Gadis Cilik Hafiza Dibunuh Pelaku yang Masih di Bawah Umur, Hukuman Bakalan Beda

melakukan pembunuhan secara sadis terhadap Hafiza, pelaku AC tetap akan mengikuti sidang anak

Editor: Dedy Kurniawan
Ho/ Tribun-Medan.com
Jenazah Bocah 8 Tahun Diduga Dibunuh 

TRIBUN-MEDAN.com - Terkuak diduga melakukan pembunuhan secara sadis terhadap Hafiza, pelaku AC tetap akan mengikuti sidang anak mengingat umurnya yang masih 17 tahun. 

Hal ini diungkapkan Dosen Hukum Pidana, Mediator dan Kriminolog Universitas Bangka Belitung, Rio Armanda Agustian sesuai dengan pasal 20 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). 

Baca juga: MANCHESTER United Punya Rekor Buruk Lawan Sevilla di Liga Europa, Tugas Ten Hag Putuskan Kutukan

Baca juga: Viral Murid Nikahi Gurunya Wanita Cantik, Cinta Tumbuh Sejak Pandangan Pertama

"Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 tahun, tetapi belum mencapai umur 21 tahun anak tetap diajukan ke sidang anak," ujar Rio Armanda, Jum'at (17/3/2023). 

Dengan menjalani persidangan anak, Rio mengatakan untuk hukumannya pun akan terdapat perbedaan dengan hukuman orang dewasa. 

Jenazah Bocah 8 Tahun Diduga Dibunuh
Jenazah Hafiza Bocah 8 Tahun Diduga Dibunuh (Ho/ Tribun-Medan.com)


 
"Apabila benar terbukti bahwa anak (di bawah umur) melakukan tindak pidana pembunuhan, maka proses persidangan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA sedangkan hukumannya adalah satu perdua dari hukuman orang dewasa, dan paling lama 10 tahun," tuturnya. 

Meski pembunuhan yang dilakukan oleh anak tidak dibenarkan secara hukum, Rio mengatakan pelaku tetap berhak mendapatkan hak-haknya dalam perlindungan hukum bagi anak. 

Baca juga: KRONOLOGI Polisi Tewas Kecelakaan Bareng 3 Wanita Cantik, Ternyata Mabuk Berat Habis Dugem!

Baca juga: Hukum Wanita Minum Obat Penunda Haid Selama Ramadhan, Simak Penjelasan Buya Yahya

Baca juga: Hukum Wanita Minum Obat Penunda Haid Selama Ramadhan, Simak Penjelasan Buya Yahya

"Sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan ada di Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, seperti diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya. Dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif, dan lain-lain sebagainya diatur dalam perundangan yang berlaku," jelasnya.

Lebih lanjut diungkapkan Rio dalam ilmu kriminologi menyoroti pengaruh media sosial sebagai proses pembelajaran akan mengajarkan hal-hal yang positif, atau bahkan memberikan pengaruh negatif tergantung dari sisi pelaku melihatnya. 

Baca juga: MOTIF Pembunuhah Koper Merah Berisi Mayat Termutilasi, Korban Hendak Disodomi Pelaku

"Hal ini terjadi dalam kasus ini yakni anak pelaku tidak disangka, untuk melancarkan niatnya, pelaku belajar dari media sosial dan browsing di internet tentang bagaimana cara menculik dan meminta uang tebusan," katanya. 


Dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak, Dosen UBB ini mengatakan tidak serta merta keinginan membunuh muncul tiba-tiba.

"Faktor ekonomi bisa saja menjadi salah satu pemicu seseorang, dapat melakukan pembunuhan dan mengabaikan naluri perasaannya untuk ego semata. Tidak sedikit yang kita saksikan pembunuhan yang dilakukan anak, dilatar belakangi oleh faktor tersebut," bebernya. 

"Begitupun dari sisi pelaku ini, setelah menculik dan membunuh korban, pelaku mengirimkan pesan kepada orang tua korban lengkap dengan foto korban dalam keadaan tangan dan kaki terikat," tambahnya. 

Dengan segala perbuatan yang diduga dilakukan AC, Rio mengatakan perlu melihat sisi keilmuan psikologi untuk mempelajari atau melihat kondisi psikologis dari AC apakah dalam kondisi sehat secara kejiwaan. 

 
Sementara itu tak hanya peran aktif orang tua, pihaknya juga menyoroti peran negara yang juga memiliki tanggung jawab yang tidak kalah penting. 

Negara memiliki instrumen lembaga-lembaga untuk menyediakan penyuluhan bagi anak-anak disegala lini pendidikan, baik tingkat dasar sampai tingkat atas mengenai bahaya konkret dari suatu perbuatan tindak pidana. 

"Diharapkan lembaga yang melaksanakan kegiatan tersebut kepada anak, agar ilmu yang didapatkan mudah dipahami. Sehingga peran negara berhasil meminimalkan penanggulangan kejahatan, melalui jalur penal yang bersifat repressif (pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi," ungkapnya.

(*/Tribun-Medan.com)

Artikel ini telah tayang di Bangkapos.com

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved