Vonis Ferdy Sambo

Putri Candrawathi Tenang Divonis 20 Tahun Penjara, Ferdy Sambo Divonis Mati

Majelis hakim menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara untuk terdakwa Putri Candrawati, di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Editor: AbdiTumanggor
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Putri Candrawathi. 

TRIBUN-MEDAN.COM - Majelis hakim menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara untuk terdakwa Putri Candrawati, di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

"Menyatakan terdakwa Putri Candrawati secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana," kata Hakim Wahyu saat membaca putusan.

Selanjutnya disebut bahwa istri Ferdy Sambo itu dihukum penjara 20 tahun. "Menjatuhkan pidana terhadap Putri Candrawati dengan penjara selama 20 tahun," kata Wahyu.

Atas putusan hakim ini, terdakwa diberi kesempatan untuk lakukan banding, pikir-pikir, atau menerima putusan tersebut. Pada putusan, juga disebutkan tidak ada hal yang meringankan terdakwa.

Disebutkan hakim, apapun peristiwa yang terjadi di Magelang, tidak sepadan untuk terdakwa membangun cerita yang telah memicu korban Yosua harus dirampas nyawanya. Hukuman untuk Putri Candrawati ini lebih tinggi dari tuntutan penuntut umum, yang hanya menuntutnya 8 tahun penjara.

Sementara reaksi Putri Candrawati atas hukuman yang tergolong tinggi itu terlihat datar. Tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Dia langsung dibawa untuk kembali ke rumah tahanan.

Pembunuhan Berawal dari Cerita Putri

Pada sidang ini, majelis hakim meyakini pembunuhan berencana pada Brigadir Yosua Hutabarat berawal dari cerita yang keluar dari mulut Putri Candrawati pada suaminya, Ferdy Sambo.

Saat itu Putri mengaku korban pemerkosaan. Namun pada sidang, hakim meyakini kasus kekerasan seksual itu tidak ada.

Motif pembunuhan menurut hakim bukan pemerkosaan, tapi karena Putri Candrawati merasa sakit hati terhadap Brigadir Yosua.

Apa yang membuat Putri Candrawati merasa sakit hati hingga harus mengarang cerita pemerkosaan?

Hakim tidak menjelaskan hal tersebut di persidangan. Adapun suaminya, Ferdy Sambo, yang juga telah menjalani vonis, dinyatakan bersalah dan dihukum pidana mati.

Yosua Bukan Pelaku Pemerkosaan

Majelis Hakim menyatakan tidak meyakini Brigadir Yosua Hutabarat melakukan pemerkosaan terhadap Putri Candrawati. Hal itu diungkapkan dalam pembacaan amar putusan untuk terdakwa Ferdy Sambo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Hakim menyebut motif pembunuhan Brigadir Yosua adalah perbuatan atau sikapnya yang menimbulkan sakit hati pada Putri Candrawati. "Perbuatan atau sikap korban Yosua membuat perasaan sakit hati yang begitu mendalam bagi Putri candrawati," kata Hakim Wahyu saat membacakan putusan.

Disebutkan juga, bahwa motif kekerasan seksual tidak bisa dibuktikan menurut hukum. "Majelis tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa Brigadir Yosua melakukan pemerkosaan terhadap putri candrawati," ungkap Hakim.

Dalam putusannya, majelis hakim juga mengesampingkan dokumen laporan Apsifor terkait hasil pemeriksaan psikologis terdakwa. Sebab, Putri Candrawati dinilai tak sesuai dengan profil sebagai seorang korban pelecehan seksual maupun kekerasan seksual.

"Laporan Apsifor layak untuk dikesampingkan," ungkapnya.

Apalagi melihat bahwa Putri Candrawati yang merupakan sarjana lulusan kedokteran gigi, memiliki pemahaman yang bagus tentang kesehatan.

Namun saat mengaku dibanting dan diperkosa Yosua, Putri tidak melakukan pemeriksaan kesehatan. (*)

Vonis Mati Ferdy Sambo

Sebelumnya, Hakim menjatuhkan vonis hukuman mati untuk Ferdy Sambo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Hakim yang memimpin sidang, yang memutuskan pidana mati untuk Ferdy Sambo ini adalah Wahyu Iman Santoso, Morgan Simanjuntak, dan Alimin Ribut.

Pada perkara ini, tidak ada yang dianggap hakim sebagai faktor meringankan untuk Ferdy Sambo. Sementara hal memberatkan, selain telah mengambil nyawa manusia, suami Putri Candrawati itu juga disebut telah melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan seorang Kadiv Propam.

Selain itu, dia juga dinilai telah mencoreng wajah institusi kepolisian hingga ke dunia internasional. Di ruang sidang, juga hadir Rosti Simanjuntak, ibunda Yosua yang jadi korban pembunuhan di Duren Tiga.

Dia terlihat menangis beberapa menit ketika hakim mengucapkan putusan pidana mati itu. Rosti sesenggukan di ruang sidang, yang duduk di barisan depan, didampingi kuasa hukumnya.

Ibu Brigadir Yosua Hutabarat, mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim atas putusan tersebut. Usai sidang, dia mengatakan kasus ini harus menjadi pelajaran berharga, terutama bagi kepolisian.

Dia tidak ingin ada lagi polisi yang memanfaatkan jabatannya untuk membunuh manusia.

"Jangan ada lagi polisi yang menjadi pelaku kejahatan, jangan manfaatkan jabatan untuk melakukan kejahatan," ungkap Rosti di PN Jaksel.

(*/tribun-medan.com)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved