News Video
Cerita Pak Boy, Rumah Mau Tumbang Tak Layak Huni Atap Bolong dan Kebanjiran Tiap Tahun
Syahril Akmal (65) atau yang akrab disapa pak Boy punya cerita pilu. Sudah lima tahun dia tinggal di rumah tak layak huni bersama istrinya
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Fariz
TRIBUN-MEDAN.com, SERGAI - Syahril Akmal (65) atau yang akrab disapa pak Boy punya cerita pilu. Sudah lima tahun dia tinggal di rumah tak layak huni bersama istrinya Sriyani dan kedua anaknya yang berlokasi di Jalan Belidaan, Desa Simpang Ampat, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai.
Rumah yang ditinggalinya kini sudah miring, nyaris saja tumbang. Tiang tiang penyangga terlihat lapuk, begitu pun dinding yang terbuat dari papan dan pelepah nipah telah ringsek dan usang dimakan waktu.
Sementara dari dalam rumah menyembul sinar matahari karena seng rumah yang sudah bolong dan tak lagi utuh. Sementara berlantai tanah dan hanyaa dilapisi papan bekas yang sudah berwarna coklat.
Hidup dengan keadaan rumah seperti itu sudah dirasakan Pak Boy dan keluarga sejak beberapa tahun belakangan.
"Kalau atap bolong dan rumah mau ambruk gini sudah ada lah lima tahun kondisinya begini. Ya makin hari makin parah," kata Pak Boy kepada Tribun, Jumat (23/9/2022).
Dahulunya rumah itu adalah milik orang tuanya, sejak tahun 1950 Boy dan orang tuanya yang bekerja sebagai guru tinggal di sana.
Sejak menikah dan dikaruniai empat anak dia menggantikan orang tuanya yang telah tiada.
Boy sendiri setiap hari bekerja serabutan setiap hari. Masalah ekonomi membuatnya harus rela hidup serba adanya.
"Kalau kerja ya serabutan ada bangunan ya kerja itu, kalau menggali ya mengali ya yang penting kerja. Mau benerin rumah uang tidak ada pas pasan buat hidup," ujar Boy.
Dikala hujan datang Boy dan keluarga pun resah. Atap yang bolong membuat air tertumpah ke seisi rumah. Dia pun hanya bisa berteduh di ruang depan.
Itu kalau hujan cepat redah, jika tidak, maka tak jarang rumah turut kebanjiran. Apalagi jika hujan disertai angin kencang, maka dia dan keluarga buru buru ke luar rumah.
"Kalau hujan ya pasti bocor, paling kami pindah ke depan duduk, tapi kalau malam ini hujan kita was was jadi harus bangun pindah. Apalagi kalau ada angin kencang ya kita ke luar rumah takut ambruk nanti bisa ketimpa," tuturnya.
Boy bilang, pernah pemerintah desa mengusulkan perbaikan rumahnya. Namun hal itu terkendala surat surat kepemilikan tanah.
"Pernah mau bantu, ciuman karena surat tanah sama adek ku dia yang pegang jadi kemarin tidak jadi diperbaiki. Itu dari desa, kalau dari Kabupaten belum ada tawaran bantuan," kata dia.
Boy pun berharap agar pemerintah setempat dapat memperhatikan keberadaan meraka dan membantu perbaikan rumahnya.
"Kalau harapannya bisa ada dapat bantuan dari pemerintah. Minimal atap bisa diperbaiki agar kalain hujan tidak was was lagi dan bisa tidur tenang," tutupnya.
(cr17/www.tribun-medan.com).