Piala Dunia di Kedai Tok Awang
Modric Pergi Bawa Bola Emas (Lagi)?
Maroko dan Kroasia akan bertarung kembali untuk memperebutkan medali perunggu. Di babak penyisihan grup skornya imbang, bagaimana kali ini?
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Di luar segenap hiruk-pikuknya, Piala Dunia 2022 sedikit banyak bisa dicatat sebagai piala dunia yang menyedihkan lantaran banyak mencuatkan kata perpisahan. Memang sejauh ini, belum ada yang secara eksplisit dilontarkan. Belum ada yang benar-benar berterus terang.
Namun satu keniscayaan tak dapat dielak. Bagaimana pun hebatnya sepak bola tak bisa melawan usia. Kepler Laveran de Lima Ferreira alias Pepe, palang pintu Portugal nan garang, Februari mendatang sudah 40 tahun. Empat tahun lagi, tatkala piala dunia digelar keroyokan oleh Amerika Serikat, Meksiko dan Kanada, usianya hampir 44, dan bagi seorang pemain yang bukan kiper, rasa-rasanya akan sangat sulit untuk bisa tetap masuk skuat.
Pun Thiago Emiliano da Silva, Dani Alves, Diego Godin, atau pemain-pemain yang tidak datang ke Qatar seperti Giorgio Chiellini, Sergio Ramos, atau Zlatan Ibrahimovic.
Di luar mereka, apakah ada nama-nama lain? Di sinilah letak kesedihan itu. Sekali lagi, menilik pada usia, pada posisi bermain, dan –terutama sekali– pada kondisi fisik mereka saat ini, maka rasa-rasanya Qatar 2022 memang akan menjadi piala dunia terakhir bagi Luis Suarez, Edinson Cavani, Angel Di Maria, Gareth Bale, Sergio Busquets, Jordi Alba, Thomas Muller, Robert Lewandowski, Oliver Giroud, dan Karim Benzema.
Kiper-kiper relatif bisa bertahan sampai usia “laruik sanjo”. Dari data olympic.com, empat dari lima pemain paling tua yang pernah beraksi di piala dunia adalah kiper: Essam El-Hadary (Mesir, 45 tahun 161 hari di Rusia 2018), Faryd Mondragon (Kolombia, 43 tahun 3 hari di Brasil 2014), Pat Jennings (Irlandia Utara 41 tahun di Meksiko 1986), dan Peter Shilton (Inggris, 40 tahun 292 hari di Italia 1990).
Bertitik tolak dari daftar ini, maka kiper-kiper seperti Rui Patrício, Guillermo Ochoa, Kasper Schmeichel, Manuel Neuer, dan Hugo Lloris, yang masih berusia antara 34 sampai 37, masih memungkinkan untuk bermain di 2026.
Namun barangkali tidak untuk Eiji Kawashima, Alfredo Talavera, Gianluigi Buffon. Terutama yang terakhir. Sekiranya pun Italia lolos, dan andaikata pun pada saat itu Buffon ternyata masih bermain [Kazuyushi Miura, pemain Jepang, saat ini berusia 55 dan belum gantung sepatu] maka siapapun pelatih mereka nanti rasa-rasanya tidak akan terlalu gila untuk memasukkan kiper berusia setengah abad ke dalam skuat.
Kemudian ada pemain yang sebenarnya belum terlalu tua tapi bolak-balik cedera seperti Eden Hazard dan Lucas Hernandez, serta dua pemain yang memunculkan perdebatan yang itu-itu saja dalam 15 tahun terakhir, Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.
"Satu generasi betul-betul sudah tutup buku. Berganti generasi yang baru. Generasinya Mbappe dan Haaland," kata Zainuddin sembari membolak-balik brosur produk sepeda motor terbaru, dengan tawaran diskon akhir tahun yang menggoda, yang sebelumnya ditinggalkan begitu saja di meja kedai oleh sejumlah orang yang sepertinya merupakan sales marketing.
"Seperti kereta-kereta ini, (di Medan, sepeda motor disebut sebagai kereta, red), lah. contohnya. Tahun tinggi, masih laju-laju. Tak mungkin terkejar sama kereta-kereta tua," ujarnya lagi.
Leman Dogol yang duduk tak jauh darinya [menyantap Mi Bangladesh sampai berkeringat!] sekonyong-konyong menyergah.
“Jangan silap, Pak Guru. Kadang-kadang kereta tua juga bisa lebih jujut dari kereta baru," ucapnya.
Dengan analogi sepeda motor, Leman Dogol menyebut satu nama, Luka Modric. Usianya saat ini 37 dan pertandingan perebutan tempat ketiga melawan Maroko, di Khalifa International Stadium, Al Rayyan, Qatar, Sabtu, 17 Desember 2022, mungkin saja akan jadi pertandingan terakhirnya di piala dunia. Namun sebagai "kereta tua", sepeda motor produksi 1985, dalam hal kecepatan dan ketahanan Modric jelas masih bisa bersaing.
Kroasia telah memainkan enam pertandingan di Qatar, dan Zlatko Dalic, sang pelatih kepala, tidak pernah tidak menurunkannya. Ia bahkan sama sekali tak ditarik keluar di tiga laga yakni saat kontra Maroko dan Belgia di penyisihan grup serta menghadapi Brasil di perempat final yang memanjang hingga adu penalti.
Bukan cuma soal cepat dan punya stamina prima, visi bermain Modric juga masih sangat terjaga. Caranya mengatur irama dan tempo, juga umpan-umpannya, demikian ciamik. Tentu saja juga umpan-umpannya.
"Paling keren itu menurutku pas lawan Brasil," ujar Mak Idam pula. "Enggak nampak sikit pun kalok dia pemain tua. Naik turun, jemput bola, di mana-mana dia ada. Dan nggak ada satu pun pemain Brasil yang bisa curik bola dari kakinya. Sempat terpikirku pas nonton itu, cocoknya Modric ini main di Brasil, duet sama Casemiro. Wah, kalok ini, selesai semua. Pasti Brasil juara dunia."
Jontra Polta, dari sudut kedai, berteriak menimpali. "Itulah yang namanya takdir, Mak. Tak bisa pulak orang lahir pilih-pilih negara. Sampek sekarang belum lahir lagi pemain kayak Modric di Brasil, yang ada cumak kayak Fred."
Singgungan Jontra Polta soal Fred membuat seisi kedai tertawa. Ojo dibanding-bandingke, seru Leman Dogol. Jauh ke mana-mana, bilang Mak Idam pula.
"Sekali ini setuju saya sama Si jon," sahut Zainuddin di sela tawanya. "Yang satunya pemain terbaik. Satunya lagi flop, gak ada bagus-bagusnya, tapi herannya entah kenapa Tite seperti sayang sekali sama dia. Dimainkan terus."
"Iya, Pak Guru, betul itu," sambut Jontra Polta. "Macam tak sah sama Tite kalok nggak mainkan Fred. Lawan Kroasia, sudah babak kedua perpanjangan waktu pun tetap dimainkan dia. Padahal ada banyak gelandang lain bisa gantikan Paqueta. Ada Fabinho, ada Guimaraes, tapi tetap Si Fred yang dipilih."
Percakapan perihal Fred tak berlanjut setelah Tok Awang melempar pertanyaan tentang Golden Ball, penghargaan untuk pemain terbaik piala dunia. Tahun lalu, Modric mendapatkannya.
"Modric pasti masih masuk nominasi, lah. Juga Mbappe dan Messi. Mungkin ada pemain lain, kayak Ambarat yang dari Maroko, atau Griezmann juga, tapi kurasa ini tiga besarnya. Menurut kelen siapa paling pantas?” tanyanya seraya meletakkan kopi pancung pesanan Leman Dogol.
Kylian Mbappe dan Lionel Messi akan berlaga di final. Selain Golden Ball, keduanya juga bersaing untuk Golden Boot, alias sepatu emas, penghargaan untuk pelesak gol terbanyak. Mbappe dan Messi, hingga laga semi final, sama-sama mencetak lima gol.
Di belakang mereka, dengan empat gol, berdiri dua pemain yang juga berasal dari Perancis dan Argentina yakni Olivier Giroud dan Julian Alvarez. Jadi kemungkinan sepatu emas tidak akan jauh-jauh dari keempat pemain ini.
Seperti Mbappe den Messi, Modric juga masih bermain sekali lagi, “partai tambahan” memperebutkan medali perunggu. Kroasia akan kembali bertemu dengan Maroko. Sebelumnya, di fase penyisihan keduanya sempat bentrok dan berakhir 0-0.
Apabila hitung-hitungannya sekadar bermain di laga puncak, maka peluang Mbappe dan Messi meraih gelar pemain terbaik terang akan lebih besar ketimbang Modric.
"Namun perhitungannya tidak “sesederhana” ini. Saya kira ada faktor-faktor lain, mungkin yang paling utama, ya, peran dalam tim. Seberapa besar pengaruhnya, dan dibandingkan Mbappe atau Messi, peran Modric jauh lebih besar. Kroasia tanpa Modric, barangkali lolos dari penyisihan grup pun berat," kata Zainuddin.
Kroasia tergabung di Grup F dan lawan-lawan mereka tak bisa dibilang ringan. Setidaknya, antara Kroasia, Belgia, dan Maroko, punya kekuatan yang tidak terlalu jauh berbeda. Hanya Kanada yang sedikit di bawah, dan terbukti, Kroasia memang hanya mampu menang dari tim wakil zona Concacaf ini. Maroko imbang, Belgia juga imbang.
Di fase-fase selanjutnya, langkah Kroasia makin berat. Menghadapi Jepang dan Brasil, mereka harus bermain 120 menit sebelum menang lewat adu penalti. Dengan kata lain, sebenarnya, dari lima pertandingan sampai mereka kalah di semi final, Kroasia cuma satu kali menang dalam 90 menit.
Lantas bagaimana peluang di “laga ulang” melawan Maroko? Sepertinya tidak akan jauh berbeda dari situasi di pertandingan 23 November lalu. Maroko akan sedikit lebih berani menyerang –dibanding kala menghadapi Spanyol, Portugal, dan Prancis– dan Kroasia bermain sabar sembari menunggu kesempatan.
“Kalok aku bilang jauh dari meyakinkan. Masih jauh lebih menarik Maroko. Walau mereka lebih banyak parkir bus, setidaknya, masih ada ledakan-ledakannya,” ucap Leman Dogol yang langsung disambung Tok Awang.
“Tapi, betul kayak dibilang Pak Guru tadi. Di lapangan, Modric itu kelihatan betul dia perannya. Tiap Kroasia mau nyerang, awal bolanya selalu dari dia. Lawan bukannya enggak tahu. Dua tiga orang selalu kepung dia, tapi bolanya nggak pernah bisa dapat. Lebih luar biasa lagi, waktu Kroasia diserang pun dia ikut bertahan. Turun naik, lah, istilahnya. Ini orang umurnya sudah 37. Kok masih bisa kayak gitu.”
Ocik Nensi, sembari memasak ifu mi kuah, menyeletuk nyaring. “Masih bisa, lah. Masih muda itu kalok baru 37. Ayang Beib sudah mau 73, kan, masih bisa turun naik jugak.”(t agus khaidir)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/lukalukamodric.jpg)