHP
4. Pasal 58 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(*/tribun-medan.com)
Artikel ini sebagian tayang di TribunSumsel.com dengan judul Mahasiswi di Palembang Laporkan Mantan Pacar ke Polisi, Berhasil Lepas Karena Melawan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved