Tragedi Kerusuhan Kanjuruhan

CERITA KORBAN Tragedi Kanjuruhan, Lari Gendong Anak Saudaranya Tewas, Ditembaki Gas Air Mata

Cerita korban Tragedi Kanjuruhan, Arema Vs Persebaya disemprot gas air mata setelah rusuh pasca

Editor: Dedy Kurniawan
Ho/ Tribun-Medan.com
Cerita Korban Tragedi Kanjuruhan Arema Malang 

TRIBUN-MEDAN.com - Cerita korban Tragedi Kanjuruhan, Arema Vs Persebaya disemprot gas air mata setelah rusuh pasca pertandingan terungkap. 

Seorang suporter bernama Doni (43) mengaku panik dan lari sambil menggendong anaknya setelah laga Arema Vs Persebaya ricuh. 

Doni dan suporter lain tak sanggup menahan perihnya gas air mata dan secepatnya berusaha keluar dari Stadion Kanjuruhan, Malang. 

Naas, meski Doni selamat, dua orang saudaranya tewas dan masuk dalam daftar 130 korban jiwa yang melayang. 

Kolase Foto Gas Air Mata dari Polisi saat Rusuh di Stadion Kanjuruhan
Kolase Foto Gas Air Mata dari Polisi saat Rusuh di Stadion Kanjuruhan (Ho/ Tribun-Medan.com)


 
Saudara Doni itu merupakan pasangan suami istri yakni Muhammad Yulianton (40) dan Devi Ratnasari (30). 

Yulianton dan Devi adalah warga asal Jalan Bareng Raya 2G, Kota Malang yang juga mengajak anaknya Muhammad Alfiansyah (11) menonton bola. 

Doni mengatakan, ada 20 warga RT 14/RW 8 Kelurahan Bareng yang menonton pertandingan tersebut di Stadion.

"Kami menonton di tribune 14," ujar Doni kepada SURYAMALANG.COM, Minggu (2/10/2022).

Baca juga: UPDATE 182 Tewas dalam Tragedi Kanjuruhan, Mungkin Tak Banyak Mati Kalau Pakai Water Canon


Setelah pertandingan berakhir, kondisi ricuh di dalam stadion.

Baca juga: Balita Disiksa Paman dan Bibinya Hingga Kritis, LPAI Pastikan Dampingi Korban


 
Awalnya, kericuhan terjadi di tengah lapangan tapi tak lama kemudian kericuhan mengarah ke bagian tribune penonton.

Menurut Doni, petugas keamanan menembakkan gas air mata ke arah tribune 12 tapi karena tertiup angin, gas itu menjalar ke tribune 14. 

"Asap itu membuat perih mata, dan para penonton di tribune 14 langsung berhamburan turun untuk segera keluar stadion," jelas Doni.

Doni langsung menggendong anaknya dan segera mengikuti suporter lain untuk keluar stadion.

Ketika berusaha menyelamatkan diri, Doni tiba-tiba mendapat laporan dari Alfiansyah, anak saudaranya. 

Baca juga: 182 Tewas, Najwa Shihab Lontar Kritik dan Kawal Tragedi Kerusuhan di Kanjuruhan: Wajib Diusut Tuntas

Alfiansyah melaporkan jika kedua orang tuanya, Yulianton dan Devi masih di dalam stadion. 

"Saya berhenti sebentar di pintu keluar stadion. Tiba-tiba Alfiansyah menghampiri saya. Anak itu mengatakan orang tuanya masih di dalam stadion," bebernya.

Tak lama kemudian Doni melihat Yulianton dan Devi sedang dipinggirkan keluar stadion dan dibawa ke RS Teja Husada.

Doni menduga dua orang itu meninggal akibat terinjak-injak suporter lain yang hendak keluar dari stadion.

Sedangkan anak Yulianton dan Devi yaitu Alfiansyah selamat setelah minta pertolongan ke polisi.

"Kemungkinan saudara saya jatuh dari tangga tribune, lalu terinjak-injak suporter lain. Wajah jenazah sudah pucat membiru," ungkapnya.

Doni menerangkan, Devi baru pertama kali menyaksikan pertandingan di Stadion Kanjuruhan sedangkan Yulianton sudah sering menonton sebelumnya.

"Dua jenazah sampai di rumah duka sekitar Subuh. Jenazah dimakamkan di TPU Mergan sekitar pukul 09.00 WIB," tandasnya.

Gas Air Mata Jadi Sorotan Khusus
Sementara menurut Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ahmad Sahroni penggunaan gas air mata oleh aparat merupakan pelanggaran berat. 

“Saya pikir semua pihak menyesalkan penggunaan gas air mata yang sudah jelas dilarang oleh FIFA dan tidak masuk dalam SOP pengamanan pertadingan sepakbola," kata Sahroni kepada wartawan, Minggu (2/10/2022), dikutip Tribunnews.com.

Menurut Sahroni peristiwa tersebut bukan lagi merupakan tragedi olahraga, namun sudah merupakan tragedi kemanusiaan berat.

Sehingga, harus mendapat perhatian penuh dari seluruh bangsa, terutama petinggi negara seperti presiden dan kapolri.

Sahroni sebagai pimpinan Komisi III secara khusus meminta Kapolri untuk memberikan atensi luar biasa terhadap kasus ini.

Usut tuntas dan tindak pihak yang bertanggung jawab.

"Kesalahan pasti ada di lebih dari satu pihak, bisa suporter, panpel dan klub, atau aparat.”

“Semua harus diusut. Namun yang jelas dan telak sudah dilanggar adalah penggunaan gas air mata oleh aparat," lanjutnya.

Tembakan Gas Air Mata di Lapangan Stadion Kanjuruhan Malang, situasi panas seusai duel Arema FC vs Persebaya saat memanas, sabtu (1/10/2022) malam.
Tembakan Gas Air Mata di Lapangan Stadion Kanjuruhan Malang, situasi panas seusai duel Arema FC vs Persebaya saat memanas, sabtu (1/10/2022) malam. (istimewa)


Sahroni juga berpendapat, larangan federasi sepak bola internasional (FIFA) berkaitan penggunaan gas air mata tentu ada pertimbangannya.

“Yaitu gas air mata bisa memicu kericuhan dan kepanikan yang sangat berbahaya bila terjadi di stadion. Dan terbukti bila dilanggar, tragedi inilah yg terjadi. Ini jelas tertulis di pasal 9b peraturan FIFA terhadap pengamanan stadion," imbuhnya.

Lebih lanjut, Sahroni meminta kapolri menindak tegas oknum aparat yang bertanggung jawab atas penggunaan gas air mata ini.

Di luar ada penyebab lain, seperti tindakan sporadis, dan lain-lain yang mesti diusut, pihaknya akan segera menindaklanjuti ini dengan memanggil pihak-pihak terkait.

“Dari polisi, panitia pelaksana (LIB dan PSSI), sampai pihak klub. Bukan mencari-cari kesalahan, namun untung menjaga hal serupa tak terjadi," tandas dia.

 

(*/Tribun-Medan.com)

Artikel ini telah tayang di Suryamalang.com dengan judul Cerita Korban Arema Vs Persebaya Disemprot Gas Air Mata, Lari Gendong Anak, Saudaranya Tewas

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved