Piala Dunia di Kedai Tok Awang
Tuan Rumah Paling Lemah
Total 15 negara sudah memanggungkan Piala Dunia. Dari negara-negara ini, Qatar, boleh dibilang jadi tuan rumah yang paling tak berpeluang jadi juara.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Kejuaraan sepak bola akbar Piala Dunia digelar pertama kali pada tahun 1930 dan sejak itu telah berlangsung sebanyak 22 edisi.
Lima negara masing-masing menjadi tuan rumah dua kali yakni Italia (1934, 1990), Perancis (1938, 1998), Brasil (1950, 2014), Meksiko (1970, 1986), dan Jerman (1974; atas nama Jerman Barat, dan 2006).
Total ada 15 negara yang memanggungkan Piala Dunia, dari Uruguay di tahun 1930 sampai Qatar di 2022 –dengan Korea dan Jepang menjadi tuan rumah bersama pada 2022.
Dari negara-negara tuan rumah ini, Qatar, tuan rumah edisi mutakhir, boleh dibilang sebagai yang paling "kurang berbakat". Paling lemah, dan oleh sebab itu, tercatat sebagai tuan rumah pertama sepanjang sejarah piala dunia yang ditempatkan para juru prediksi di kelompok bawah dalam parameter calon juara.
"Awak nggak tahu, lah, pulak macam mana prediksi di tahun-tahun capek itu, ya. Macam mana Swiss di tahun 54 dan Chile tahun 62. Nggak ada gambaran seperti Swedia tahun 58 yang pastinya unggulan, calon juara, masuk final orang tu sebelum kena libas Brasil. Tapi kalok Piala Dunia 1990 ke atas, rata-rata tuan rumah masuk kelompok atas, jadi favorit. Kecuali Jepang, Korsel, Afsel, dan Rusia, masuk kelompok tengah orang tu, alias jadi kuda hitam,” kata Jontra Polta.
Seperti biasa, tiap pertandingan-pertandingan di kejuaraan besar akan digelar, Jontra Polta memang jadi tempat bertanya bagi mereka yang ingin terlibat lebih jauh dalam perkara hitung-hitungan prediksi. Tak terkecuali di Kedai Tok Awang. Belum ada yang bisa mengimbanginya untuk urusan ini. Referensi Jontra Polta membentang luas, lintas benua, dari Asia sampai Afrika, ke Eropa, dan Amerika Utara.
"Qatar sampai hari ini masih berada di kelompok bawah. Ya, boleh dibilang, hampir-hampir tidak punya peluang untuk jadi juara, lah," katanya lagi. Qatar, sebut Jontra Polta, ditempatkan bersama Australia, Kosta Rika, Iran, dan Saudi Arabia. "Peluangnya 500 banding satu."
"Makjang, ngeri," sahut Sangkot menimpali. "Tapi, iya, lah, pulak. Siapa yang mau pegang Qatar? Ditengok dari sisi mana pun memang enggak ada peluang menangnya."
Tidak seperti pada laga-laga lainnya, entah itu antar klub-klub di kompetisi Eropa atau Liga Indonesia, bahkan tarkam kelas 17 Agustusan, kali ini tidak ada perdebatan. Mak Idam, Leman Dogol dan Pak Udo, sepakat tanpa syarat dengan paparan Jontra Polda dan kesimpulan Sangkot.
Tidak ada satu nama pun yang kedengaran familiar di skuat Qatar. Semua pemain, 26 orang, bermain untuk klub lokal. Didominasi oleh Al-Sadd FC yang mengirimkan 13 pemain, atau separuh dari kekuatan skuat. Klub lain, Al Duhail, menyumbang 6 pemain.
Al-Sadd memegang rekor juara di Qatar. Mereka menjuarai Qatar Stars League, kompetisi kasta tertinggi Qatar 16 kali, Emir of Qatar Cup 18 kali, dan Qatar Cup 8 kali. Di kompetisi regional Asia, klub berjuluk Al Zaeem atau The Boss, menjadi kampiun AFC Champions League alias Liga Champions Asia dua kali pada musim kompetisi 1988-1989 dan 2011.
Fenomenal dari sisi angka. Namun berubah jadi "medioker" apabila dihadapkan pada kontestan lain.
"Jangan kata dengan Belanda yang satu grup. Dengan Senegal dan Ekuador saja mereka masih kalah jauh. Kalok ibarat main balap liar, jaraknya bertiang-tiang," sebut Sangkot lagi.
"Jangan kata pemain, pelatihnya pun tak pernah awak dengar namanya," ucap Mak Idam menyambung. "Kabarnya pernah melatih tim muda Barcelona. Cumak nggak tahu juga awak Barcelona cabang mana."
Jontra Polta tertawa. "Ente kadang-kadang ente, Dam. Dia memang pernah melatih di Barcelona. Di La Masia, malah. Ente tahu Sergi Roberto? Gerard Deulofeu? Nah, itu pernah dilatih sama dia. Cumak yang kita gak tahu memang, sebelum di La Masia jadi pelatih, dia main di mana. Nggak jelas. Beda dibanding Mourinho, misalnya. Begitu-begitu, walau klubnya gak jelas semua, setidaknya ada riwayat dia main di mana."
Pelatih Qatar, Felix Sanchez Bas, lahir di Barcelona. Usianya saat ini 46. Dalam banyak literatur, riwayat hidupnya "melompat" langsung ke periode sebagai pelatih.
"Setelah dari La Masia, dia terbang ke Qatar. Ada orang kaya yang duitnya tak berseri yang mempercayakan dia membangun akademi sepak bola. Berhasil akademinya ini. Setelah itu, dia mulai jadi pelatih Tim Nasional Qatar. Mulai dari usia 19, terus 23, terus sekarang tim senior. Dia dipuji-puji di Qatar setelah berhasil menang dari Jepang tahun 2019, lupa aku apa nama turnamennya," papar Jontra Polta.
Pak Udo yang sebelumnya cuma diam mendengarkan menyeletuk. "Ah, kurasa tetap nggak cukup, lah, itu kalok untuk kelas Piala Dunia."
Mak Idam langsung menimpali. "Iya, paling-paling cumak lawan Senegal orang tu bisa mengimbangi. Ini pun agak-agak jugak, karena enggak ada Sadio Mane aja. Lawan Ekuador cengap-cengap, lah. Lawan Belanda apalagi. Enggak sampai hujan gol udah bagus kali," ujarnya.
Ekuador yang jadi lawan pertama Qatar, sekaligus jadi partai pembuka Piala Dunia 2022, memiliki skuat multinasional. Pemain-pemainnya merumput di liga-liga top Eropa.
Pun Senegal. Minus Mane, penggawa Bayern Munchen, yang masih dibekap cedera, skuat Senegal masih tetap jauh lebih mengkilap dibanding Qatar.
Leman Dogol punya pendapat lain yang agak sedikit berbeda. Dia sebenarnya tetap berada pada suara mayoritas. Tetap sepakat Qatar paling inferior dibanding tiga kontestan Grup A yang lain.
Namun ia menyebut ada celah bagi tuan rumah, setidaknya untuk membuat mereka agak sedikit bisa berdiri tegak di hadapan suporternya.
"Bagaimana pun Qatar ini tuan rumah. Mereka pasti punya semangat yang lebih besar. Kadang-kadang, yang namanya semangat ini, bisa membuat kekuatan bertambah. Siapa tahu, kan," ujarnya.
Kalimat Leman segera disergah Jontra Polta.
"Ha, jadi cemana ini, ada yang soor?” tanyanya seraya membuka buku berukuran kecil yang sejak tadi ia kantongi. "Kalau soor kita mainkan."
Tidak ada yang menjawab. Justru yang terdengar adalah suara Ocik Nensi. Sedari tadi, sembari merajang bawang di balik steling, Ocik Nensi menonton video konser Dua Lipa lewat telepon selularnya.
"Makjang, mantap kali memang Dua Lipa ini. Sedap kali kutengok. Eh, Sela, menurut kau, mana lebih seksi, Dua Lipa atau Shakira?"
Tante Sela yang sedang membuatkan jamu asam urat untuk Wak Razoki yang baru datang, menyahut, “tak soor awak dua-duanya, Kak. Awak lebih soor Wika Salim."(t agus khaidir)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/katar2.jpg)